…Hari Kedua…
Golden Sunrise di Gunung Sikunir
Perlu perjuangan yang lumayan berat untuk bisa menikmati matahari terbit, atau apa yang diistilahkan sebagai golden sunrise itu, dari puncak Gunung Sikunir. Betapa tidak, saya sudah dibangunkan oleh pemandu lokal agar segera bersiap pada jam 03.00 dini hari. Jaket tebal, sarung tangan, kaus kaki dan kupluk telah saya pakai. Semua itu tidak sanggup untuk menahan udara dingin Dieng dini hari itu. Tubuh saya tetap menggigil kedinginan.
Menurut pemandu lokal, rombongan akan berkendaraan sampai Telaga Cebong. Dari Telaga Cebong kemudian akan berjalan kaki menanjak menuju puncak Gunung Sikunir. Jalan kaki tersebut kurang lebih hanya 500 meter. Ketika sampai di puncak Gunung Sikunir matahari belum terbit. Jadi ada saat untuk beristirahat sejenak disana.
Apa hendak dikata, rencana perjalanan yang disampaikan oleh pemandu lokal tersebut hancur berantakan. Karena banyaknya pengunjung saat itu, kendaraan yang saya dan rombongan tumpangi berhenti bergerak karena kemacetan sebelum mencapai Telaga Cebong. Akhirnya harus jalan kaki lebih awal. Dari kendaraan berhenti sampai Telaga Cebong sekitar 1 km lagi. Inilah perjuangan tambahan selain perjuangan menahan dingin udara dini hari itu.
Matahari terbit saat saya belum mencapai puncak Gunung Sikunir. Sangat disayangkan, inilah kenyataannya. Walau demikian saya masih diberi kesempatan juga untuk menikmati prosesi matahari terbit dari jalan kecil yang menanjak menuju puncak gunung. Benar-benar momen yang teramat indah melihat matahari yang mulanya bagaikan noktah kecil di kejauhan lama kelamaan kian meninggi.
Inilah prosesi matahari terbit mulai jam 05.42 sampai dengan jam 05.51 yang akhirnya bisa saya nikmati dan saya abadikan…
Sekitar jam 06.00 saya baru menjejakan kaki di puncak Gunung Sikunir. Ada area terbuka semacam lapangan disini. Lapangan ini sudah dipenuhi oleh pengunjung yang telah terlebih dahulu mencapai puncak.
Dari puncak Guning Sikunir ini disebelah kanan dapat disaksikan Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing di kejauhan. Dua gunung yang tampak kecil dan sebagiannya tenggelam dalam awan putih adalah Gunung Merbabu dan Gunung Merapi. Sedangkan disebelah kanan dan depan, tampak area lahan pertanian yang bertahap menanjak. Sungguh indah suasana pagi ini…
Telaga Cebong
Jam 08.00 pagi saya sudah mendekati Telaga Cebong yang tadi saya lewati ketika memulai perjalanan menyambut golden sunrise di puncak Gunung Sikunir.
Udara cerah pagi ini dengan langit yang biru menambah keindahan suasana pagi. Telaga Cebong tampak demikian indah diapit oleh dataran tinggi yang mengelilinginya.
Saya sempat mengabadikan Telaga Cebong dari sudut pandang lainnya. Ketenangan, kedamaian dan masih asri lingkungan disekitar telaga seakan berkolaborasi menciptakan keindahan yang tiada taranya.
Saat saya berjalan meninggalkan Telaga Cebong, saya diingatkan oleh pemandu lokal bahwa saat ini saya berada di desa tertinggi di Pulau Jawa. Desa ini bernama desa Sembungan. Hal ini dapat saya baca pada pintu gerbang yang ada jalan saat memasuki desa ini. Pandanglah kearah lain dari jalan desa ini, alam terhampar indah dengan garis cakrawala yang lurus berwarna putih melintas langit biru.
Kalimat apa lagi yang hendak saya tuliskan ketika melihat alam indah terhampar yang saya pandang saat melintasi jalan di desa Sembungan ini…
Puncak Acara Dieng Culture Festival
Minggu siang ini adalah puncak acara Dieng Culture Festival. Acara puncak ini berupa prosesi pencukuran rambut gembel.
Terik matahari yang menyinari tak mengurungkan niat penduduk setempat dan pengunjung untuk menyaksikan berlangsungnya acara ini. Saya memperhatikan dari jauh bagaimana suasana yang meriah ini diikuti oleh para pengunjung yang demikian antusias.
Saya tak sempat mengabadikan bagaimana prosesi acara ini berlangsung karena kondisi badan saya yang sudah merasa demikian letih setelah perjalanan menikmati golden sunrise di puncak Gunung Sikunir dan berjalan kaki menyusuri jalan di desa Sembungan tadi.
***
Bagi saya perjalanan pertama saya ke Dieng ini sungguh sangat mengesankan. Dieng demikian eksotis. Keeksotisan yang telah saya buktikan dengan mata kepala sendiri, bukan hanya dari cerita dan informasi seperti apa yang saya terima selama ini.
Mungkin suatu saat nanti saya akan kembali berkunjung ke Dieng…
Bekasi, 3 September 2014
Dieng memang destinasi yang cocok untuk berwisata keluarga
Betul Mas. Suatu waktu nanti saya berencana membawa keluarga untuk berwisata ke Dieng.
Saat kemarin berkunjung, saya bersama beberapa teman saja…
Salam,
Bagus-bagus banget fotonya, Pak, bikin kangen ke Dieng. Waktu ke sana dulu, saya juga ikut cuci muka dengan harapan awet muda hehehe…
Terima kasih mbak Evi. Saya tidak ahli motret sebenarnya, hanya mengikuti feeling saja.
Nah, jadi adakah khasiatnya air Bima Lukar itu mbak?
Salam,
Dieng benar-benar memesona!
Setuju banget Kang, sangat memesona…
Oh iya yang benar menulisnya memang “memesona”, bukan “mempesona”.
Tapi entah kenapa saya suka dengan kata “mempesona”. Jadi saya akhirnya memutuskan tetap menggunakan kata “mempesona” sbg judul.
Salam,
Aaaaaahhhhh,,,dieng emang tiada duanya,,,pengen ke sana lagi yg komplit kayak ini baang,,ngiri banget sunrise di sikunir,,,indaaaaaaaahhh bangeet,,,
Wah, jadi mbak pernah berkunjung ke Dieng ya?
Ayo kunjungi lagi mbak bila ada waktu dan kesempatan. Sepertinya tak akan bosan Dieng ini untuk dikunjungi…
Salam,
wah komplit sekali pak, ikutkan lomba nulis travelling aja pak, gambar n ceritanya bagus2 🙂
Saya menganggapnya seperti menulis diary saja mbak. Jadi komplit, walau saya kuatir juga jadi agak bertele-tele dalam menulis.
Ikut lomba nulis travelling? Ah, terimakasih atas dorongan semangatnya mbak.
Salam,
terakhir saya ke sini jaman SMA, kebayang sudah lama sekali, dan telaga warnanya tetap menyimpan misteri keindahan
Kalau saya ini pertama kalinya berkunjung ke Dieng, mbak.
Sangat mengesankan keindahan alam Dieng ini. Telaga warna memang benar bagai menyimpan misteri dgn warna airnya yang sangat indah…
Salam,
Saya jg sebenernya mo dateng festival ini lo pak syang bgt jumatnya flu berat..sedih bgt 😦
Oh begitu mbak. Ah, sayang sekali tidak jadi berangkat karena flu berat…
Mungkin tahun depan bisa direncanakan untuk menghadiri festival budaya Dieng ini ya mbak.
Salam,
Dieng salah satu destinasi yang masih baru mimpi untuk di kunjungi,
baru lewat doang,
fotonya bagus-bagus.
Saya hampir setahun memimpikan untuk berkunjung ke Dieng, mbak. Alhamdulillah terlaksana juga berkunjung kesana saat festival budaya berlangsung.
Mari berkunjung ke Dieng, mbak…
Salam,
walau diapit oleh batu batu raksasa,,,namun tetap menakjubkan……,luarbiasa,
keep happy blogging always…salam dari makassar 🙂
Demikianlah memang mas Har, tetap sangat menakjubkan.
Terima kasih kunjungan dan komentarnya Mas…
Salam dari saya di Sukabumi,
wahhhh dieng indah banget ya kang,sy belum prnh kesana… bawa carica ga kang? 🙂
Betul Teh, Dieng sangat indah dan menawan.
Saya sempat mencicipi carica disana. Nikmat juga ternyata…
Salam,