Filateli: Jendela Menatap Masa Lalu

Filateli menjadi semacam jendela menatap masa lalu, demikian saya simpulkan ketika menatap lembar demi lembar prangko yang terkumpul dalam satu buku album prangko usang yang saya miliki. Lembaran prangko itu saya ibaratkan jendela kecil, menatapnya lebih lama tergambar peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian penting yang terjadi di masa lalu.

Pikiran saya menerawang, sedemikian hebatkah makna satu kegemaran berbentuk filateli yang banyak mengatakan kini terancam punah akibat dari desakan perkembangan teknologi yang sangat memudahkan dalam mengirim dan menerima pesan baik melalui surat elektronik, media sosial maupun ponsel?

Demikian yang ada dalam pikiran saya saat asik membuka lembar demi lembar album prangko dan menatap satu demi satu prangko yang tersimpan dan terkumpul disana.

***

Tentang Filateli dan Hari Filateli Nasional

Penasaran dengan dunia Filateli dan perkembangannya, saya googling dan menemukan informasi menarik seputarnya. Secara ringkas, saya tuliskan dibawah ini.

Filateli sendiri berasal dari bahasa Yunani, philos dan atelia. Philos artinya teman, sedangkan atelia artinya bebas biaya. Secara harfiah dapat diartikan membebaskan teman dari biaya pos yang diwujudkan dalam prangko yang telah dibayar oleh si pengirim. Karena konon sebelum metode ini ditemukan biaya pos itu ditanggung oleh si penerima.

Dalam perkembangan selanjutnya, kini filateli lebih menunjuk kepada kegemaran seseorang mengumpulkan prangko dan benda-benda pos lainnya. Sedangkan filatelis berarti orang yang gemar mengumpulkan benda-benda filateli. Tapi bukan hanya gemar, ia juga mempunyai pengetahuan yang mendalam akan benda-benda filateli yang dikumpulkannya.

Di negara kita telah ditetapkan tanggal 29 Maret sebagai Hari Filateli Nasional oleh komunitas penggemar filateli yang tergabung dalam Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI), ditetapkan pertama kali pada tahun 2006. Penetapan tanggal tersebut diresmikan pada saat berlangsung FIAP EXCO (Federation of Inter-Asian Philately; Executive Committee) Meeting di Yogyakarta, yaitu sebuah pertemuan tingkat tinggi federasi organisasi filatelis se-Asia Pasifik.

Penetapan tanggal 29 Maret sebagai Hari Filateli Nasional diambil berdasarkan lahirnya organisasi pertama para penggemar prangko pada masa Hindia Belanda yaitu Postzegelverzamelaar Club Batavia (PCB) berkedudukan di Batavia, kini Jakarta, yang mendapat pengesahan dari penguasa Hindia Belanda pada 29 Maret 1922.

Saya bukan Filatelis

Saya bukan Filatelis, saya hanya pengumpul prangko saja dan terlalu berlebihan bila mengaku diri sebagai seorang filatelis. Prangko-prangko yang saya kumpulkan hanya berupa prangko-prangko bekas yang saya lepas dari amplop saat menerima surat. Kegiatan sederhana yang akhirnya menjadi semacam kegemaran ini berlangsung di akhir tahun 70-an saat saya duduk di bangku SMP.

Saat itu memang Pak Pos yang bersepeda dan khas dengan suara kring-kring bel sepedanya seringkali mampir di rumah. Surat-surat yang diterima berasal dari sahabat pena saya dan juga dari Bapak yang bekerja di Jakarta.

Walau bapak pulang seminggu sekali ke Sukabumi, tapi Bapak rajin berkirim surat kepada Emak dari tempat kerjanya di Jakarta. Biasanya di pertengahan minggu, surat dari Bapak sampai ke rumah. Hal ini dapat dipahami karena berkirim surat melalui pos merupakan cara berkomunikasi jarak jauh yang murah dan efektif pada tahun 70-an.

Dari amplop-amplop surat itulah saya menggunting keliling area prangko. Guntingan-guntingan ini kemudian saya rendam dengan air hangat untuk melepas prangkonya. Prangko-prangko yang sudah terlepas dari guntingan amplopnya masih dalam keadaan basah. Prangko-prangko basah tersebut kemudian saya taruh diatas lembaran koran bekas, untuk kemudian dijemur beberapa saat sampai prangko-prangko tersebut kering.

Begitulah kurang lebih apa yang saya lakukan setelah guntingan-guntingan prangko tersebut sudah cukup banyak jumlahnya.

Membeli Album Prangko

Untuk beberapa saat prangko-prangko kering ini saya simpan dalam kantung plastik kecil. Mulanya saya kebingungan dengan jumlah prangko yang semakin banyak, sampai saya mendapat informasi bahwa ternyata ada yang namanya album prangko, Stamp Album, yang berfungsi untuk menyimpan koleksi prangko.

Akhirnya saya membeli sebuah album prangko pada 7 Mei 1979, seperti tertulis pada bagian belakang jilid album prangko tersebut.

Album Prangko, kini berusia 41 tahun

Album prangko, yang kini usianya sudah 41 tahun, tampak usang dengan warna birunya yang sudah memudar. Pada album prangko ini tersimpan prangko-prangko koleksi saya mulai dari saya mengoleksi prangko pada akhir tahun 70-an sampai dengan prangko terakhir yang bertahun 2001.

Pada setiap lembar album prangko yang berukuran 12.5 cm x 17.5 cm terdapat 5 baris plastik tempat menyimpan prangko dengan cara menyisipkan. Per baris plastik dapat menyimpan 3 sampai 4 lembar prangko sesuai dengan ukuran prangko.

Antara lembar satu dan lembar berikutnya terdapat semacam lapisan kertas tembus pandang. Lapisan kertas ini menjamin tidak terjadinya gesekan antar permukaan prangko yang tersimpan pada setiap lembarnya.

Koleksi Prangko yang Saya Miliki

Saya berusaha menyusun prangko-prangko dalam setiap lembar album prangko berdasarkan tema prangko-prangko tersebut. Namun pada beberapa lembar, tema ini bercampur dengan tema lainnya karena tidak tersedia prangko lagi untuk tema tertentu.

Mari telusuri lembar demi lembar album prangko milik saya dan melihat prangko-prangko yang tersimpan di dalamnya.

Seri Prangko Presiden Soeharto

Seperti diketahui, Presiden Soeharto – atau selanjutnya saya sebut dengan panggilan akrabnya, Pak Harto – adalah Presiden Indonesia kedua. Pak Harto menjabat sebagai presiden sejak 12 Maret 1967 sampai dengan kejatuhannya pada 21 Mei 1998.

Ini koleksi prangko seri Pak Harto yang saya miliki.

Filateli, Seri Prangko Presiden Soeharto
Seri Prangko Presiden Soeharto

Pada 5 baris prangko Pak Harto, terlihat perubahan pada wajah Pak Harto setiap periode 10 tahun.

Pada 2 baris pertama, terlihat wajah Pak Harto yang masih terlihat muda. Sayang sekali prangko-prangko ini tidak bertanda angka tahun. Barangkali ini wajah Pak Harto pada tahun 70-an, mengingat wajah Pak Harto pada baris berikutnya.

Pada baris ke-3 sampai baris terakhir, kecuali 1 prangko pada ujung kanan baris terakhir, prangko-prangko ini bertanda tahun 1980 sampai tahun 1986. Dapat disimpulkan ini potret wajah Pak Harto pada tahun 80-an.

Satu prangko Pak Harto pada ujung paling kanan baris ke-5 bertanda tahun 1993, berarti ini wajah Pak Harto pada tahun 90-an. Kelak 5 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1998, Pak Harto jatuh dari tampuk kekuasaannya.

Seri Prangko PELITA

Pada masa pemerintahan Pak Harto, atau disebut juga sebagai Orde Baru, disusun rencana pembangunan yang setiap periode tahapannya berlangsung selama 5 tahun. Rencana pembangunan ini disebut REPELITA, atau Rencana Pembangunan Lima Tahun, dengan setiap tahapnya memiliki targetnya masing-masing.

Repelita ini pada masyarakat luas akhirnya diperkenalkan dengan populer sebagai PELITA, atau Pembangunan Lima Tahun. Sebagai catatan, PELITA I dimulai pada tahun 1969 sampai dengan tahun 1974. Demikian selanjutnya dengan berjarak 5 tahun untuk setiap tahapan Pelita.

Dibawah ini koleksi prangko seri Pelita, tanpa tanda tahun diterbitkannya. Saya menyusun prangko-prangko ini mulai dari harga yang termurah Rp 5,- sampai dengan harga prangko yang termahal yaitu Rp 150,-.

Filateli, Seri Prangko PELITA
Seri Prangko PELITA

Prangko-prangko pada lembar berikutnya adalah seri prangko Pelita IV (periode 1984 – 1989), Pelita V (periode 1989 – 1994) dan Pelita VI (periode 1994 – 1999).

Filateli, Seri Prangko PELITA IV, V dan VI
Seri Prangko PELITA IV, V dan VI

Pada prangko-prangko tersebut dituliskan target yang akan dicapai pada tahan Pelita tesebut. Seperti pada prangko Pelita IV dituliskan target Pelita tersebut mulai dari Program Wajib Belajar, Swasembada Pangan sampai dengan Industri Pesawat Terbang.

Sedangkan pada prangko Pelita V tertulis target Pelita-nya mulai dari Memasyarakatkan Olahraga dan Mengolahragakan Masyarakat, Sarana Perhubungan Darat Indonesia bagian Timur sampai dengan Alih Teknologi.

Namun pada prangko Pelita VI – lihat prangko pada baris ke-5 pojok kanan – tidak dituliskan target yang ingin dicapainya.

Seri Prangko Peringatan 100 Tahun

Tidak banyak prangko seri Peringatan 100 Tahun ini hanya terdiri dari Peringatan 100 Tahun R.A. Kartini (1879 – 1979), peringatan Presiden Indonesia I, Soekarno pada seri 100 Tahun Bung Karno – Penyambung Lidah Rakyat Indonesia ( 1901 – 2001), 100 Tahun Gunung Krakatau Meletus (1883 – 1993) dan Peringatan 100 Tahun Paleoantropologi Indonesia (1889 – 1989).

Filateli, Seri Prangko Peringatan 100 Tahun
Seri Prangko Peringatan 100 Tahun

Seri Prangko Flora

Bunga-bunga yang cantik diabadikan juga pada prangko, beberapa diantranya terlihat pada prangko-prangko yang terdapat pada lembar ini.

Beberapa bunga ditulis namanya dengan menyertakan nama latin-nya. Prangko tertua ada pada prangko bunga Vanda Putri Serang, bertahun 1976, disisipkan pada baris pertama paling kiri.

Filateli, Seri Prangko Flora
Seri Prangko Flora

Seri Prangko Fauna

Seperti halnya seri prangko Flora, prangko seri Fauna menyertakan juga nama latin untuk binatang-binatang yang di tampilkan sebagai gambar pada prangko tersebut.

Prangko tertua adalah prangko bergambar Sambar, atau Cervus Unicolor, bertanda tahun 1978.

Filateli, Seri Prangko Fauna
Seri Prangko Fauna

Seri Prangko Kejadian Penting

Prangko-prangko pada lembar ini beragam temanya. Mulai dari prangko Sensus Penduduk tahun 1980, Sensus Pertanian tahun 1983, Gerhana Matahari Total yang terjadi pada Juni 1983 sampai dengan prangko Pemilu 1987.

Filateli, Seri Prangko Kejadian Penting
Seri Prangko Kejadian Penting

Seri Prangko Olahraga

Melalui prangko seri Olahraga ini kita dapat mengetahui bahwa Thomas Cup XI berlangsung dari 24 Mei – 2 Juni 1979 di Jakarta, Sea Games ke-10 (1979) dan Sea Games ke-14 (1987) dilangsungkan di Jakarta dan PON XI (1985) dan PON XII (1989) berlangsung di Jakarta.

Selain itu kita mendapat informasi bahwa Piala Dunia Sepak Bola 1978 berlangsung di Argentina dan Olimpiade XXV berlangsung di Barcelona pada tahun 1992

Filateli, Seri Prangko Olahraga
Seri Prangko Olahraga

Seri Prangko Garuda Indonesia dan Lain-lain

Prangko seri Garuda Indonesia Airways menuliskan dengan jelas tanggal kelahiran armada penerbangan ini yaitu pada tanggal 26 Januari 1949.

Prangko seri Garuda terdiri dari prangko Garuda (1979), 40 Tahun Garuda Indonesia (1989) dan 50 Tahun Garuda Indonesia (1999).

Filateli, Seri Prangko Garuda Indonesia dan Lain-lain
Seri Prangko Garuda Indonesia dan Lain-lain

Pada lembar ini juga terdapat prangko Peringatan 25 Tahun Konfrensi Asia – Afrika (1980), prangko 40 Tahun PBB (1985), Peluncuran Satelit Komunikasi Palapa B2 Pengganti (1987) dan Satelit Palapa C (1995).

Selain itu juga terdapat 4 lembar prangko dengan pakaian tradisional dengan 2 prangko seri Pakaian Pengantin dan 2 prangko seri Tari Tradisional.

Filateli, Seri Prangko Pakaian Tradisional
Seri Prangko Pakaian Tradisional

Seri Prangko Saudi Arabia

Pada periode tahun 1978 – 1979 selama setahun Bapak ditugaskan di Saudi Arabia untuk menangani proyek pemasangan jaringan telepon di negara tersebut.

Prangko seri Saudi Arabia, yang berasal dari amplop surat yang Bapak kirimkan ke rumah, menjadi bentuk kenangan saya tidak bertemu dengan Bapak selama satu tahun.

Filateli, Seri Prangko Saudi Arabia
Seri Prangko Saudi Arabia

Seri Prangko Negara-negara Lain

Prangko seri Negara-negara lain ini saya dapatkan dari Bapak. Saya suka minta prangko bekas dari negara-negara yang kebetulan berkorespondensi dengan perusahaan tempat Bapak bekerja.

Pada lembar ini terdapat prangko dari beberapa negara antara lain Singapura, Malaysia, Brunei, China dan Jepang. Namun yang paling banyak adalah prangko dari negara Turki.

Filateli, Seri Prangko Negara-negara Lain
Seri Prangko Negara-negara Lain

Dari sekian banyak prangko pada album prangko saya terdapat satu prangko yang usianya paling tua. Prangko ini bergambar pertempuran di Batua yang terjadi pada 8 September 1948. Prangko ini bertanda tahun 1975.

Ini prangko pertempuran di Batua yang telah berusia 45 tahun!

Filateli, Prangko Pertempuran di Batua, bertahun 1975, berusia 45 tahun
Prangko Pertempuran di Batua, bertahun 1975, berusia 45 tahun

Kegiatan saya mengumpulkan prangko bekas berakhir pada tahun 2000-an saat berkirim surat lewat pos sudah sangat jarang dilakukan.

Prangko seri 100 Tahun Bung Karno yang terbit pada tahun 2001 merupakan prangko terakhir yang menutup kegemaran filateli yang telah saya jalani sejak akhir tahun 70-an.

***

Jejak-jejak masa lalu salah satunya dapat ditelusuri melalui prangko-prangko, sehingga secara sederhana saya menyimpulkan bahwa prangko-prangko ini dapat menjadi semacam jendela untuk menatap masa lalu.

Masa berlalu, perkembangan teknologi demikian pesat, sehingga kini berkirim pesan dapat dilakukan dengan sangat mudah. Tidak seperti masa lalu saat berkirim pesan hanya dapat dilakukan melalui surat, dan mengirimkannya melalui jasa pos dengan menempelkan prangko secukupnya. Kini berkirim pesan hanya tinggal klik tombol send saja.

Dengan semakin mudahnya berkirim pesan dan bahkan tak lagi membutuhkan jasa pos – yang notabene prangko juga tak lagi diperlukan – apakah kegemaran mengumpulkan prangko dan benda-benda pos, atau Filateli, akan punah?

Sukabumi, 10 Maret 2020

Catatan Tambahan tentang 100 Tahun Bung Karno :

Di Belanda, Peringatan 100 Tahun Bung Karno bahkan diperingati pula dengan terbitnya buku biografi singkat Bung Karno karya Prof. Bob Berthy Hering dengan disertai 100 foto yang disusun secara kronologis, diantaranya terdapat foto-foto yang jarang ditemukan dalam terbitan-terbitan lain mengenai Bung Karno. Buku ini ditulis dalam dua bahasa, yaitu bahasa Belanda dan bahasa Inggris.

11 tahun kemudian, tepatnya pada April 2012, buku ini baru diterbitkan di Indonesia dalam bahasa Indonesia oleh Kompas. Pada buku edisi bahasa Indonesia ditambahkan beberapa foto sehingga keseluruhan foto menjadi 125 foto. Buku tersebut berjudul Soekarno Arsitek Bangsa.

Bob Hering, "Soekarno Arsitek Bangsa", Kompas, 2012
Bob Hering, “Soekarno Arsitek Bangsa”, Kompas, 2012

67 respons untuk ‘Filateli: Jendela Menatap Masa Lalu

Add yours

  1. Waaaah saya familiar nih sama perangko baju adat..secara SD di daerah IDT dulu hahahah jadi langganan majalah BOBO dan interaksi sama sahabat pena pun dianter pak Pos dan lumayan sering pake perangko
    *BRB ngubek2 album foto yg ada perangkonya*

    1. Nah, melihat gambar di prangko jadi terkenang masa kecil dulu ya Teh?
      Saya pernah juga langganan majalah BOBO, tapi pas SMP saya pindah ke KAWANKU. Dari majalah-majalah itu saya mendapat beberapa sahabat pena. Cuma sayang aktivitas bersahabat pena berakhir ketika saya di SMA.

      Masih ada koleksi prangkonya, Teh? Kalau ada, share dong di blog.

      Terimakasih komentarnya, Teh.

      Salam,

  2. Koleksinya lengkap sekali, Pak 🙂
    Saya dulu di rumah ada 2-3 album seperti itu, sayang sekali mungkin sudah lebih dari 6 tahun tidak dibuka, takutnya jamuran atau rusak, padahal di situ ada perangko dari Hindia Belanda (circa 1935), hasil tukeran dengan perangko zaman kemerdekaan.

    Penggunaan perangko dan alat pos lainnya mungkin akan punah suatu saat, tapi saya rasa tidak untuk koleksi perangko, karena ini merupakan bagian dari sejarah.

    1. Keren Mas sampai punya prangko zaman Hindia Belanda tahun 1935. Sudah tua banget ya usianya. Kalau sempat bongkar lagi koleksi perangkonya Mas. Sayang kalau dibiarkan begitu saja.

      Saya harap demikian juga dg prangko ini Mas. Walau mulai sangat jarang digunakan tapi tetap diterbitkan.

      Sukses selalu di Amsterdam ya Mas.

      Salam,

  3. Waktu rumah kami direnov, album prangko punya ibu saya tak sempat saya selamatkan, sekarang entah tak tahu kemana pak… sedih juga karena itu kenang2an dari ibu saya…

    1. Saya sedih juga membaca cerita Mas tentang album prangko milik ibunya ini, padahal disana pasti tersimpan prangko-prangko lama yang bernilai sejarah…

      Salam,

  4. Dulu saya banyak hobi koleksi prangko seperti gambar diatas. Kalau yang seri pak Harto ada cuma nggak banyak. Sekarang entahlah pada kemana lupa menaruhnya pas pindahan rumah. 😊😊

    Sekarang sudah jarang memang trend prangko yaa mas.😊😊

    https://satriamwb.blogspot.com

    1. Yahhh…hilang dong Mas koleksi prangkonya? Sayang sekali…

      Iya benar, penggunaan prangko semakin terbatas dengan kemajuan teknologi seperti saat ini.

      Terima kasih komentarnya Mas

      Salam,

  5. Saya dulu pernah pakai perangko tapi tidak koleksi, soalnya waktu itu kalo mau kirim surat kan harus pakai perangko.

    Banyak sekali ya pak koleksinya, dari perangko pak Harto, koleksi 100 tahun peringatan, flora, fauna, sampai hari yang spesial seperti gerhana matahari tahun 1983 juga ada, luar biasa menurutku dan sudah cukup dibilang filatelis.

    Dengan perangko, kita juga bisa dibilang melihat sejarah masa lalu ya, terutama sejarah negara tercinta ini, tahun ini begini tahun ini begitu dll.

    Saya jadi tahu kalo ternyata harga perangko itu dulu murah ya, ada yang harganya cuma 5 rupiah atau 50 rupiah, tapi kalo diuangkan zaman sekarang mungkin sekitar 5 ribu kali ya pak.

    1. Iya Mas dulu zaman surat-suratan melalui jasa pos, prangko ini memang jadi suatu keharusan. Namun kini surat-menyurat tidak lagi membutuhkan jasa pos ya, karena kemajuan teknologi.

      Dulu hanya mengumpulkan prangko bekas saja Mas, namun sekarang baru menyadari ternyata dalam prangko tersebut tersurat juga catatan-catatan sejarah yang menarik untuk disimak kembali.

      Mungkin iya juga kalau 5 rupiah dahulu setara dengan 5 ribu saat ini. Tapi saya gak tahu pasti tentang hal ini, Mas.

      Terima kasih atas komentarnya.

      Salam,

      1. Kalo tidak salah, tiap perangko kan nanti di stempel, jadinya kalo pakai perangko bekas nanti ketahuan karena ada stempelnya, tapi ntah juga ya, soalnya aku ngga terlalu ingat perangko. Sekarang memang surat sudah digantikan dengan SMS atau email atau chatting, tapi kantor pos tetap berjalan ya.

        Sekarang malah berharga ya perangko, harganya mungkin juga menjadi mahal karena nilai sejarahnya. Katanya perangko gambar pak Karno yang dulu 20 sen kini harganya bisa sampai 5 juta.😃

        1. Betul Mas, tiap prangko di stempel oleh pihak Pos. Kadang-kadang stempel ini gak terlalu nyata, kadang suka iseng menghapus stempel, prangko itu bisa dipakai untuk ngirim surat lagi… *keisengan zaman SMP yang gak baik banget…hehehe*

          Zaman sudah berubah Mas. Sudah gak zaman lagi berkirim surat manual dengan menggunakan jasa Pos. Layanan pos tetap ada, dengan layanan-layanan baru.

          Luar biasa ya harga prangko pak Karno bisa sampai 5 juta begitu…

          Salam,

  6. jadi ingat masa lalu …. saat SD saya ikut2-an teman koleksi perangko, mungkin saat itu koleksi perangko termasuk kegiatan “kekinian” … haha, umumnya koleksi saya yang seri Soeharto, seri perangko lainnya terutama yang luar negri saya beli di toko buku termasuk buku perangkonya ….
    wah sayang… sekarang tidak tahu dimana keberadaan buku itu … mungkin sekarang harganya jadi mahal ya …. hahaha .. ngarep

    salam dari Jakarta

    1. Jadi saat di SD itu ada beberapa teman yang suka koleksi prangko ya Mas? Ah senang sekali. Saat saya mengumpulkan prangko ini, saya gak menemukan teman satu sekolah yang mempunyai kegemaran yang sama.

      Duh Mas, coba buku prangkonya bisa ditemukan kembali ya, jadi bisa berbagi juga dalam tulisannya di blog.

      Terima kasih komentarnya, Mas.

      Salam,

  7. Aduhhhh saya jadi merasa menyesal karena kehilangan album2 perangko koleksi dulu. Sama sih, memang bukan filateli, tapi mengumpulkan perangko bekas adalah “sesuatu” pada saat itu. Sungguh berkesan perjuangan itu…..
    Coba kucari ya, bongkar2 lagi di rumah Medan, siapa tahu terselip…

    1. Mengumpulkan prangko bekas pakai memang mengasikan ya Mbak. Setidaknya dulu itu dirasakan saat melakukannya. Kini yang tertinggal catatan sejarah yang dapat disimak melalui lembar demi lembar prangko.

      Coba cari lagi album prangkonya, Mbak. Kalau ketemu, boleh di share di blognya ya.

      Terima kasih komentarnya,Mbak.

      Salam,

    1. Betul Mas, cantik-cantik prangko zaman dulu. Selain itu catatan sejarah yang terkandung dalam gambar-gambar prangko itu juga menarik untuk disimak.

      Terima kasih komentarnya, Mas.

      Salam,

  8. Wah, dulu saya suka ngumpulin prangko, koleksi saya dari berbagai negara. Sampai-sampai saya bermimpi ingin mengunjungi gambar-gambar yang ada di prangko hehe. Beberapa kesampaian, beberapa masih dalam angan-angan.

    SMA saya berhenti dan ketika sudah kerja koleksi saya hibahkan ke temen yang bener-bener rajin ngoleksi. Yah gimana saya cuma suka doang, tapi nggak bisa merawat dengan baik 😦

    1. Luar biasa kisahnya Mas. Dari gambar-gambar di prangko, memimpikannya dan akhirnya kesampaian mengunjunginya. Keren Mas,

      Ah coba koleksi prangkonya di hibahkan ke saya, Mas…

      Terima kasih komentarnya, Mas.

      Salam,

  9. Wuihh… Salim dulu sama blogger senior.. Tahun 70 sudah smp.

    Saya suka dengan koleksi pak perangko pak harto yang menggambarkan tampilan presiden kedua ini dari masa ke masa.

    Dahulu kala saya juga pernah ada keinginan untuk mengumpulkan perangko.

    Tapi sayang begitu tau harga buku untuk menyimpan nya jadi undur diri. Buat saya masuk dalam kategori mahal dan tidak masuk skala prioritas untuk dibeli.

    Lagian saya juga jarang koresponden. Kerjaan ayah saya sepertinya tidak pernah menerima surat berberangko dari dalam negeri, apalagi luar negeri.

    Tapi yang jelas saya menyukai memandangi berbagai macam perangko. Apalagi jika berasal dari berbagai negara.

    1. Wa’alaikum salam, Mas.
      Senior umurnya, tapi blog nya gini-gini saja…hehehe

      Saya lupa, berapa harga buku prangko itu, tapi membelinya dari uang jajan yang dikumpulkan. Gak tahu juga kenapa zaman SMP dulu saya ada keinginan demikian.

      Ah, pak Harto… iya foto-foto di prangkonya menggambarkan evolusi perubahan wajah selama kurun waktu 30 tahun…

      Terima kasih atas komentarnya, Mas.

      Salam.

Tinggalkan Balasan ke Titik Asa Batalkan balasan

Buat situs web atau blog di WordPress.com

Atas ↑