Ngayogjazz, yang telah berlangsung pada hari Sabtu, 22 November 2014 di Desa Wisata Brayut, Sleman, Yogyakarta bagi saya merupakan festival jazz yang unik dan mempunyai warna tersendiri dibanding dengan festival-festival jazz lainnya yang telah saya hadiri di sepanjang tahun ini.
Salah satu keunikan Ngayogjazz adalah pelaksanaannya yang selalu berlokasi di desa wisata. Sehingga dapatlah kiranya disimpulkan bahwa selain penonton disuguhi hidangan musik jazz juga penonton dipersilakan untuk menikmati juga suasana alam desa yang masih hijau, sejuk dan asri, suasana khas sebuah desa.
Keunikan itulah yang membuat saya demikian tertarik untuk menghadir festival jazz ini. Ketertarikan yang menjadi semacam obsesi sejak tahun 2012 dan baru pada tahun 2014 terwujudkan…
***
Karena saya ingin menikmati Ngayogjazz yang menyatu dengan alam desa itulah maka saya menginap selama dua malam di desa wisata Brayut. Saya berkeinginan untuk menikmati keindahan alam desa dan melihat bagaimana persiapan dan kesibukan masyarakat dalam mempersiapkan perhelatan besar ini.
Jumat pagi, 21 November 2014, saya telah sampai di desa wisata Brayut. Saya melihat langsung keadaan di desa yang masih berbenah melakukan berbagai persiapan. Hal yang banyak melibatkan anggota masyarakat setempat untuk berperan serta agar pada saat pelaksanaan festival berjalan lancar. Sudut-sudut desa wisata Brayut pada hari Jumat dapat dilihat pada posting sebelumnya, Blog, Jazz dan Persahabatan.
Sabtu Pagi yang Indah
Sabtu pagi, 22 November 2014, saya menyempatkan untuk jalan-jalan mengelilingi Brayut. Jalan desa yang tertata apik saya susuri. Hiasan-hiasan telah terpasang di sepanjang jalan yang saya lalui.
Beginilah suasana Brayut pada Sabtu pagi…
Ini hiasan yang unik. Kamu ke Brayut lagi… Kamu ke Brayut lagi…
Selain menyusuri jalan desa, saya juga menyempatkan untuk melihat keadaan panggung pagi itu. Lima panggung yang disiapkan dan masing-masing diberi nama yang unik, Bang Bung, Ning Nong, Dang Dung, Jrang Jreng dan Thang Thing, telah tertata dengan baik dan artistik.
Dua panggung, Thang Thing dan Ning Nong, disiapkan di joglo. Sedangkan tiga panggung lainnya didirikan pada area terbuka. Dua panggung disiapkan pada area yang luas, Bang Bung dan Dang Dung, sedangkan satu panggung lagi, Jrang Jreng, merupakan panggung yang berukuran relatif lebih kecil dibanding kedua panggung lainnya.
Kelima panggung ini akan serempak diisi oleh musisi-musisi penampil. Saya melihat banyak juga penonton yang hadir dan seperti kebingungan ketika melihat daftar penampil pada setiap panggungnya, yang dapat dilihat pada poster besar seperti dibawah ini.

Bisa jadi ada beberapa penampil yang disukai tapi tampil pada panggung berbeda pada saat yang bersamaan. Pilihan yang tepat memang harus ditetapkan saat melihat daftar tersebut.
Bertemu dengan Syaharani
Sekitar jam 09.00 pagi keramaian sudah mulai tampak. Salah satunya di Panggung Bang Bung, panggung yang terletak di halaman luas yang berada di depan homestay yang saya tempati. Saya lihat beberapa personil grup band ESQI:EF sudah berada di panggung. Mereka sedang mengadakan check sound untuk penampilannya nanti malam.
Saat itulah saya berkesempatan ngobrol sejenak dan berfoto dengan salah seorang penyanyi jazz favorit saya, yang merupakan bagian dari grup band ESQI:EF, Syaharani. Saya suka bersapa dengan Syaharani lewat jejaring twitter. Menurut saya ia artis yang ramah, karena kerap membalas mention saya. Rupanya memang ia orang yang ramah dan enak diajak ngobrol juga dalam kesehariannya.
Saya sampaikan kepada Syaharani kalau saya sangat menyukai dua album lawasnya. Album itu adalah albumnya yang dirilis tahun 1999 yang berjudul Love dan albumnya yang berjudul Syaharani – A Whiter Shade of Pale yang dirilis tahun 2004. Kedua album itu dipenuhi dengan komposisi jazz standar dan ada beberapa lagu Indonesia juga disana.

Berdasar penuturan Syaharani, kini ia sedang mempersiapkan album dengan format musik yang mirip dengan kedua albumnya tersebut. Perbedaannya, dalam album yang sedang dipersiapkannya tersebut, akan berisi lagu-lagu Indonesia lama. Saya pribadi tentu sangat menunggu kehadiran albumnya tersebut.
Pembukaan Ngayogjazz
Pembukaan Ngayogjazz dilakukan sekitar jam 13.00 di panggung Bang Bung. Arak-arakan berkendaraan unik diiringi pasukan pengiring yang berpakaian tradisional khas pasukan keraton itu memasuki area halaman panggung.
Pembukaan ini dimeriahkan oleh penghibur yang bernyanyi diiringi gendang yang ia tenteng. Lagu-lagu ini dibawakan dalam bahasa Jawa. Semacam lagu dengan lirik-lirik plesetan yang lucu. Sayangnya saya tidak mengerti bahasa Jawa sehingga saya kurang memahami apa yang disampaikan oleh penyanyi solo tersebut.
Penampilan Siang hingga Sore
Kini saatnya menyaksikan dan menikmati suguhan jazz dari musisi pilihan sesuai selera. Berdirilah dengan santai di depan panggung, atau boleh juga duduk rileks, lalu dengarkan dan hayati musik jazz yang indah mengalun memenuhi segenap ruang.

Beberapa penampil dari berbagai panggung yang sempat saya saksikan, penampil-penampil yang baru saya kenal lewat pentas Ngayogjazz ini, saya rangkumkan dibawah ini…
Sutan Harahap Project – bebop yang menawan
4U feat. Jam – kegembiraan dengan iringan swing
Page Five – jazz yang ringan dan lincah
Mixture of Different Style (M.O.D.S) – menginterpretasi komposisi-komposisi Four Play
Arie and Friends feat. Yens – lagu-lagu lawas dengan irama bossas yang indah
Everyday – penampilan akustik yang unik dengan dedikasi ke lagu-lagu 90-an
Yohanes Gondo Trio – jazz standar yang tetap syahdu
Jay & Gatra Wardaya with Gamin – oriental jazz yang kental berkolaborasi dengan Gamin, musisi Korea Selatan
Diwa Hutomo & The Soul Brothers – jazz pop dengan lagu-lagu konsumsi anak muda
Keroncong Kharisma – keroncong yang luar biasa memukau
Malam yang Meriah

Penampilan malam dimulai dari jam 18.30. Pengunjung kian berdatangan selepas sore dan semakin membludak menjelang penampilan pertama malam itu, memenuhi jalan jalan. Saya mulai merasakan susahnya bergerak menembus kerumunan orang-orang ini hingga untuk berpindah dari satu panggung menuju panggung lainnya diperlukan usaha yang lumayan melelahkan.
Jumlah penonton yang konon mencapai 19.000 orang ini di satu sisi menggambarkan kesuksesan pelaksanaan Ngayogjazz kali ini, namun di sisi lain tentu saja berkurangnya kenyamanan dibanding dengan keadaan sore hari tadi.
Dewa Budjana tampil jam 18.30 di panggung Bang Bung. Saya pikir Dewa Budjana ini salah satu penampil yang sangat dinantikan oleh pengunjung Ngayogjazz. Penonton yang luar biasa banyaknya memenuhi lapangan luas yang berada di depang panggung Bang Bung. Sebagian penonton di bagian depan duduk untuk memberikan ruang pandang kepada penonton yang berdiri di bagian belakang.
Penampilan Dewa Budjana banyak memberikan warna-warna tradisional pada komposisi-komposisi yang dimainkannya malam ini. Permainan alat musik tiup dari salah satu personil bandnya menegaskan hal tersebut.

Syaharani – ESQI:EF merupakan penampil terakhir di panggung Bang Bung. Syaharani yang tampil ke atas panggung dengan berkaus hitam dan bertopi hitam mengawali penampilannya dengan menyampaikan sepatah kalimat pembukaan. Penonton yang hadir masih sebanyak penonton saat penampilan Dewa Budjana tadi.

Gaya panggung Syaharani yang tidak diam di satu sisi, selalu bergerak dan kadang duduk di sisi panggung bagian depan mencitrakan penampilannya yang enerjik dan interaktif, sungguh sangat mengesankan.

Ditengah penampilannya, Syaharani membawakan lagu-lagu lawas dengan hanya diiringi gitar saja. Nuansa akustik terasa pekat disini dengan tetap menyertakan keriangan dalam setiap lagu yang dibawakannya.

Syaharani mengakhiri penampilannya dengan mengajak penonton bernyanyi bersama membawakan lagu yang spontan diciptakan malam ini.
***
Ada sebagian pandangan yang mengatakan bahwa musik jazz itu serba mewah dan elit. Pandangan ini yang hendak didobrak oleh perhelatan Ngayogjazz. Ngayogjazz mencoba mengubah musik jazz menjadi musik yang mudah diterima, murah – tidak dipungut biaya untuk menghadiri Ngayogjazz, dan merakyat. Siapapun bisa menikmati musik jazz, bahkan orang desa sekalipun. Akankah upaya ini berhasil?
Yang pasti bagi saya pribadi Ngayogjazz tetap unik dengan tidak hanya menyuguhkan sajian musik jazz saja namun juga menyuguhkan keindahan alam desa. Untuk lebih menikmati Ngayogjazz saya menyarankan bukan hanya datang pada waktunya kemudian menyaksikan penampil di atas panggung, namun datanglah sebelum perhelatannya dimulai. Nikmatilah keindahan alam desa dan kehidupan desa yang damai terlebih dahulu sebelum musik jazz mengalir ke dalam jiwa.
Sukabumi, 29 November 2014
Updated
Komentar Syaharani – @jazzy_syaharani melalui jejaring twitter setelah link posting ini saya mention ke akun twitter-nya. Terima kasih, mbak…
Catatan
Posting ini telah di publish di VIVAlog-VIVAnews disini. Terima kasih.
wah keren banget nih acaranyaa
Betul Mas, keren banget. Sunggug mengesankan dan tak akan terlupakan…
Salam,
Wah terus berburu konser jazz nih si akang. Jalan-jalan terus soalnya. 😀
Iya nih Kang. Perhelatan jazz yg unik model Ngayogjazz ini sudah lama sekali ingin saya hadiri.
Salam,
Waaah ini namanya baru puas lihat semuanya. Waktu Syaharani GR itu sepertinya saya lewat aja nggak ngeh itu dia. Saya pikir karena masih sound check mendingan saya lihat lainnya yang sudah pentas. Tapi semuanya tetap mengesankan :))
Iya mbak, puas juga walau tidak bisa menyaksikan artis jazz lainnya yang mentas di panggung lainnya. Nyesel juga gak sempat nonton Balawan dan Frau.
Wah, coba pas Syaharani check sound itu mampir sejenak mbak. Bisa ketemu deh kita. Eh tapi saya belum kenal mbak secara langsung ya…
Salam,
asliii even ini keren bangeeet….mudah2an nanti sempat melihat yang edisi berikutnya…liputannya juga mantap pisan kang..dan saya juga ngefans dengan Syaharani…she’s cool..
Iya mbak even yg keren banget. Saya sampe ngidam 2 thn untuk menghadirinya, kesampaian juga.
Tahun depan ingin menghadirinya lagi, hayu mbak tahun depan kita nonton bareng Ngayogjazz…
Tentang Syaharani, saya ngefans sejak lama. Akhirnya bisa bertemu dan ngobrol sejenak sambil ngopi disini…
Salam,
Wah, seru banget festivalnya… Liputannya mantab 😉