Tulus, penyanyi dan penulis lagu yang mulai saya kenal sejak tahun 2011 melalui album bertajuk Tulus. Terus terang saya tidak tahu bagaimana awal perjalanan karirnya dalam dunia musik, hanya terkesima saja ketika namanya dan lagu-lagunya menjadi demikian populer di kalangan anak muda saat itu.
Seperti kata satu iklan “Kesan pertama demikian menggoda“. Ya, kesan pertama lewat album Tulus membuat saya jatuh cinta kepada Tulus baik kepada karakter vokalnya, kepada lagu-lagunya, kepada lirik lagu-lagunya, kepada olahan musiknya dan kepada penampilan panggungnya yang rapi, sopan, akrab dan selalu tampil handsome.
Tak heran bila perkenalan melalui album pertamanya tersebut terus berlanjut kepada penantian akan kehadiran album-album berikutnya sampai dirilisnya album Gajah (2014) hingga Monokrom (2016).

Berbicara mengenai olahan musik yang Tulus sajikan, saya tidak dapat mengatakan kalau Tulus bermain pada satu genre musik tertentu saja. Mungkin lebih tepat musik Tulus semacam pop kreatif dengan berbagai genre musik bercampur di dalamnya, seperti jazz, swing, bossa, rock hingga soul.
Berbagai genre musik yang bertebaran pada lagu-lagunya menjadikan musik yang disajikan Tulus sebagai musik yang nyaman untuk disimak, ringan, mengalir, renyah dan tidak njlimet.
***
Sebelumnya saya pernah menyimak langsung penampilan Tulus pada tahun 2014 pada pergelaran Coopfest (Cooperative Festival) yang diselenggrakan oleh IKOPIN (Institut Koperasi Indonesia) yang berlagsung di Gedung Sabuga, Bandung. Kemudian pada tahun 2015 saya berjumpa lagi dengan Tulus pada pergelaran Tangsel Jazz Festival.
Dari kedua pergelaran tersebut saya menyimpulkan bila memang penampilan Tulus dalam hal berbusana sangat rapi seperti foto pada cover album-albumnya.
Khusus penampilan Tulus di Tangsel Jazz Festival 2015, Tulus mendapat kehormatan sebagai penampil utama dan ditempatkan sebagai penutup festival. Tulus tampil di panggung mulai jam 24.00, membawakan lagu-lagu yang berasal dari album Tulus dan Gajah hingga usai penampilannya pada jam 01.10 dini hari.
Saking enjoy-nya, penampilannya yang panjang itu tidak terasa lama apalagi membosankan.
***
Pada Java Jazz Festival 2020 tadi malam, Tulus membuka penampilannya dengan membawakan lagu “Langit Abu-abu” yang hanya diiringi dengan piano. Lagu yang berasal dari album Monokrom ini dibawakan dengan syahdu dan sangat menonjolkan olah vokal Tulus.

Suasana menjadi meriah dan menggairahkan saat lagu “Tergila-gila” dinyanyikan. Aransemen musik lagu ini memang berbau fusion dengan irama yang menghentak dan gebukan drums yang kuat. Tak ayal lagu ini mengajak penonton yang hadir untuk “bangun dari tidur”.
Kepiawaian Tulus juga terlihat dari kemampuannya membangun komunikasi dengan penonton. Jeda diantara lagu, disinya dengan perbincangan yang hangat. Seperti saat Tulus bercerita tentang lagu “Teman Hidup” yang akan dinyanyikannya.
Menurut pengakuannya, awalnya lagu “Teman Hidup” ragu untuk disertakan pada album pertamanya. Tapi produsernya meyakinkan kalau lagu tersebut layak untuk direkam. “Kalau tidak ada dorongan dari produser, mungkin “Teman Hidup” tidak akan ada pada album manapun…”, demikian penuturan Tulus.
Penampilan Tulus berlangsung kurang-lebih selama 45 menit dengan membawakan 9 lagu. Lagu-lagu Tulus yang sangat saya sukai termasuk dalam lagu-lagu yang dinyanyikannya, lagu-lagu itu adalah: “Jangan Cintai Aku Apa Adanya” (duet bersama Sal Priadi), “Teman Hidup” dan “Sewindu”.
Ah, betapa senangnya!
Sebagai penutup, mari simak video klip lagu “Sewindu”. Lagu ini juga merupakan lagu penutup penampilan Tulus pada Jakarta Jazz Festival 2020.
***
Seandainya saya menyaksikan langsung Java Jazz Festival 2020, sudah pasti penampilan Tulus masuk ke daftar artis yang akan saya tonton penampilannya. Dan, senang sekali rasanya ketika melihat bahwa penampilan Tulus ada dalam daftar yang di tampilkan secara Live Streaming.
Terimakasih kepada Tulus atas 45 menit penampilannya yang keren dan mengesankan.
Terimakasih kepada penyelenggara Java Jazz Festival 2020 atas live streaming-nya, sehingga saya tetap dapat menyaksikan beberapa artis yang tampil selama 3 hari festival berlangsung dari rumah saya di Sukabumi, termasuk penampilan Tulus yang sangat saya nantikan.
Sukabumi, 2 Maret 2020
Catatan:
9 lagu yang dibawakan Tulus, sesuai dengan urutan penyajiannya, sebagai berikut:
- Langit Abu-abu
- Tergila-gila
- Ruang Sendiri
- Jangan Cintai Aku Apa Adanya (duet dengan Sal Priadi)
- Monokrom
- Labirin
- Teman Hidup
- Adu Rayu
- Sewindu
Tulisan Internal Terkait:
- Coopest 2014, “Bertemu Mocca, Tulus dan Raisa di Coopfest“, klik tautan ini.
- Tangsel Jazz Festival 2015, “Tangsel Jazz Festival 2015“, klik tautan ini.
Salut sama Pak Asa yang sampai sekarang masih mengoleksi album fisik para musisi. Dari SD kelas 6 sampai SMP kelas 3 saya sempat punya koleksi kaset yang lumayan, tapi akhirnya tak jual pas kelas 3 SMP. Hehehe… Terus ganti jadi ngoleksi buku sampai sekarang. Jadi, di rak cuma ada beberapa CD: beberapa album kompilasi jazz, 1 album Gugun Blues Shelter, album the best Peterpan, the best the Police, sama Lighthouse Family.
Lagu-lagu Tulus yang album Gajah bikin saya ingat perjalanan keliling Bali 1,5 bulan sekitar akhir 2014 sampai awal 2015 dulu, Pak. Tiap hari, tape di mobil “mirip van” kami memutar lagu-lagunya Tulus. Pas perjalanan berakhir, pada kangen sama lagu-lagunya Tulus yang enak-enak semua itu. 😀
Ah…kenapa koleksi kasetnya dijual Mas? Saya masih simpan koleksi kaset, walaupun sekarang saya tak punya pemutarnya. Saya mulai jarang dan bahkan berhenti membeli kaset sejak ada regulasi yang membuat harga kaset melambung.
Wah ada kenangan juga dengan album Gajah nih. “Jangan Cintai Aku Apa Adanya” lagu yang paling saya suka dari album ini. “Bunga Tidur” cantik juga walau hanya diiringi gitar saja.
Salam,
Kalau nggak salah dulu perlu uang buat apa begitu, Pak. Lagi puber, jadi banyak kegiatan. 😀 Waktu saya remaja dulu, harga kaset Rp10 ribu untuk album musisi dalam negeri dan Rp15 ribu untuk musisi manca. Pak Asa dulu mengalami pas harganya lebih murah, kah? Berapa ya, Pak? Mungkin nanti saya akan cari tape lagi di loakan dan mulai mengoleksi kaset lagi. Hehehe.
Iya, Pak. Lagu yang paling sering kami dengarkan itu yang judulnya “Gajah,” karena ceritanya tentang persahabatan. Sampai hafal dulu, tapi sekarang sudah tak terlalu. 😀
Saya lupa berapa dulu harga kaset, Mas. Saya tidak menemukan bukti-bukti juga pada kaset-kaset koleksi saya karena jarang menuliskan harganya, yg selalu ditulis tanggal pembeliannya.
Tapi saya ketemu 1 kaset yang ada harganya. Kaset vol 1 Ermy Kullit, berjudul Pesona (Pub Musik), saya beli bulan Agustus 1983, harganya Rp 1600,-. Murah banget ya, setara dengan harga 1 batang rokok saat ini…
Rasanya saat itu kaset barat lebih murah, karena ternyata bajakan, barangkali sekitar Rp 1000,-
Salam,
Murah banget, Pak. Kayaknya pas masa saya remaja dulu 1 kaset original bisa untuk bekal sekolah 2 minggu. Hahaha. Sampai bela-belain pulang jalan kaki hanya untuk beli kaset band idola. Tapi, kalau memang belum bisa beli, saya dan teman-teman saling pinjam. Bahkan nggak jarang saya pinjam walkman mereka. 😀
Urusan beli kaset sama ya. Dari uang jajan yang dikumpulkan. Benar juga ada drama pulang sekolah jalan kaki, uang ongkos dikumpulkan. Ah seru ya…
Iya ya dulu kalau kasetnya ga kebeli, kita pinjam kaset ke teman.
Kalau sekarang tinggal copy file saja ya Mas…
Salam,
Memang sekarang terasa lebih mudah, Pak. Tinggal copy saja. Tapi jadinya ya cuma lewat begitu saja. Musisi nggak dapat profit untuk lanjut berkarya, pendengar cuma tahu permukaannya saja.
Pas menikmati musik dengan kaset, saya bisa tahu sampai ke yang detail-detail, Pak. Produsernya siapa, pencipta-pencipta lagunya siapa, di-master di studio mana, sampai siapa desainer sampulnya. Juga, kadang sampai sekarang saya masih inget urutan lagu dalam album, misalnya album Green Day yang Warning. 😀
Iya benar Mas… Jadi ingat lembaran-lembaran sampul kaset. Sampai dituliskan juga lagu dan liriknya.
Cover CD sekarang tak jauh beda. Jadi akhirnya tetep kejar rekaman fisik.
Salam,
Hehehe… Saya pernah juga itu menuliskan liriknya ke buku, Pak. Mungkin karena diulang-ulang itu makanya jadi hafal.
Bicara soal sampul kaset, setiap kali dengar lagu-lagu yang dulu saya punya albumnya, pasti ingat artwork-nya, Pak. Sampai sekarang, kalau dengar lagu Potret yang album diam, saya pasti akan membayangkan kaset bersampul biru langit.
Wah, saya jadi semakin ngebet untuk ngoleksi album fisik. Mudah-mudahan tercapai. 😀
Wah ternyata Pak Asa penggemar tulus juga, kirain syahrini aja Pak, eh syaharani 😀
Banyak penyanyi-penyayi muda yang saya suka. Tapi tetap dengan musiknya yang ada benang merahnya dengan jazz. Tulus salah satunya. Yang lain Mocca, Ardhito Pramono sampai ViraTalisa.
Pokoknya Indonesia Hebat dengan hadirnya musisi-musisi muda yang hebat.
Salam,
Wah, bener-bener penggemar jazz sejati ini. Saya jadi paham kenapa pas Idang Rasjidi pentas di Pemalang dibela-belain datang kemari. Padahal Pemalang itu jauh lebih sepi dan kecil dibandingkan Sukabumi.
Betul Mas, saya ke Pemalang saat itu karena pesona festival jazz-nya…
Tapi sempat juga saya menikmati pagi di Pantai Widuri.
Ah…jadi kangen Pemalang nih Mas.
Salam,
Saya seringnya mendengar suara Tulus di Radio Bahana. Tapi belum ada lagu baru setelah lagu Adu Rayu-nya. 😀
Benar Mas belum ada lagu atau album baru dari Tulus. Sepertinya tahun ini Tulus akan merilis album baru dengan lagu “Adu Rayu” dan “Labirin” yang mungkin akan masuk dalam album berunya tersebut.
Salam,
Aduh, jadi maluuuu karena gak tau lagunya. Mungkin pernah denger tapi saya gak tau bahwa yang nyanyi Tulus. Entar saya coba cari tau deh… siapa tau jadi suka hahaha…
Anyway tadi saya coba videonya tapi kok gak bisa ya? Apa problemnya ada di saya ya??
Barangkali kalau lagu-lagunya suka Mbak dengar di radio atau dimana, tapi gak akrab dengan penyanyinya. Boleh di cek lagu-lagunya di youtube, misalnya, siapa tahu pas dengan selera Mbak.
Wah kenapa ya videonya gak bisa diputar. Saya biasa pakai chrome, barusan saya coba dengan firefox, gak ada masalah Mbak.
Salam,
Wah…keren ya dia…
Kalau buat saya ini menjadi pertunjukan mevvah!
Sudah lama banget ga pernah nonton pertunjukan musik dan kalau bereksempatan, genre musik seperti ini bisa menjadi pilihan. Karena sudha bosan juga dengan musik arrangement DJ 😀
Betul Mbak, Tulus tetap keren dan rasanya fans nya makin banyak.
Tentang menonton pertunjukkan musik, sama Mbak saya juga sudah lama banget tidak lagi menghadirinya. Apalagi sekelas Java Jazz ini yang bagi saya harga tiketnya terasa mahal. Jadi saya cukupkan saja dengan live streaming.
Salam,
Salut dengan koleksi hobinya yang masih disimpan dengan baik.
Musik Tulus ngena di telinga anak muda dan bisa menyentuh penikmat musik anak dulu ya, Kang.
Saya menyimpulkan hal yang sama dengan musiknya Tulus ini Mbak. Anak-anak muda pada suka, orang tua juga suka.
Jadi semacam jembatan antar generasi ya Mbak.
Salam,
Saya lihat juga beberapa teman yang kemarin memotret di Java Jazz.
Kalau Tulus memang musisi hebat, musik dan lagunya ringan tapi bisa masuk ke semua relung hati siapapun pendengarnya, dari usia berapa pun. 🙂
Sepakat dengan pendapat Mbak tentang Tulus. Tua & muda suka dengan musik dan lagu-lagunya.
Saya penasaran dengan album Tulus yang keempat. Entah kapan akan dirilisnya.
Salam,
Kalo gak salah harga tiketnya diatas 500rb nih acara, tapi bisa ketemu idola mah sikatttt
Benar Mas yang mantap memang demikian, berapapun harga tiket, asal masih terjangkau dan demi ketemu idola, kita beli saja.
Saya sementara ini tunggu Tulus saja bulan April besok di Kampoeng Jazz.
Salam,
wah pasti seru banget nih om acaranya.. java jazz selalu memikat
meskipun harga tiketnya mahal hehe
salam arenapublik.com
Benar Mas tiketnya mahal untuk ukuran kantong saya nih. Makanya saya puaskan saja dengan menonton via live streaming…
Terima kasih komentarnya Mas.
Salam,