Dieng Plateau Nan Mempesona

Dieng Plateau Theatre

Sepulang dari Bukit Batu Pandang, saya memperhatikan dari jauh bangunan megah. Bangunan ini berupa sebuah bioskop yang bernama Dieng Plateau Theatre.

Bioskop ini terbuka untuk umum. Film yang diputar untuk wisatawan yang berkunjung kesana adalah film dokumenter yang bercerita tentang Dieng. Film dokumenter yang berdurasi kurang lebih selama 20 menit ini menceritakan tentang mulai dari asal-muasal terbentuknya dataran tinggi Dieng sampai dengan budaya lokal yang tumbuh dan berkembang disana.

Sore itu banyak sekali pengunjung yang berminat menonton film dokumenter di bioskop ini. Agak berdesakan ketika memasuki bagian dalam bioskop. Ketika memasuki ruangan dalam bioskop, terlihat bangku-bangku yang disusun agak melingkar dan bertahap beberapa baris ke atas. Benar-benar layaknya bioskop biasa dengan ukuran ruangan yang agak kecil.

Beginilah suasana ketika memasuki bioskop dan bagaimana penonton tampak serius mengikuti film dokumenter tentang Dieng yang disajikan di bioskop Dieng Plateau Theatre tersebut.

Kawah Sikidang

Jam 17.00 sore, sampailah saya dan rombongan ke area sekitar Kawah Sikidang. Ketika turun dari kendaraan, kami seakan diserbu oleh panjual masker. Masker yang berguna untuk meredam bau belerang yang dikeluarkan oleh kawah, ditawarkan dengan harga Rp 2.000,- satu helainya, sangat disarankan untuk digunakan saat mendekat ke area kawah.

Dari tempat parkir kendaraan menuju Kawah Sikidang harus berjalan kaki melewati jalan yang lebarnya sekitar 1 meter. Dikiri-kanan jalan berjejer warung-warung penjual berbagai aneka kerajinan dan makanan khas Dieng. Ada juga warung makanan siap saji disini. Segelas kopi panas dan mie rebus, sangat pas untuk dinikmati disini.

Setelah deretan warung-warung terlewati, tampak dikejauhan Kawah Sikidang dengan asapnya yang mengepul bergerak bebas ke langit lepas…

Asap mengepul dari Kawah Sikidang

Kawah Sikidang yang masih aktif ini diberi batas yang terbuat dari pagar bambu. Ini adalah batas maksimum bagi pangunjung untuk menatap kawah dari dekat. Saya melihat lahar panas bergerak-gerak di kawah tersebut. Asap mengepul dari bagian atasnya. Disisi pagar pembatas ini saya melihat ada penjual telur rebus. Ya, telur yang direbus oleh panasnya lahar kawah.

Sekitar jam 17.30 saya meninggalkan Kawah Sikidang. Untuk terakhir kali saya menatap kepulan asap Kawah Sikidang dari tempat parkir kendaraan sore itu…

Asap Kawah Sikidang sore hari ditatap dari jauh.

 

Jazz Atas Awan

Dan, inilah salah satu acara Dieng Culture Festival yang saya nantikan, Jazz Atas Awan. Acara yang dilangsungkan di alam terbuka dan berlokasi di sekitar komplek candi Arjuna ini menjadi salah satu acara yang sangat memikat bagi saya.

Saya masih ingat saat berlangsung Dieng Culture Festival tahun lalu, melalui twitter, saya di mention teman twitter saya yang menonton secara langsung pergelaran Jazz Atas Awan ini. Demikian terpesonanya dengan pergelaran, saya sampai membuat posting berjudul Antara Jazz dan Twitter di link ini.

Akhirnya, malam ini secara langsung saya menyaksikan pergelaran Jazz Atas Awan. Pergelaran yang berlangsung di alam terbuka ini ditengah udara malam Dieng yang sangat dingin dan penonton yang duduk di lapangan rumput, sungguh bagian yang tak terlupakan.

Mungkin ini satu-satunya pergelaran jazz yang unik yang saya saksikan selama hidup saya. Musik jazz yang indah mengalun, bagi saya terasa demikian syahdu merasuk kedalam sanubari ditengah dinginnya malam yang suhunya berkisar antara  4 – 7 derajat celcius…

Golden Sunrise di Gunung Sikunir, Telaga Cebong dan Puncak Acara Dieng Culture Festival pada halaman selanjutnya…

Laman: 1 2 3

42 respons untuk ‘Dieng Plateau Nan Mempesona

Add yours

    1. Betul Mas. Suatu waktu nanti saya berencana membawa keluarga untuk berwisata ke Dieng.
      Saat kemarin berkunjung, saya bersama beberapa teman saja…

      Salam,

  1. Bagus-bagus banget fotonya, Pak, bikin kangen ke Dieng. Waktu ke sana dulu, saya juga ikut cuci muka dengan harapan awet muda hehehe…

    1. Terima kasih mbak Evi. Saya tidak ahli motret sebenarnya, hanya mengikuti feeling saja.
      Nah, jadi adakah khasiatnya air Bima Lukar itu mbak?

      Salam,

    1. Setuju banget Kang, sangat memesona…
      Oh iya yang benar menulisnya memang “memesona”, bukan “mempesona”.
      Tapi entah kenapa saya suka dengan kata “mempesona”. Jadi saya akhirnya memutuskan tetap menggunakan kata “mempesona” sbg judul.

      Salam,

  2. Aaaaaahhhhh,,,dieng emang tiada duanya,,,pengen ke sana lagi yg komplit kayak ini baang,,ngiri banget sunrise di sikunir,,,indaaaaaaaahhh bangeet,,,

    1. Wah, jadi mbak pernah berkunjung ke Dieng ya?
      Ayo kunjungi lagi mbak bila ada waktu dan kesempatan. Sepertinya tak akan bosan Dieng ini untuk dikunjungi…

      Salam,

    1. Saya menganggapnya seperti menulis diary saja mbak. Jadi komplit, walau saya kuatir juga jadi agak bertele-tele dalam menulis.
      Ikut lomba nulis travelling? Ah, terimakasih atas dorongan semangatnya mbak.

      Salam,

    1. Kalau saya ini pertama kalinya berkunjung ke Dieng, mbak.
      Sangat mengesankan keindahan alam Dieng ini. Telaga warna memang benar bagai menyimpan misteri dgn warna airnya yang sangat indah…

      Salam,

    1. Oh begitu mbak. Ah, sayang sekali tidak jadi berangkat karena flu berat…
      Mungkin tahun depan bisa direncanakan untuk menghadiri festival budaya Dieng ini ya mbak.

      Salam,

    1. Saya hampir setahun memimpikan untuk berkunjung ke Dieng, mbak. Alhamdulillah terlaksana juga berkunjung kesana saat festival budaya berlangsung.
      Mari berkunjung ke Dieng, mbak…

      Salam,

Sila tinggalkan komentar sahabat disini...

Buat situs web atau blog di WordPress.com

Atas ↑