Dieng seakan telah menghantui imajinasi saya untuk datang mengunjunginya. Entahlah, dataran tinggi yang berada diketinggian 2.000 meter diatas permukaan laut ini, seakan mempunyai daya tarik magis bagi saya agar menyusun semacam rencana perjalanan untuk mengunjunginya.
Setelah lebih kurang setahun saya mengidamkan mengunjunginya, akhirnya Jumat kemarin, 26 Agustus 2014, saya memulai perjalanan wisata saya ke Dieng. Saya berangkat dari terminal bis Rawamangun sekitar jam 17.30 bersama dengan rombongan dari salah satu biro travel dan wisata.
Di Dieng sendiri pada tanggal 27 dan 28 Agustus 2014 sedang diadakan acara tahunan yang biasa disebut sebagai Dieng Culture Festival yang ke-5. Selain mengunjungi beberapa lokasi wisata yang ada di Dieng, sebagai pecinta musik jazz, saya juga berkesempatan untuk menikmati pergelaran Jazz Atas Awan yang merupakan salah satu agenda acara bagian dari Dieng Culture Festival tersebut.
Berikut saya share apa saja yang saya temui selama 2 hari dan 1 malam saya berada di dataran tinggi Dieng…
***
…Hari Pertama…
Setelah semalaman berkendaraan bis dari terminal Rawamangun dan berganti ke bis kecil di teriminal bis Wonosobo akhirnya sekitar jam 11.00 siang saya sudah sampai di Dieng. Sebelum menuju homestay, dimana rombongan akan menginap, sejanak mempir ke cagar budaya Tuk Bima Lukar.
Tuk Bima Lukar
Cagar budaya Tuk Bima Lukar berada dijalan yang menanjak sebelum jalan itu menurun menuju kawasan Dieng. Tuk, atau mata air, Bima Lukar ini mempunyai legendanya sendiri. Legenda yang menarik dalam pambuatan Sungai Serayu yang konon penggalian sungainya dilakukan oleh Bima.
Di kiri kanan jalan raya sekitar area cagar budaya Tuk Bima Lukar terdapat ornamen tinggi yang kalau dilihat dari jauh bagai pintu selamat datang. Ornamen berhias terbuat dari batu ini seperti pada foto dibawah ini.
Menatap kebawah dari ornamen pintu itu, saya melihat bangunan menyerupai stupa. Saya menuruni anak tangga untuk mendekat. Saya melihat beberapa pengunjung sedang mengerubungi mata air Bima. Beberapa pengunjung turun mendekati pancuran yang mengalirkan air dari mata air Bima ini dan membasuh mukanya. Menurut sebagian mitos, barangsiapa yang membasuh muka atau mandi dengan air dari mata air Bima ini maka ia akan awet muda, enteng jodoh dan tambah cantik. Hanya mitos saja, tapi mungkin beberapa pengunjung ingin membuktikan mitos ini sehingga saya melihat beberapa dari mereka sibuk membasuh mukanya.
Inilah pancuran mata air, Tuk Bima Lukar, dari dekat. Boleh sejenak membasuh muka disini…
Telaga Warna
Sekitar jam 14.00, saya sampai di bangunan besar tanda memasuki area Telaga Warna. Saat itu Telaga Warna sedang ramai dengan banyaknya pengunjung. Setelah melewati bangunan masuk ini, saya membaca peta yang menunjukan lokasi-lokasi menarik yang ada disekitar Telaga Warna ini. Lokasi-lokasi menarik selain Telaga Warna adalah Telaga Pengilon, kumpulan goa-goa dan batu tulis.
Memasuki area lebih dalam lagi, saya melihat beberapa pengunjung ada yang duduk-duduk di bangku yang tersedia di sisi telaga, ada juga yang berdiri menatap air telaga yang begitu tenang siang itu.
Saya pribadi terpesona dengan keindahan air Telaga Warna siang itu. Di bagian tengah telaga saya melihat airnya dominan berwarna hijau dan putih. Sayang saat itu suasana agak mendung, kalau cuaca cerah, warna hijau dan putih air telaga itu akan tampak lebih indah. Demikian menurut pemandu lokal yang setia menemani perjalanan saya dan rombongan.
Inilah warna hijau dan putih warna air Telaga Warna yang saya maksud…
Bukit Batu Pandang Ratapan Angin
Bila ingin menyaksikan keindahan Telaga Warna bersanding dengan Telaga Pengilon, lihatlah dari dataran tinggi atau dari puncak bukit. Dan tempat yang tepat untuk memandang kedua telaga ini dari ketinggian adalah Bukit Batu Pandang Ratapat Angin.
Untuk menuju Bukit Batu Pandang ini, rombongan kembali berkendaraan menuju lokasi area Dieng Plateau Theatre. Jalan menuju Bukit Batu Pandang berada disamping area Dieng Plateau Theatre tersebut.
Menyusuri jalan sempit dan menanjak merupakan keasyikan tersendiri. Iming-iming keindahan yang nanti akan disaksikan dari atas Bukit Batu Pandang kala menatap kedua telaga seakan melupakan letih yang dirasakan saat berjalan menaiki bukit ini.
Sebelum sampai ke area bukit paling atas, saya sampai di area yang cukup luas, namun terasa sempit, karena area ini diapit oleh batu-batu raksasa yang ada di area tersebut. Benar-benar saya merasa sangat kecil ketika berada di area ini. Selain menatap bebatuan raksasa ini, di kejauhan saya melihat lahan pertanian nun jauh dibawah sana.
Sedikit lagi saya mendaki akhirnya sampai di puncak bukit. Dari puncak Bukit Batu Pandang saya melihat Telaga Warna yang indah dengan airnya yang berwarna biru, hijau dan putih, bersanding dengan Telaga Pengilon dengan airnya yang berwarna kecoklatan. Inilah…
Dieng Plateau Theatre, Kawah Sikidang dan Jazz Atas Awan pada halaman selanjutnya…
Dieng memang destinasi yang cocok untuk berwisata keluarga
Betul Mas. Suatu waktu nanti saya berencana membawa keluarga untuk berwisata ke Dieng.
Saat kemarin berkunjung, saya bersama beberapa teman saja…
Salam,
Bagus-bagus banget fotonya, Pak, bikin kangen ke Dieng. Waktu ke sana dulu, saya juga ikut cuci muka dengan harapan awet muda hehehe…
Terima kasih mbak Evi. Saya tidak ahli motret sebenarnya, hanya mengikuti feeling saja.
Nah, jadi adakah khasiatnya air Bima Lukar itu mbak?
Salam,
Dieng benar-benar memesona!
Setuju banget Kang, sangat memesona…
Oh iya yang benar menulisnya memang “memesona”, bukan “mempesona”.
Tapi entah kenapa saya suka dengan kata “mempesona”. Jadi saya akhirnya memutuskan tetap menggunakan kata “mempesona” sbg judul.
Salam,
Aaaaaahhhhh,,,dieng emang tiada duanya,,,pengen ke sana lagi yg komplit kayak ini baang,,ngiri banget sunrise di sikunir,,,indaaaaaaaahhh bangeet,,,
Wah, jadi mbak pernah berkunjung ke Dieng ya?
Ayo kunjungi lagi mbak bila ada waktu dan kesempatan. Sepertinya tak akan bosan Dieng ini untuk dikunjungi…
Salam,
wah komplit sekali pak, ikutkan lomba nulis travelling aja pak, gambar n ceritanya bagus2 🙂
Saya menganggapnya seperti menulis diary saja mbak. Jadi komplit, walau saya kuatir juga jadi agak bertele-tele dalam menulis.
Ikut lomba nulis travelling? Ah, terimakasih atas dorongan semangatnya mbak.
Salam,
terakhir saya ke sini jaman SMA, kebayang sudah lama sekali, dan telaga warnanya tetap menyimpan misteri keindahan
Kalau saya ini pertama kalinya berkunjung ke Dieng, mbak.
Sangat mengesankan keindahan alam Dieng ini. Telaga warna memang benar bagai menyimpan misteri dgn warna airnya yang sangat indah…
Salam,
Saya jg sebenernya mo dateng festival ini lo pak syang bgt jumatnya flu berat..sedih bgt 😦
Oh begitu mbak. Ah, sayang sekali tidak jadi berangkat karena flu berat…
Mungkin tahun depan bisa direncanakan untuk menghadiri festival budaya Dieng ini ya mbak.
Salam,
Dieng salah satu destinasi yang masih baru mimpi untuk di kunjungi,
baru lewat doang,
fotonya bagus-bagus.
Saya hampir setahun memimpikan untuk berkunjung ke Dieng, mbak. Alhamdulillah terlaksana juga berkunjung kesana saat festival budaya berlangsung.
Mari berkunjung ke Dieng, mbak…
Salam,
walau diapit oleh batu batu raksasa,,,namun tetap menakjubkan……,luarbiasa,
keep happy blogging always…salam dari makassar 🙂
Demikianlah memang mas Har, tetap sangat menakjubkan.
Terima kasih kunjungan dan komentarnya Mas…
Salam dari saya di Sukabumi,
wahhhh dieng indah banget ya kang,sy belum prnh kesana… bawa carica ga kang? 🙂
Betul Teh, Dieng sangat indah dan menawan.
Saya sempat mencicipi carica disana. Nikmat juga ternyata…
Salam,