Filateli: Jendela Menatap Masa Lalu

Filateli menjadi semacam jendela menatap masa lalu, demikian saya simpulkan ketika menatap lembar demi lembar prangko yang terkumpul dalam satu buku album prangko usang yang saya miliki. Lembaran prangko itu saya ibaratkan jendela kecil, menatapnya lebih lama tergambar peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian penting yang terjadi di masa lalu.

Pikiran saya menerawang, sedemikian hebatkah makna satu kegemaran berbentuk filateli yang banyak mengatakan kini terancam punah akibat dari desakan perkembangan teknologi yang sangat memudahkan dalam mengirim dan menerima pesan baik melalui surat elektronik, media sosial maupun ponsel?

Demikian yang ada dalam pikiran saya saat asik membuka lembar demi lembar album prangko dan menatap satu demi satu prangko yang tersimpan dan terkumpul disana.

***

Tentang Filateli dan Hari Filateli Nasional

Penasaran dengan dunia Filateli dan perkembangannya, saya googling dan menemukan informasi menarik seputarnya. Secara ringkas, saya tuliskan dibawah ini.

Filateli sendiri berasal dari bahasa Yunani, philos dan atelia. Philos artinya teman, sedangkan atelia artinya bebas biaya. Secara harfiah dapat diartikan membebaskan teman dari biaya pos yang diwujudkan dalam prangko yang telah dibayar oleh si pengirim. Karena konon sebelum metode ini ditemukan biaya pos itu ditanggung oleh si penerima.

Dalam perkembangan selanjutnya, kini filateli lebih menunjuk kepada kegemaran seseorang mengumpulkan prangko dan benda-benda pos lainnya. Sedangkan filatelis berarti orang yang gemar mengumpulkan benda-benda filateli. Tapi bukan hanya gemar, ia juga mempunyai pengetahuan yang mendalam akan benda-benda filateli yang dikumpulkannya.

Di negara kita telah ditetapkan tanggal 29 Maret sebagai Hari Filateli Nasional oleh komunitas penggemar filateli yang tergabung dalam Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI), ditetapkan pertama kali pada tahun 2006. Penetapan tanggal tersebut diresmikan pada saat berlangsung FIAP EXCO (Federation of Inter-Asian Philately; Executive Committee) Meeting di Yogyakarta, yaitu sebuah pertemuan tingkat tinggi federasi organisasi filatelis se-Asia Pasifik.

Penetapan tanggal 29 Maret sebagai Hari Filateli Nasional diambil berdasarkan lahirnya organisasi pertama para penggemar prangko pada masa Hindia Belanda yaitu Postzegelverzamelaar Club Batavia (PCB) berkedudukan di Batavia, kini Jakarta, yang mendapat pengesahan dari penguasa Hindia Belanda pada 29 Maret 1922.

Saya bukan Filatelis

Saya bukan Filatelis, saya hanya pengumpul prangko saja dan terlalu berlebihan bila mengaku diri sebagai seorang filatelis. Prangko-prangko yang saya kumpulkan hanya berupa prangko-prangko bekas yang saya lepas dari amplop saat menerima surat. Kegiatan sederhana yang akhirnya menjadi semacam kegemaran ini berlangsung di akhir tahun 70-an saat saya duduk di bangku SMP.

Saat itu memang Pak Pos yang bersepeda dan khas dengan suara kring-kring bel sepedanya seringkali mampir di rumah. Surat-surat yang diterima berasal dari sahabat pena saya dan juga dari Bapak yang bekerja di Jakarta.

Walau bapak pulang seminggu sekali ke Sukabumi, tapi Bapak rajin berkirim surat kepada Emak dari tempat kerjanya di Jakarta. Biasanya di pertengahan minggu, surat dari Bapak sampai ke rumah. Hal ini dapat dipahami karena berkirim surat melalui pos merupakan cara berkomunikasi jarak jauh yang murah dan efektif pada tahun 70-an.

Dari amplop-amplop surat itulah saya menggunting keliling area prangko. Guntingan-guntingan ini kemudian saya rendam dengan air hangat untuk melepas prangkonya. Prangko-prangko yang sudah terlepas dari guntingan amplopnya masih dalam keadaan basah. Prangko-prangko basah tersebut kemudian saya taruh diatas lembaran koran bekas, untuk kemudian dijemur beberapa saat sampai prangko-prangko tersebut kering.

Begitulah kurang lebih apa yang saya lakukan setelah guntingan-guntingan prangko tersebut sudah cukup banyak jumlahnya.

Membeli Album Prangko

Untuk beberapa saat prangko-prangko kering ini saya simpan dalam kantung plastik kecil. Mulanya saya kebingungan dengan jumlah prangko yang semakin banyak, sampai saya mendapat informasi bahwa ternyata ada yang namanya album prangko, Stamp Album, yang berfungsi untuk menyimpan koleksi prangko.

Akhirnya saya membeli sebuah album prangko pada 7 Mei 1979, seperti tertulis pada bagian belakang jilid album prangko tersebut.

Album Prangko, kini berusia 41 tahun

Album prangko, yang kini usianya sudah 41 tahun, tampak usang dengan warna birunya yang sudah memudar. Pada album prangko ini tersimpan prangko-prangko koleksi saya mulai dari saya mengoleksi prangko pada akhir tahun 70-an sampai dengan prangko terakhir yang bertahun 2001.

Pada setiap lembar album prangko yang berukuran 12.5 cm x 17.5 cm terdapat 5 baris plastik tempat menyimpan prangko dengan cara menyisipkan. Per baris plastik dapat menyimpan 3 sampai 4 lembar prangko sesuai dengan ukuran prangko.

Antara lembar satu dan lembar berikutnya terdapat semacam lapisan kertas tembus pandang. Lapisan kertas ini menjamin tidak terjadinya gesekan antar permukaan prangko yang tersimpan pada setiap lembarnya.

Koleksi Prangko yang Saya Miliki

Saya berusaha menyusun prangko-prangko dalam setiap lembar album prangko berdasarkan tema prangko-prangko tersebut. Namun pada beberapa lembar, tema ini bercampur dengan tema lainnya karena tidak tersedia prangko lagi untuk tema tertentu.

Mari telusuri lembar demi lembar album prangko milik saya dan melihat prangko-prangko yang tersimpan di dalamnya.

Seri Prangko Presiden Soeharto

Seperti diketahui, Presiden Soeharto – atau selanjutnya saya sebut dengan panggilan akrabnya, Pak Harto – adalah Presiden Indonesia kedua. Pak Harto menjabat sebagai presiden sejak 12 Maret 1967 sampai dengan kejatuhannya pada 21 Mei 1998.

Ini koleksi prangko seri Pak Harto yang saya miliki.

Filateli, Seri Prangko Presiden Soeharto
Seri Prangko Presiden Soeharto

Pada 5 baris prangko Pak Harto, terlihat perubahan pada wajah Pak Harto setiap periode 10 tahun.

Pada 2 baris pertama, terlihat wajah Pak Harto yang masih terlihat muda. Sayang sekali prangko-prangko ini tidak bertanda angka tahun. Barangkali ini wajah Pak Harto pada tahun 70-an, mengingat wajah Pak Harto pada baris berikutnya.

Pada baris ke-3 sampai baris terakhir, kecuali 1 prangko pada ujung kanan baris terakhir, prangko-prangko ini bertanda tahun 1980 sampai tahun 1986. Dapat disimpulkan ini potret wajah Pak Harto pada tahun 80-an.

Satu prangko Pak Harto pada ujung paling kanan baris ke-5 bertanda tahun 1993, berarti ini wajah Pak Harto pada tahun 90-an. Kelak 5 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1998, Pak Harto jatuh dari tampuk kekuasaannya.

Seri Prangko PELITA

Pada masa pemerintahan Pak Harto, atau disebut juga sebagai Orde Baru, disusun rencana pembangunan yang setiap periode tahapannya berlangsung selama 5 tahun. Rencana pembangunan ini disebut REPELITA, atau Rencana Pembangunan Lima Tahun, dengan setiap tahapnya memiliki targetnya masing-masing.

Repelita ini pada masyarakat luas akhirnya diperkenalkan dengan populer sebagai PELITA, atau Pembangunan Lima Tahun. Sebagai catatan, PELITA I dimulai pada tahun 1969 sampai dengan tahun 1974. Demikian selanjutnya dengan berjarak 5 tahun untuk setiap tahapan Pelita.

Dibawah ini koleksi prangko seri Pelita, tanpa tanda tahun diterbitkannya. Saya menyusun prangko-prangko ini mulai dari harga yang termurah Rp 5,- sampai dengan harga prangko yang termahal yaitu Rp 150,-.

Filateli, Seri Prangko PELITA
Seri Prangko PELITA

Prangko-prangko pada lembar berikutnya adalah seri prangko Pelita IV (periode 1984 – 1989), Pelita V (periode 1989 – 1994) dan Pelita VI (periode 1994 – 1999).

Filateli, Seri Prangko PELITA IV, V dan VI
Seri Prangko PELITA IV, V dan VI

Pada prangko-prangko tersebut dituliskan target yang akan dicapai pada tahan Pelita tesebut. Seperti pada prangko Pelita IV dituliskan target Pelita tersebut mulai dari Program Wajib Belajar, Swasembada Pangan sampai dengan Industri Pesawat Terbang.

Sedangkan pada prangko Pelita V tertulis target Pelita-nya mulai dari Memasyarakatkan Olahraga dan Mengolahragakan Masyarakat, Sarana Perhubungan Darat Indonesia bagian Timur sampai dengan Alih Teknologi.

Namun pada prangko Pelita VI – lihat prangko pada baris ke-5 pojok kanan – tidak dituliskan target yang ingin dicapainya.

Seri Prangko Peringatan 100 Tahun

Tidak banyak prangko seri Peringatan 100 Tahun ini hanya terdiri dari Peringatan 100 Tahun R.A. Kartini (1879 – 1979), peringatan Presiden Indonesia I, Soekarno pada seri 100 Tahun Bung Karno – Penyambung Lidah Rakyat Indonesia ( 1901 – 2001), 100 Tahun Gunung Krakatau Meletus (1883 – 1993) dan Peringatan 100 Tahun Paleoantropologi Indonesia (1889 – 1989).

Filateli, Seri Prangko Peringatan 100 Tahun
Seri Prangko Peringatan 100 Tahun

Seri Prangko Flora

Bunga-bunga yang cantik diabadikan juga pada prangko, beberapa diantranya terlihat pada prangko-prangko yang terdapat pada lembar ini.

Beberapa bunga ditulis namanya dengan menyertakan nama latin-nya. Prangko tertua ada pada prangko bunga Vanda Putri Serang, bertahun 1976, disisipkan pada baris pertama paling kiri.

Filateli, Seri Prangko Flora
Seri Prangko Flora

Seri Prangko Fauna

Seperti halnya seri prangko Flora, prangko seri Fauna menyertakan juga nama latin untuk binatang-binatang yang di tampilkan sebagai gambar pada prangko tersebut.

Prangko tertua adalah prangko bergambar Sambar, atau Cervus Unicolor, bertanda tahun 1978.

Filateli, Seri Prangko Fauna
Seri Prangko Fauna

Seri Prangko Kejadian Penting

Prangko-prangko pada lembar ini beragam temanya. Mulai dari prangko Sensus Penduduk tahun 1980, Sensus Pertanian tahun 1983, Gerhana Matahari Total yang terjadi pada Juni 1983 sampai dengan prangko Pemilu 1987.

Filateli, Seri Prangko Kejadian Penting
Seri Prangko Kejadian Penting

Seri Prangko Olahraga

Melalui prangko seri Olahraga ini kita dapat mengetahui bahwa Thomas Cup XI berlangsung dari 24 Mei – 2 Juni 1979 di Jakarta, Sea Games ke-10 (1979) dan Sea Games ke-14 (1987) dilangsungkan di Jakarta dan PON XI (1985) dan PON XII (1989) berlangsung di Jakarta.

Selain itu kita mendapat informasi bahwa Piala Dunia Sepak Bola 1978 berlangsung di Argentina dan Olimpiade XXV berlangsung di Barcelona pada tahun 1992

Filateli, Seri Prangko Olahraga
Seri Prangko Olahraga

Seri Prangko Garuda Indonesia dan Lain-lain

Prangko seri Garuda Indonesia Airways menuliskan dengan jelas tanggal kelahiran armada penerbangan ini yaitu pada tanggal 26 Januari 1949.

Prangko seri Garuda terdiri dari prangko Garuda (1979), 40 Tahun Garuda Indonesia (1989) dan 50 Tahun Garuda Indonesia (1999).

Filateli, Seri Prangko Garuda Indonesia dan Lain-lain
Seri Prangko Garuda Indonesia dan Lain-lain

Pada lembar ini juga terdapat prangko Peringatan 25 Tahun Konfrensi Asia – Afrika (1980), prangko 40 Tahun PBB (1985), Peluncuran Satelit Komunikasi Palapa B2 Pengganti (1987) dan Satelit Palapa C (1995).

Selain itu juga terdapat 4 lembar prangko dengan pakaian tradisional dengan 2 prangko seri Pakaian Pengantin dan 2 prangko seri Tari Tradisional.

Filateli, Seri Prangko Pakaian Tradisional
Seri Prangko Pakaian Tradisional

Seri Prangko Saudi Arabia

Pada periode tahun 1978 – 1979 selama setahun Bapak ditugaskan di Saudi Arabia untuk menangani proyek pemasangan jaringan telepon di negara tersebut.

Prangko seri Saudi Arabia, yang berasal dari amplop surat yang Bapak kirimkan ke rumah, menjadi bentuk kenangan saya tidak bertemu dengan Bapak selama satu tahun.

Filateli, Seri Prangko Saudi Arabia
Seri Prangko Saudi Arabia

Seri Prangko Negara-negara Lain

Prangko seri Negara-negara lain ini saya dapatkan dari Bapak. Saya suka minta prangko bekas dari negara-negara yang kebetulan berkorespondensi dengan perusahaan tempat Bapak bekerja.

Pada lembar ini terdapat prangko dari beberapa negara antara lain Singapura, Malaysia, Brunei, China dan Jepang. Namun yang paling banyak adalah prangko dari negara Turki.

Filateli, Seri Prangko Negara-negara Lain
Seri Prangko Negara-negara Lain

Dari sekian banyak prangko pada album prangko saya terdapat satu prangko yang usianya paling tua. Prangko ini bergambar pertempuran di Batua yang terjadi pada 8 September 1948. Prangko ini bertanda tahun 1975.

Ini prangko pertempuran di Batua yang telah berusia 45 tahun!

Filateli, Prangko Pertempuran di Batua, bertahun 1975, berusia 45 tahun
Prangko Pertempuran di Batua, bertahun 1975, berusia 45 tahun

Kegiatan saya mengumpulkan prangko bekas berakhir pada tahun 2000-an saat berkirim surat lewat pos sudah sangat jarang dilakukan.

Prangko seri 100 Tahun Bung Karno yang terbit pada tahun 2001 merupakan prangko terakhir yang menutup kegemaran filateli yang telah saya jalani sejak akhir tahun 70-an.

***

Jejak-jejak masa lalu salah satunya dapat ditelusuri melalui prangko-prangko, sehingga secara sederhana saya menyimpulkan bahwa prangko-prangko ini dapat menjadi semacam jendela untuk menatap masa lalu.

Masa berlalu, perkembangan teknologi demikian pesat, sehingga kini berkirim pesan dapat dilakukan dengan sangat mudah. Tidak seperti masa lalu saat berkirim pesan hanya dapat dilakukan melalui surat, dan mengirimkannya melalui jasa pos dengan menempelkan prangko secukupnya. Kini berkirim pesan hanya tinggal klik tombol send saja.

Dengan semakin mudahnya berkirim pesan dan bahkan tak lagi membutuhkan jasa pos – yang notabene prangko juga tak lagi diperlukan – apakah kegemaran mengumpulkan prangko dan benda-benda pos, atau Filateli, akan punah?

Sukabumi, 10 Maret 2020

Catatan Tambahan tentang 100 Tahun Bung Karno :

Di Belanda, Peringatan 100 Tahun Bung Karno bahkan diperingati pula dengan terbitnya buku biografi singkat Bung Karno karya Prof. Bob Berthy Hering dengan disertai 100 foto yang disusun secara kronologis, diantaranya terdapat foto-foto yang jarang ditemukan dalam terbitan-terbitan lain mengenai Bung Karno. Buku ini ditulis dalam dua bahasa, yaitu bahasa Belanda dan bahasa Inggris.

11 tahun kemudian, tepatnya pada April 2012, buku ini baru diterbitkan di Indonesia dalam bahasa Indonesia oleh Kompas. Pada buku edisi bahasa Indonesia ditambahkan beberapa foto sehingga keseluruhan foto menjadi 125 foto. Buku tersebut berjudul Soekarno Arsitek Bangsa.

Bob Hering, "Soekarno Arsitek Bangsa", Kompas, 2012
Bob Hering, “Soekarno Arsitek Bangsa”, Kompas, 2012

67 respons untuk ‘Filateli: Jendela Menatap Masa Lalu

Add yours

  1. Pak Pos yang datang dengan sepeda, dalam ingatan, saya sudah tidak mengalaminya lagi, Pak. Pak Pos zaman saya sudah mengendarai sepeda motor 2 tak warna pos. Tapi saya masih takjub dengan dua keranjang di belakang yang bagi pikiran anak kecil saya tampak seperti kantong ajaib Doraemon. 😀

    Melihat koleksi prangko Pak Asa, saya jadi belajar sejarah. Prangko-prangko itu seperti jadi “keywords” dari peristiwa-peristiwa besar, seperti abstrak dalam jurnal-jurnal sejarah. Mungkin setelah ini saya jadi makin rajin ke blog Pak Asa buat melihat satu per satu gambar-gambar dan tulisan di prangko itu. Benar-benar berharga sekali. Saya nggak akan heran jika suatu saat ada pembelajar sejarah yang datang ke Pak Asa untuk melihat-lihat koleksi prangko Pak Asa yang keren ini.

    Kalau saya, sebagian besar prangko itu saya beli di toko buku dalam bentuk paket, tertempel di karton agak tebal dan dilapisi plastik transparan tipis. Hanya beberapa koleksi yang benar-benar hasil dari surat menyurat, entah surat atau kartu pos. (Koleksi 100 Tahun Bung Karno saya beli di kantor pos. :D) Dan saya jadi belajar hal baru soal bagaimana melepaskan prangko dari kartu pos. Tak menyangka bahwa keliling prangko di amplop/kartu pos mesti digunting dulu lalu direndam untuk kemudian dijemur. Mungkin suatu saat saya bisa mempraktikkan hal ini.

    Barangkali Pak Asa enggan mendaku sebagai seorang filatelis. Tapi, merujuk pengertian filatelis yang bapak sarikan di atas, saya merasa Pak Asa adalah sesungguh-sungguh filatelis, sebab sebagian besar prangko yang bapak koleksi didapat dari surat menyurat.

    Semoga koleksi ini terus terpelihara, Pak. Saya jelas akan sedih sendiri kalau koleksi ini sampai “ketlingsut” di mana dan hilang. 😀

    Postingannya keren sekali, Pak Asa. Terima kasih sekali sudah berbagi. 😀

    1. Kalau Pak Pos bermotor itu sudah tahun berapa ya Mas? 90-an mungkin ya? Di memori saya masih melekat Pak Pos dengan sepedanya dan bunyi kring-kring nya di depan rumah.

      Iya benar Mas, ternyata dengan perangko kita bisa melihat kembali jejak sejarah masa lalu. Saat dulu mulai mengumplkannya mana kepikiran akan seperti begini, hanya mengumpulkan saja, salah satunya karena suka saja dengan gambar-gambarnya.

      Tentang cara melepas prangko ini entah saya dulu baca dari mana. Mungkin dari majalah Kawanku. Sebelumnya saya kletek begitu saja, yang membuat beberapa perangko rusak.

      Tentu Mas koleksi prangko ini akan tetap saya jaga dan rawat.

      Terima kasin Mas atas komentarnya.

      Salam,

      1. Benar, Pak. Tahun 90-an. Waktu itu sebagian besar sepeda motor Pak Pos masih motor lanang 2 tak. Jadi suara knalpotnya khas. Makanya setiap kali dengar suara knalpot seperti itu, saya lari ke luar berharap akan ada surat yang dikirimkan ke rumah. 😀

        Menurut saya, koleksi prangko Pak Asa yang paling mengagumkan adalah yang bergambar Pak Harto. Di dunia yang sudah terbuka seperti sekarang pasti akan susah sekali mengalami dipimpin oleh presiden yangs sama selama 32 tahun. Jadi pasti akan susah mengumpulan berpuluh-puluh prangko seorang presiden mulai dari ketika wajahnya masih muda sampai kelihatan berumur.

        Semoga koleksi prangko Pak Asa bisa terus terjaga. 🙂

        1. Komentar Mas ini jadi mengenang alm Pak Harto. Saya hidup di era-nya beliau sampai pada kejatuhannya beliau di tahun 1998.

          Th 1998 itu saya rumah di Bekasi, bekerja di Kalideres. Tiap hari naik bis kota melintasi Semanggi, Gedung MPR, Univ Trisakti.
          Satu pagi saya melihat mobil-mobil gosong sehabis dibakar tadi malam. Mobil2 gosong ini ditaruh di pertengahan jalur Jln Kalideres. Saya tak tahu apa yang telah terjadi tadi malam.
          Sampai di pabrik di Kalideres, absen pagi. Beberapa pekarja malah sudah ribut mau pulang kembali karena tersebar kabar akan ada pembakaran dan penzarahan mall-mall. Saya tenang-tenang saja. Rupanya benar sekitar jam 10an sudah ada kabar pembakaran di Tangerang. Saya mau pulang ke Bekasi, bis kota sudah tidak ada, terminal bis Kalideres sudah kosong, akhirnya saya balik ke pabrik dan menginap dipabrik.
          Malam di pabrik sungguh menyeramkan. Aliran listrik padam termasuk jalan dan lingkungan sekitar. Sekali-sekali terdengar suara serene dari mobil polisi…

          Begitu sedikit pengalaman saya beberapa saat sebelum Pak Harto mengumumkan pengunduran dirinya sbg presiden.

          Salam,

          1. Waktu kejatuhan Pak Harto, saya masih kelas 4 SD, Pak. Sebagai anak kecil, sempat bingung juga dengan “krismon” dan melihat Jakarta tiba-tiba rusuh. Padahal sejak dulu kayaknya Indonesia “tenang-tenang” saja–dan anak kecil seperti saya belum tahu apa-apa soal “kediktatoran,” “demokrasi,” dsb.

            Dan saya selalu tertarik membaca kisah-kisah masa lalu soal perisitiwa bersejarah seperti ini dari mereka yang mengalaminya sendiri. Kalau sejarah yang di buku lebih general, cerita Pak Asa soal reformasi lebih detail sepertinya, dan personal.

            Yah, barangkali memang banyak yang sudah berubah sejak Reformasi ya, Pak? Termasuk soal dunia pos Indonesia. 🙂

            1. Khusus tentang krismon mempunya efek yang merata kepada kehidupan ekonomi. Banyak perusahaan yang gulung tikar, banyak pekerja yang kena PHK. Termasuk saya yang terkena PHK di jelang akhir 1998, dan baru mendapat lagi pekerjaan di awal 2000.

              Sungguh suatu masa pahit saat itu, Mas. Semoga gak terulang lagi di masa sekarang atau masa depan.

              Salam,

  2. Album foto punya Bapak bahkan lebih tua dari usia saya, hahaha. Semasa SMA saya dulu secara tak sengaja menemukan 3 album prangko, berisi beberapa helai prangko dalam dan luar negeri, di rumah kosong sebelah kos-kosan yang sudah lama sekali terbengkalai. Sempat saya simpan untuk dilihat-lihat, namun kemudian diambil alih seorang kawan. Masa itu saya lebih senang berkirim dan menerima surat. Beberapa prangko bekasnya terkadang saya simpan memang, tapi bukan untuk dikumpulkan. Melainkan saya hilangkan cap posnya dengan (rahasia hahaha) untuk dipakai kembali. Duh, saya jahat banget ya 😀

    Btw, saya lebih tertarik koleksi uang, Pak. Saya bahkan sempat berbisnis jual-beli uang lama. Situsnya masih ada, tapi sekarang sudah tidak jualan lagi. Sama halnya prangko, uang lama juga merupakan catatan sejarah bangsa ini. Banyak cerita dari setiap lembar uang lama.

    1. Aih…ternyata Mas Eko masih muda, lebih muda dari album prangko saya rupanya…

      Wah Mas beruntung banget pernah menemukan 3 buah album prangko kenapa gak di keep saja Mas?
      Hehehe…ada-ada saja isengnya Mas Eko ini dengan prangko bekas ya. Lucu juga ya, tapi saya juga pernah melakukan hal itu saat gak punya sisa uang jajan untuk membeli prangko padahal harus segera mengirim balasan surat ke sahabat pena.

      Mantaps Mas kalau koleksi uang mah. Bisa jadi lahan bisnis juga ya. Apa saat ini masih berjalan Mas?

      Terima kasih komentarnya Mas.

      Salam,

  3. Hai mas Asa saya juga pengumpul perangko, bbrp tahun lalu malah pernah beli yang lelangan isi buanyak dari amazon Jerman, setelah baca postingan ini saya jadi keingat prangko2 tsb dan belum memasukkannya ke album perangko. Buat saya punya keasyikan sendiri saat melihat gambar dan tahun yang tertera di perangkonya 🙂 . Saya liat mas Asa ada pajang seri koleksi anggrek Indonesia, saya suka anggrek, bbrp nama tertera saya tahu anggreknya, yg menarik anggrek bulan sri rejeki saya langsung google karena baru tahu namanya.

    1. Ternyata Mbak pengumpul prangko juga ya. Segera di arsipkan ke album prangko Mbak, takut prangko-prangkonya hilang atau rusak.

      Mbak pencinta bunga sampai detil begitu kepada prangko seri anggrek tersebut. Terus terang saya hanya memperhatikan keindahannya saja tanpa memperhatikan detil ke nama bunganya.

      Terima kasih komentarnya Mbak.

      Salam,

      1. Begitu baca postingan mas Asa saya iseng nge-goole, awalnya pengen beli di Indonesia, eh ternyata di jual online di Jerman dan Belanda ada juga, saya sudah pesan perangko seri anggrek, bbrp sama persis spt punya mas Asa 🙂 .

        1. Wah…sungguh kepenasaran yang luar biasa Mbak dan akhirnya ketemu juga dengan prangko yang diminati. Boleh di share di blognya nanti ya Mbak.

          Salam,

  4. dulu saya juga koleksi filateli pak. prangko pak Harto dan itik memang mendominasi ya. koleksi saya mungkin belum banyak seperti punya bapak. cuma ternyata ada kepuasan sendiri ketika berhasil kumpulin koleksi barang favorit kita ya.

    1. Sepetinya kita ini sama ya Mas, sama mantan pengumpul prangko. Memang benar koleksi prangko Pak Harto ini paling sering juga ditemukan pada surat-surat yang sampai, beragam juga harganya. Masa itu memang zamannya beliau ya Mas.

      Benar Mas, mengoleksi dan merawat koleksi memang ada kepuasan tersendiri. Rasanya begitu senang ketika kita kembali menatapnya.

      Terima kasih komentarnya Mas.

      Salam,

  5. Waaaw… benar-benar melempar saya ke masa lalu… dulu saya suka berkorespondensi, sehingga punya perangko-perangko. Tp hobby mengumpulkan perangko makin lama makin hilang karena mungkin saya tidak terlalu telaten. Tapi rasanya saya juga punya album perangko kayak yang dimiliki Kang Asa lhooo… tapi gak tau sekarang keberadaannya hahahaha… mungkin saya harus bongkar gudang rumah ibu saya hahaha

    Duh, liat Ka’bah dan Masjidil Aqsho langsung serrrrrr…..

    1. Rasanya perlu dicari kembali album prangkonya Mbak, tapi repot juga ya kalau sampai harus bongkar rumah ibu.

      Ah Mbak baru saja berkunjung melaksanakan umroh ke Tanah Suci jadi melihat prangko bergambar Ka’bah langsung teringat kembali saat-saat syahdu disana seperti Mbak tuliskan di blog.

      Terima kasih komentarnya Mbak.

      Salam,

  6. wow 👏🏻👏🏻👏🏻 salut deh kang, masih nyimpen. tersusun rapi dan bisa bercerita. saya dulu juga koleksi perangko di dalam album2 perangko seperti ini kang tapi gak tau ada dimana lagi. koleksi2 yang sangat berharga. apalagi surat menyurat manual lama2 mati krn imel, smart phone dan app2 nya.

    1. Mbak pernah mengumpulkan prangko juga rupanya. Sayang sekali Mbak koleksi prangkonya bisa hilang begitu ya.

      Iya Mbak zaman surat menyurat manual sudah berakhir. Kemudahan saat ini tapi ternyata “membunuh” keindahan yang hilang karenanya, seperti filateli ini.

      Terima kasih komentarnya Mbak.

      Salam,

  7. Saya juga pernah mengumpulkan perangko pak Titik. Jadi ingin menengok kembali. Dan masih ada beberapa yg belum dialbumkan. Melihat2 perangkp lama jadi terlempar ke masa lalu. Kenangan yg indah walau saat itu zaman tak semudah sekarang.

    1. Salut atas ketelatenan dan ketekunan pak Titik mengarsipkan perangko dengan ragam klasifikasi yang memetakan kepingan sejarah masa lalu.

      1. Ada baiknya prangko-prangkonya di rawat dan segera di albumkan, Mas. Sayang sekali kalau tercecer dan rusak. Memang butuh waktu untuk itu, tapi pengisi waktu senggang, boleh dicoba Mas.

        Betul Mas melihat prangko-prangko ini jadi membawa ke masa lalu. Catatan-catatan sejarah terekam dalam prangko-prangko tersebut.

        Terima kasih atas komentarnya Mas.

        Salam,

  8. Saya paling tidak bisa mengkoleksi Pak Asa, karena saya orangnya agak kurang sabaran. Jadi pengennya langsung banyak. Hahahaha.

    Kagum dengan koleksi perangko yang Pak Asa miliki. Pasti ada kepuasan tersendiri yang dapat dinikmati ketika melihat koleksi ini kembali ya Pak.

    Ngomong2 apakah sekarang PT. Pos Indonesia masih mengeluarkan perangko Pak? Soalnya saya lihat sekarang surat2 resmi yang dikirim kebanyakan sudah menggunakan jasa kurir selain PT. Pos. Dimana mereka tidak mengeluarkan perangko. Bahkan pernah juga saya lihat beberapa yang masih menggunakan PT. Pos juga tidak berperangko lagi, tapi disana tercap saja oleh PT. Pos.

    1. Betul Mas ada kepuasan tersendiri apalagi ketika menatapnya saat ini dan tersadar bahwa banyak catatan-catatan sejarah dalam prangko-prangko tersebut.

      Terus terang saya gak faham juga dengan prangko-prangko baru nih Mas, pertanyaan Mas ini bikin saya penasaran juga. Kapan-kapan saya mampir deh ke kantor pos dan menanyakan tentang prangko. Pernah juga saya mengirim surat untuk keperluan pajak, tapi tidak memakai prangko hanya dengan resi dan di stempel pos saja.

      Terima kasih komentarnya Mas.

      Salam,

    1. Hayu Mas kapan-kapan kita bertemu.
      Wah, ternyata ibunya mengkoleksi prangko Mas? Boleh dong di share koleksi prangkonya di blog Mas. sekalian dengan koleksi kartu pos milik Mas.

      Terima kasih komentarnya Mas.

      Salam,

      1. Menjadi kolektor itu sangat sulit, karena harus menjaga dan selalu merawat barang yang di simpan, saya salut sama orang2 yang kayak gini, sukses terus Pak,

        1. Betul Mas, menjaga dan merawat jadi hal penting setelah terkumpul barang apapun yang dikoleksi. Memang ada kesenangan juga dalam melakukannya.

          Terima kasih komentarnya.

          Salam,

Tinggalkan Balasan ke Titik Asa Batalkan balasan

Buat situs web atau blog di WordPress.com

Atas ↑