Saya baru menyadari ternyata saya telah kehilangan sesuatu. Hal ini saya rasakan sesaat setelah memilih buku yang akan saya baca, sebagai pengisi liburan yang lumayan panjang ini sampai hari minggu besok.
Buku yang hilang? Bukan. Kehilangan buku sih sudah biasa. Bisa saja buku tersebut ada yang meminjam dan si peminjamnya “lupa” untuk mengembalikan. Atau bisa juga buku tersebut tersimpan di tempat lain dan tidak dikembalikan ke rak buku setelah dibaca.
Kehilangan itu saya rasakan justru bermula dari saat ditemukannya buku kecil berwarna biru, sebenarnya bukan buku, tepatnya sebuah album. Album seukuran buku kecil. Album tempat menyimpan koleksi perangko-perangko. Ya, sebuah stamp album.
Jadi, apa yang hilang?
***

Album perangko yang ditemukan itu saya beli pada tanggal 7 Mei 1979, seperti yang tertulis pada halaman depan bagian belakang. Sudah tua juga rupanya umur album perangko ini. Warna biru sampulnya bahkan sudah mulai memudar. Namun halaman demi halamannya masih bagus, termasuk perangko-perangko yang tersimpan disana.
Ah ya, rupanya dahulu saya mempunyai hobi mengumpulkan perangko. Perangko-perangko bekas yang saya kumpulkan dari amplop-amplop surat yang kebanyakan dikirimkan Bapak ke rumah. Saya tidak pernah khusus membeli perangko untuk saya simpan sebagai koleksi di album perangko ini.
Perangko-perangko tersebut saya gunting dari amplop-amplop surat Bapak. Bapak rajin berkirim surat ke Emak. Satu surat per minggu. Bapak menulis suratnya di Jakarta dan dikirimkan ke Emak di Sukabumi. Sejak tahun 1977, Bapak mulai kerja di Jakarta, pulang setiap Jumat malam ke Sukabumi dan kembali lagi berangkat menuju Jakarta pada Minggu siang. Surat yang dikirimkan melalui pos adalah cara komunikasi yang murah dan efektif pada saat itu.
Tentang pola kerja Bapak, yang banyak disebut sebagai “kaum PJKA”, akhirnya menurun juga pada saya, seperti yang saya tuliskan pada posting Fenomena Pekerja Mingguan. Aneh kalau dipikir-pikir. Pola kerja koq bisa menurun juga ya… 🙂
Ketika membuka lembar demi lembar album perangko saya jadi mengingat-ingat bagaimana dulu saya melepas perangko demi perangko ini dari rekatannya pada amplop. Entah, dahulu saya mendapat informasi dari sumber bacaan apa, tapi teknik tiga langkah melepas perangko seperti yang saya dapat dari informasi tersebut sangat membantu.
Kurang lebih beginilah teknik melepas perangko yang masih saya ingat,
- Pertama, area sekeliling perangko tersebut di gunting dari amplopnya. Tentu saja harus ada jarak antara garis guntingan dengan perangko karena tujuannya adalah mendapatkan perangko yang masih utuh dengan sisi-sisinya yang bergerigi itu.
- Kedua, kertas-kertas berperangko setelah digunting itu saya rendam air. Biasanya saya melakukan rendaman ini setelah terkumpul beberapa lembar guntingan kertas berperangko. Tunggu sebentar, lalu ambil guntingan kertas berperangko tersebut dari rendamannya. Dengan sedikit berhati-hati, saya lepaskan satu demi satu perangko yang masih menempel pada kertas amplop tadi. Akhirnya perangko akan didapatkan dengan bentuknya yang tetap utuh.
- Ketiga, saya biasanya menempatkan perangko-perangko yang masih basah karena air rendaman tadi pada kertas koran untuk kemudian saya jemur. Bila perangko-perangko ini sudah benar-benar kering, saatnya untuk menyusunnya dengan rapi pada album perangko.
Pada setiap halaman album perangko, terdapat semacam kantung memanjang terbuat dari plastik bening. Kantung ini adalah tempat menyimpan perangko-perangko dengan cara menyelipkannya. Beberapa perangko bisa ditampung pada satu baris kantung ini.
Sedangkan antara satu halaman dengan halaman lain dibatasi oleh semacam plastik buram yang tembus pandang. Salah satu fungsi plastik pembatas ini agar antara permukaan perangko pada satu halaman tidak menempel dengan permukaan perangko pada halaman lainnya.

Saya tunjukan sebagian dari koleksi perangko yang tersimpan pada album perangko kecil itu, diantaranya perangko seri Presiden, seri Kartini, seri Pelita dan berbagai seri, seperti foto dibawah ini.
Dibawah ini perangko dari Saudi Arabia. Bapak pernah ditugaskan selama setahun disana untuk menangani proyek jaringan telepon di negara tersebut. Perangko-perangko ini merupakan salah satu bentuk kenangan saya tidak bertemu Bapak selama setahun.
***
Melihat kembali album perangko ini, terasa ada rasa bangga dan kagum. Bangga karena dahulu ternyata saya cukup rajin juga dalam bergelut dengan hobi yang mengasyikan saat mengerjakannya ini. Kagum karena melihat kondisi perangko-perangko yang tetap utuh dan baik, padahal sudah tersimpan disana sejak tahun 1979, setidaknya sudah tersimpan selama 35 tahun.
Dibalik kebanggaan itu, saya baru menyadari hari ini, kalau ternyata saya telah mengalami kehilangan. Kehilangan satu hobi. Hobi yang sangat baik seandainya terus dilanjutkan, yaitu hobi mengumpulkan, menata dan menyimpan perangko, atau apa yang dikenal sebagai filateli.
Itulah apa yang hilang dari diri saya…
Sukabumi, 25 Desember 2014
Catatan:
- Untuk tulisan lebih detil mengenai Filateli dan Koleksi Prangko saya, sila baca pada posting berjudul Filateli: Jendela Menatap Masa Lalu
Teraskeun kaang… 🙂
waaah seueur geuningan…
Ah tos teu aya feel na geuning Teh kana filateli teh…
Janten sama sekali hapus hobi ieu teh tina kabiasaan abdi.
Salam,
Eeuuh kituu… kapungkuur abdi nuju SD sok ngempelkeun perangko teh, tah duka kamana eta albumna oge 😦
wiehhhh….. banyak juga tapi prangkonya dan masih tertata selama 30 an tahun salam aja deh dari saya.. nuhun..
Iya Mas, lumayan banyak. 30+ tahun dan masih dalam kondisi baik itu yg bikin terkagum.
Salam,
Dulu saya sempat juga mengkoleksi benda satu ini…
Sepertinya sama dgn saya nih Mas.
Dulu, dan sekarang tidak lagi mengoleksi ya Mas?
Salam,
Sampai saat ini saya tuh masih bingung dengan apa itu yang disebut hobi, apa yang menarik….seperti orang hobi mancing sampai mengorbankan segalanya termasuk kegembiraan keluarganya hanya demi memancing. Ada yang hobi traveling sampai sampai hampir tiap minggu traveling walaupun katanya backpackeran tapi giliran harus bayar biaya sekolah anaknya bingung cari pinjeman. Trus ada yang ini hobi ngumpulin perangko……ah….bener-bener bingung sama itu orang punya hobi….atau mungkin saya yang tidak normal kali ya…jadi tidak punya hobi…. 😀
Menurut hemat saya sih hobi itu kegemaran atau kesenangan istimewa yang dilakukan pada waktu senggang yg sifatnya benar2 personal.
Wajar saja bila saya akan bingung melihat orang yang hobinya memancing, seperti juga orang yang hobi memancing itu akan bingung melihat saya yang hobi mengumpulkan perangko, misalnya.
Saya berani bertaruh bahwa Mas Edi pasti punya hobi juga. Salah satu hobi Mas Edi adalah menulis untuk blog atau ngeblog.
Salam,
Aaaahhh jadi ingat dulu juga saya hobi kumpulin perangko. Ya memang jaman dulu kan hobinya begitu semua ya. Entah kemana sekarang 😦 ….
Memang susah mengumpulkan perangko itu, susah dapat yang unik…
Aih Mbak rupanya punya hobi mengumpulkan perangko ya dahulunya. Masih tersimpan gak mbak perangko-perangko yang dahulu dikumpulkan itu?
Entah kemana hobi filateli saya dahulu itu, sekarang menguap begitu saja…
Salam,
Kalau begitu, sayapun kehilangan….kehilangan hobby ini. Dulu saat SMP dan SMA saya hobby filately dan ….sekarang tidak tahu kemana album perangko itu 😦
Pernah hobi filateli juga ya Teh. Dicari Teh album perangkonya.
Asik banget menatap perangko-perangko lama.
Salam,
Hahahaaa aku dulu punya, duh harus nyari lagi karena saya simpan di dos besar. Lengkap dulu perangko pak harto, repelita, pelita & propinsi2
Sepertinya koleksi perangko lama nya lengkap juga ya mbak.
Segera bongkar dos besarnya mbak, barangkali album perangkonya masih tersimpan disana…
Salam,
Hobi filateli ini bila diteruskan sekarang tentu lebih menantang sepertinya, Pak, sebab orang sekarang mengirim surat atau paket sudah jarang yang memakai perangko. Di kantor pos sendiri kadang yang ditawarkan oleh petugasnya adalah mengirim surat yang kilat tercatat atau ekspres, tentu model ginian ga pake perangko.
Sepertinya iya Mas, kalau dilanjutkan hobi ini bakal menjadi sesuatu yang menantang.
Saya kepikiran juga tentang perangko. Mungkin sekarang hampir menjadi barang langka. Berkirim surat saat ini rasanya hampir tanpa perangko, walaupun itu dilakukan via pos. Apalagi sekarang dengan kemudahan berkirim surat via email ya Mas?
Salam,
Ahh, jadi ingat dulu saya punya album perangko (lungsuran). Sekarang entah di mana dia… 😦
Pernah punya koleksi perangko juga ya Mas?
Cari lagi Mas, siapa tahu ketemu…
Salam,
pernah punya, Om. Sudah lama sekali hilangnya. 🙂
kaaang…ayo diteruskan:)..aku juga hobi filateli dan senang mengirim postcards plus perangko ke teman-teman yang tertarik :)…album prangko yang sudah terkumpul aku tinggal di Indonesia, dititipkan ke adik..dan sekarang mulai lagi dengan koleksi baru hehehe..ayooo lanjutkan hobinya kang 🙂
Salut mbak masih melanjutkan hibi koleksi benda-benda pos.
Ingin juga dilanjutkan hobi ini, tapi entah bagaimana caranya saya harus memulainya lagi nih mbak…
Salam,