Banyak album-album yang telah dirilis oleh berbagai penyanyi dan musisi yang berisikan interpretasi atas lagu-lagu lama. Tentu saja interpretasi ini sesuai dengan aliran musik atau genre yang dianut oleh penyanyi dan musisi tersebut. Setidaknya pernyataan saya ini dapat dibuktikan bila berkunjung ke toko-toko yang menjual rekaman-rekaman musik. Disana dapat kita temukan berbagai album yang saya maksudkan itu.
Kelompok musik Shadow Puppets Quartet apakah terbawa oleh arus ini? Adakah sesuatu yang unik pada album yang mereka rilis ini?
Demikian saya berpikir ketika saya menerima kabar dirilisnya album bertajuk Indonesian Songbook yang dipersembahkan oleh grup band Shadow Puppets Quartet yang menampilkan penyanyi senior Harvey Malaiholo sebagai penyanyi yang membawakan lagu-lagu lawas pada albumnya tersebut.
***
Keunikan Album Indonesian Songbook
Terus terang saya belum banyak mengenal grup band Shadow Puppets Quartet ini dan bahkan saya belum pernah menyaksikan penampilan grup ini pada berbagai festival jazz yang telah saya hadiri.
Shadow Puppets Quartet ini adalah grup band yang ber-genre jazz. Dari berbagai sumber yang saya temukan, mereka kerap memainkan komposisi-komposisi jazz standar dalam berbagai penampilannya.
Shadow Puppets Quartet terdiri dari 4 orang personil. Mereka adalah Irsa Destiwi, yang berperan sebagai penata musik dan pemain piano, Robert MR pada gitar akustik dan elektrik juga sebagai penata musik, Kevin Yosua memegang akustik dan elektrik bass dan Ignatius Andrianta bermain drums. Saya pribadi cenderung memandang Irsa Destiwi dan Robert MR sebagai motor penggerak Shadow Puppets Quartet.
Saya tidak tahu kenapa mereka menamakan grup band-nya dengan Shadow Puppets. Mungkin semacam citra mengenang pertunjukkan wayang kulit yang populer dikalangan masyarakat pada masa lalu dan bahkan masih juga dipertunjukkan pada masa sekarang ini.
Adapun Harvey Malaiholo saya mengenalnya dengan baik lewat lagu-lagunya yang populer di tahun 80-an. Harvey Malaiholo yang kerap membawakan lagu-lagu bertema cinta ini saya kenal lewat album-albumnya yang digarap oleh musisi Ireng Maulana.
Harvey Malaiholo yang juga dikenal sebagai penyanyi jazz ini, selama 40 tahun karir musiknya belum pernah mengeluarkan album yang berformat genre jazz. Justru melalui album Indonesian Songbook inilah untuk pertama kalinya Harvey Malaiholo secara khusus bernyanyi dengan nuansa jazz dari setiap lagu yang ada pada album ini.
Dan inilah keunikan album Indonesian Songbook, lagu-lagu yang disampaikan pada album ini keseluruhannya diaransemen dengan format genre jazz. Keunikan lainnya, album Indonesian Songbook ini khusus mempersembahkan lagu-lagu Indonesia yang populer pada era 1950-an saja.
Keunikan-keunikan itulah yang membedakan album Indonesian Songbook dengan album-album rekaman lagu lawas yang dirilis oleh penyanyi dan musisi lainnya.
CD Album Indonesian Songbook
Cover cd album Indonesian Songbook ini diberi warna yang memberikan sentuhan ceria. Hal yang mungkin ingin menggambarkan keceriaan era 50-an dengan hadirnya kebebasan bagi seniman-seniman musik untuk berkarya.
Pada cover depan, selain judul album, juga disertakan susunan tiga potret, masing-masing potret pada satu tuts piano yang berwarna hitam, dengan Irsa Destiwi pada potret teratas, disusul oleh potret Robert MR dan kemudian potret Harvey Malaiholo pada potret terbawah. Sedangkan pada cover belakang terdapat rangkaian 10 lagu yang ditampilkan pada album ini berikut dengan nama komposer dari setiap lagu tersebut.
Ketika membuka album tersebut, pertama saya temukan potret Harvey Malaiholo yang ekspresif dengan format hitam-putih di sebelah kiri dan piringan cd pada sebelah kanan. Potret Harvey Malaioholo itu merupakan halaman depan dari booklet yang berisikan lagu-lagu yang ditampilkan dalam album ini, lengkap dengan lirik lagunya, penciptanya dan penata musik untuk lagu tersebut.
Pada pertengahan booklet, saya melihat potret Irsa Destiwi dan Robert MR. Lagi, potret ini ditampilkan dalam format hitam-putih yang memberikan kesan dan nuansa masa lalu.
Karena album ini saya pesan secara on-line dari situsnya Shadow Puppets, secara khusus melalui e-mail saya minta agar album ini dibubuhi tandatangan. Entah ini hanya karena permintaan saya saja, atau berlaku juga bagi setiap cd album yang dipesan, pada lembaran booklet saya menemukan tandatangan Harvey Malaiholo, Robert MR dan Irsa Destiwi. Ah, betapa senangnya…

Dan, kini saatnya saya menyimak satu demi satu lagu dari 10 lagu yang disajikan pada album Indonesian Songbook yang diproduksi oleh sekolah musik D’Jazz Music School.
Kandungan Lagu-lagu Album Indonesian Songbook
Kesepuluh lagu yang dipersembahkan pada album Indonesian Songbook ini sungguh merupakan khazanah musik era 50-an yang indah dan nyaman di telinga. Dengan genre jazz yang mengiringi setiap lagu, lagu-lagu era 50-an ini ternyata merupakan materi jazz yang baik yang, katakanlah, dapat merupakan jazz standar a la Indonesia. Tak berlebih bila kelak pada berbagai panggung jazz, musisi-musisi jazz Indonesia tidak hanya bangga bisa membawakan lagu-lagu jazz standar semacam Route 66 atau Take The A Train, namun juga membawakan lagu-lagu jazz standar seperti yang digagas oleh Shadow Puppets Quartet lewat lagu-lagu yang ditampilkan pada album ini.
Dari 10 lagu pada album ini, saya sangat terkesan dengan keindahan dan penataan musik yang baik setidaknya dari keempat lagu ini, masing-masing lagu Siapa Namanya?, Nurlela, Biduk Kasihku dan Puspa Melati Juwita.
Lagu Siapa Namanya? diciptakan oleh Ismail Marzuki (1914 – 1958). Lagu ini merupakan lagu pertama yang ditampilkan dalam album ini. Irsa Destiwi, pengaransir lagu ini, memberikan sentuhan berbeda pada lagu ini dengan menuliskan pembukaan – atau apa yang dikenal dengan sebutan introductory verse – sebelum memasuki bagian asli lagunya. Bila mendengar introductory verse ini, pendengar akan bertanya-tanya, lagu apakah yang akan disampaikan.
Lagu Nurlela sepertinya menggambarkan keriangan remaja pada era 50-an. Lagu yang diciptakan oleh Bing Slamet (1927 – 1974) ini menceritakan tentang gadis bernama Nurlela yang cantik, riang, pandai menyanyi dan menari yang memikat banyak hati pemuda. Lagu bertempo cepat yang diaransir oleh Robert MR ini seakan mengajak pendengar untuk turut menari atau setidaknya menggoyangkan kepala.
Lagu Biduk Kasihku yang diciptakan oleh Mochtar Embut (1934 – 1973) adalah lagu cinta yang syahdu. Lagu tentang kisah cinta yang terpendam ini menceritakan tentang kenyataan pahit dengan tetap terpendamnya perasaan cinta yang semakin dalam yang digambarkan bagaikan biduk yang karam, seperti disampaikan dalam lirik lagu tersebut,
Ah tak kusangka,
Bidukku tenggelam,
Jauh ke dalam,
Laut biru kelam.
Makin dalam yakinku,
Sedalam biduk yang karam,
Demikian kasihku,
Yang lama terpendam…
Lagu Biduk Kasihku dibuka dengan petikan gitar akustik Robert MR yang lembut, disusul oleh alunan vokal Harvey Malaiholo yang demikian penuh penghayatan. Menyimak lagu ini dari awal hingga akhir, tak ragu saya menyimpulkan kalau Biduk Kasihku ini benar-benar lagu cinta yang teramat romantis.
Lagu Puspa Melati Juwita merupakan lagu terakhir pada album ini. Lagu yang diciptakan oleh Iskandar (1920 – 1978) ini pada masanya ditampilkan dalam format orkestra dengan banyak menyertakan alat musik tiup.
Uniknya, pada lagu Puspa Melati Juwita ini disampaikan intro yang berasal dari track orisinil lagu ini. Track orisinil sepanjang 40 detik ini memperdengarkan bagaimana lagu ini disampaikan dahulu dengan gaya swing penuh berhias nada-nada yang dihasilkan oleh alat musik tiup.
Demikian juga dengan Puspa Melati Juwita yang disampaikan dalam album ini. Shadow Puppets Quartet menyertakan Donny Koeswinarno pada tenor sax dan Eugen Bounty yang memainkan clarinet dan alto sax. Kehadiran mereka berdua ini memberikan cita rasa orkestra pada lagu ini.
***
Menyimak lagu-lagu era 50-an dalam album Indonesian Songbook yang dipersembahkan oleh Shadow Puppets Quartet dan Harvey Malaiholo ini menimbulkan kepenasaran saya. Kepenasaran yang sederhananya berupa satu pertanyaan saja, kapan saya dapat menyaksikan langsung penampilan mereka di panggung?
Untuk sementara rasa penasaran saya itu sedikit terobati setelah menyaksikan video mereka di youtube saat mereka tampil pada konser yang bernama Music Works Release Concert yang digelar di I Can Studio Live.
Tayangan video yang berdurasi cukup panjang ini, sekitar 80-an menit, yang dibuka oleh Lucy Willar (@iluwi) dan dipandu oleh Widyasena Sumadio (@widyasena), tidak hanya menampilkan 6 lagu yang terdapat dalam album Indonesian Songbook, tapi juga berisi perbincangan yang menarik yang menjelaskan konsep dan harapan atas dirilisnya album ini.
Untuk menyimak tayangan videonya, sila klik link ini.
***
Album Indonesian Songbook karya Shadow Puppets Quartet bersama Harvey Malaiholo ini boleh dikatakan sebagai langkah awal “penggalian” harta terpendam hasil karya komposer tanah air yang disajikan dan ditata dalam format genre jazz.
Sepakat dengan apa yang diungkapkan oleh Harvey Malaiholo pada sesi bincang-bincang di I Can Studio Live, bahwa banyak lagu-lagu lama yang dapat dijadikan materi jazz yang baik. Hal ini dapat dibuktikan dari sepuluh lagu era 50-an yang tertuang pada album Indonesian Songbook ini.
Tentu saja saya menantikan “penggalian-penggalian” lainnya dari Shadow Puppets Quartet. Mungkin era 50-an pun belum selesai, atau akan loncat ke era 60-an? Atau ke era 70-an?
Terus berkarya Shadow Puppets Quartet dan Harvey Malaiholo. Sukses selalu…
Sukabumi, 2 Desember 2015
sampulnya keren asli, sbnrnya saya sama sekali g paham soal musik era 50an, tapi setelah baca tulisan mas kok jadi penasaran, pengen liat videonya
Saya kenal beberapa lagu era 50-an, namun di album ini saya menemukan lagu-lagu lainnya pd era itu yang rupanya sangat enak untuk disimak.
Salam,
Saya penasaran pak sama album ini! Di mana ya bisa dibeli, kemarin ke salah satu jaringan toko CD yang dulu terkenal sekarang sudah gak ada yang baru CDnya.. 😦
Itulah Mas, saya juga tak menemukan album ini di gerai CD disini. Akhirnya saya pesan OL via situsnya langsung. Sila cek di situsnya di shadowpuppetsquartet(dot)com
Salam,
Keren, di sampul cdnya dapet tanda tanggan musisinya ya.
Saya terkesan juga dgn kesediaan mereka menandatangani albumnya ini. Sungguh menyenangkan…
Salam,
Saya sudah lihat videonya di youtube, lagu di wajahmu kulihat bulan, yang pertunjukkan I Can Studio Live. Enak nih lagu sambil ngopi sore, 🙂
Suka dgn lagu Di Wajahmu Kulihat Bulan ya Mas? Khas lagu ciptaan Mochtar Embut, sendu syahdu dan romantis seperti juga lagu Biduk Kasihku itu…
Salam,
wah saya mah cuma tahu Harvey saja , bukan penggemar jass
Harvey memang salah satu penyanyi terkenal dan banyak yg suka. Kalau jazz, itu masalah selera saja ya Mbak, jadi wajar saja bila Mbak tidak menggemarinya.
Salam,
Kalau lagu th 50 saya mah blas ga tahu, 80 an baru sedikit sedikit kenal.
Saya hanya kenal beberapa saja lagu era 50-an Mas. Melalui album ini jadi tambah lagu-lagu era 50-an yang saya tahu.
Salam,
wah asyikk bener … dapat cd album yang ada tandatangan-nya
bisa jadi most wanted collectible item tuh …. 🙂
Betul sekali Mas…
Salam,
Dulu ibu dan Bapak saya punya koleksi cassette lagu Nurlela, Pak. P Ramlee juga. Setuju lagu2 tersebut enak banget di dengar 🙂
Wah rekaman asilinya ya Mbak? Masih ada kasetnya Mbak? Benar2 koleksi langka,,,
Salam,
Akuuuu terpesona Pak De, kayaknya lagu-lagu lama ini cukup melegenda dan terkenang sekali, masalah kualitas vokal tak diragukan lagi 😀
Iya Mas, ini album yang mantaps banget. Lagu2 lawas yang melegenda ini masih tetap enak disimak…
Salam,
Wah tahun 50an? Penasaran pengen denger lagu dari zaman ituuuu
Sila disimak Mbak biar tuntas kepenasarannya…
Salam,
Siap laksanakaan. Tapi memang lagu2 lawas enak buat dibikin jazz yah