Menikah Kemudian…

Menikah merupakan salah satu fase dalam kehidupan seseorang yang akan dilalui. Menikah, membangun keluarga yang harmonis dan bahagia dan berketurunan, tetap menjadi dambaan bagi siapa saja manusia normal di muka bumi ini.

Posting ini semacam kelanjutan dari posting saya sebelumnya yang berjudul Melamar Dahulu. Jadi kalau disambung menjadi Melamar Dahulu, Menikah Kemudian. Ini semacam tulisan ungkapan bahagia saya kepada keponakan saya, Ikrajuna, yang telah melepas masa lajangnya pada hari Rabu, 27 November 2013.

Upacara pernikahan, bagi saya,  tetap acara yang menarik untuk diikuti. Disamping hal ini merupakan tonggak bersejarah bagi kedua mempelai, juga saya menantikan upacara-upacara adat yang kerap berlangsung di setiap acara pernikahan. Saya penasaran, apakah ada uacara adat yang khas pada saat pernikahan berlangsung di daerah Wates, Subang ini?

***

Kira-kira jam 1 dini hari, rombongan dari Sukabumi berangkat menuju kediaman mempelai wanita di Wates, Subang. Perjalanan diperkirakan sekitar 7 jam bila dilakukan pada siang hari. Mungkin tak selama itu bila dilakukan perjalanan malam jelang dini hari. Acara resmi pernikahan telah ditetapkan akan berlangsung pada jam 10 siang. Jadi sepertinya cukup waktu untuk beristirahat sejenak disana sebelum acara pernikahan berlangsung.

Sekitar jam 7.30 pagi sampai juga rombongan di Wates. Rombongan tidak langsung diterima di rumah kediaman mempelai wanita tapi sementara ditempatkan di rumah kakeknya mempelai wanita. Rumah yang cukup luas, cukuplah untuk menampung rombongan dari Sukabumi yang tengah keletihan ini. Keramah-tamahan tuan rumah sangat terasa. Berbagai hidangan telah mereka sediakan. Menikmati hidangan ini sambil menikmati kopi panas memberi kesegaran tersendiri.

Suasana saat itu masih sepi. Didepan rumah kakeknya mempelai wanita ini terdapat mushala kecil yang terlihat rapid an bersih. Cukup mempesona saya. Sedangkan dibelakang rumah saya lihat sawah yang luas terhampar. Sawah yang sudah dipanen yang dibiarkan beberapa saat sebelum kembali ditanami padi. Indah sekali menatapnya di pagi cerah seperti ini.

Jam 9 pagi, rombongan sudah siap untuk berjalan menuju rumah kediaman mempelai wanita. Anggota rombongan, khususnya ibu-ibu, masing-masing membawa semacam bingkisan. Bingkisan ini berisi barang-barang untuk pembuka kehidupan berkeluarga. Membawa berbagai bingkisan untuk mempelai wanita ini dalam adat Sunda biasa disebut sebagai seserahan. Yang bermakna menyerahkan sesuatu kepada mempelai wanita.

Sesanpai di halaman rumah mempelai wanita, rombongan diterima oleh kedua orang tua mempelai wanita. Penerimaan ini disertai dengan pengalungan bunga oleh ibu mempelai wanita kepada mempelai pria. Rombongan dipersilahkan memasuki area yang telah dipersiapkan. Kursi tempat duduk telah disediakan disana. Sambutan resmi dari tuan rumah dan upacara simbolis penyerahan bingkisan dari mempelai pria berlangsung kemudian.

Menjelang jam 10 siang, acara inti akan segara berlangsung. Pernikahan segera dilaksankan dan bertempat di mushala yang tidak jauh dari rumah kediaman mempelai wanita. Hanya beberapa langkah saja. Beramai-ramai kedua mempelai dan keluarga masing-masing berangkat menuju mushala.

Mempelai wanita menuju mushala.
Mempelai wanita menuju mushala.

Kedua mempelai dan rombongan dari keluarga masing-masing memasuki mushala. Disana telah menunggu petugas dari KUA, Kantor Urusan Agama, yang bertugas sebagai pelaksana pernikahan ini. Acara pernikahan dimulai dengan pemeriksaan dan verifikasi dokumen-dokumen sebagai syarat pernikahan. Akad nikah dan ijab Kabul kemudian dilaksanakan. Demikian singkat. Dan resmilah kedua mempelai kini sebagai suami istri…

Usai akad nikah dilaksanakan, kembali rombongan menuju rumah kediaman mempelai wanita. Hidangan makan telah tersedia disana. Hidangan yang sangat menggoda selera ditengah panas udara Wates siang itu.

Upacara Adat Yang Dilaksanakan

Beberapa upacara adat dilaksanakan setelah makan bersama selesai. Upacara-upacara adat ini telah saya kenal, salah satunya yang populer ialah upacara saweran. Sawer bisa diterjemahkan sebagai tabur dalam bahasa Indonesia.

Upacara sawer dimulai dengan menempatkan kedua mempelai di area terbuka. Kedua mempelai duduk dengan dipayungi. Didepan kedua mempelai ini duduk juru kawih. Juru kawih ini akan membawakan petuah-petuah dalam bahasa Sunda mengenai keutamaan hidup berkeluarga. Petuah-petuah ini disampaikan dengan dinyanyikan. Menyanyi model ini dikenal dengan istilah kawih, sehingga yang membawakannya kerap disebut sebagai juru kawih.

Selain juru kawih, yang berperan dalam upacara sawer ini adalah tukang sawernya itu sendiri. Telah disediakan sebelumnya apa saja yang akan disawerkan. Diantaranya termasuk butiran-butiran beras dan benda-benda lain semacam permen dan uang-uang logam. Benda-benda ini menjadi rebutan, terkhusus bagi anak-anak, saat ditaburkan diantara kawih yang sedang berlangsung.

Upacara selanjutnya, kalau tidak salah disebut besetan. Saya tidak tahu istilah lain untuk upacara ini. Pada upacara ini kedua mempelai masing-masing memegang ujung ayam panggang. Orang Sunda menyebut ayam yang dimasak seperti ini sebagai bakakak. Setelah kedua ujung ayam panggang ini dipegang, diberi aba-aba untuk menariknya secara serentak dan bersamaan. Akhirnya ayam panggang ini akan terbelah dua. Masing-masing mempelai memegang potongan ayam panggang pada tangannya masing-masing. Potongan-potongan itu melambangkan rezeki yang dibawa oleh masing-masing kedua mempelai untuk disatukan dalam bentuk utuh setelah hidup berkeluarga.

Upacara adat berikutnya yaitu memasukkan nasi kedalam literan. Sang istri memegang literan itu, sang suami memasukkan nasi kedalam literan ini. Setelah penuh, literan ini dibawa masuk ke rumah. Upacara ini melambangkan agar suami mencari rezeki dimanapun tapi hasilnya bawalah selalu kepada keluarga di rumah.

Upacara lainnya seperti masing-masing disuapi oleh ibunya masing-masing. Melambangkan kasih ibu yang selalu setia merawat sedari kecil hingga tiba waktunya untuk melepas setelah berkluarga. Juga ada upaca ra saling menyuapi antar suami istri yang baru disyahkan ini. Dan beberapa upacara lain yang sudah akrab dengan saya kalau mengikuti upacara adat pernikahan.

Rangkaian upacara adat ini saya sampaikan dalam galeri foto dibawah ini.

Temoan, Upacara Adat Yang Unik

Satu upacara adat yang unik, khususnya bagi saya, adalah apa yang disebut sebagai upacara temoan. Temoan ini berasal dari kata temo yang berarti temu atau bertemu. Upacara ini melambangkan pertemuan antara dua keluarga yang dipertalikan oleh pernikahan kedua mempelai pada hari ini.

Upacara temoan ini berlangsung di area terbuka. Kedua mempelai berdiri disana. Kedua mempelai ini didampingi oleh orang tua yang memegang baskom. Sebelumnya diingatkan oleh pembawa acara agar masing-masing anggota menyiapkan uang ditangannya. Siapkan uang sebanyak-banyaknya, demikian candaan sang pembawa acara. Saya bingung, bagaimana upacara ini berlangsung dan untuk apa uang itu?

Musik yang riang kemudian dinyalakan. Dimulai oleh beberapa keluarga mempelai wanita, menghampiri kedua mempelai sambil berjoget, menyalami dan menyimpan uang kedalam baskom yang telah disediakan. Suasana riang tercipta. Musik yang mengiringi dan masing-masing berputar mengelilingi kedua mempelai. Sambil berputar, sambil berjoget kemudian bersalaman dan uang disimpan kedalam baskom. Misal ada lima lembar uang dalam genggaman kita, kita tidak menyimpannya sekaligus kedalam baskom. Tapi sedikit demi sedikit. Berputar lagi sambil berjoget.  Demikian rupanya upacara adat temoan ini berlangsung.

Kemeriahan upacara temoan dapat dilihat dalam rangkaian foto dibawah ini.

Usai beberapa upacara adat dilaksanakan, kedua mempelai dan kedua orang tuanya menempati panggung untuk menerima ucapan selamat dari keluarga dan tamu undangan yang menghadiri upacara pernikahan ini.

***

Pernikahan yang merupakan tonggak bersejarah dalam kehidupan setiap insan telah dilaksanakan dengan lancar pada pagi dan siang ini. Semoga keluarga yang baru terbentuk ini siap untuk mengarungi lautan kehidupan yang penuh tantangan dan gejolak disana. Namun juga, jangan lupa, tersimpan kebahagiaan yang mempesona menanti. Temukanlah…

Bekasi, 2 Desember 2013

27 respons untuk ‘Menikah Kemudian…

Add yours

  1. Tentang “temoan” bagi akang juga merupakan hal baru, memang seru kalo memperhatikan keragaman budaya diberbagai tempat karena biarpun sama2 “urang sunda” bisa berbeda-beda. Koq nggak disambut “lengser” yang pengantin prianya 🙂

    1. Betul Kang, temoan hal baru juga bagi saya. Riang dan gembira saat acara itu berlangsung. Tentang lengser, iya tidak ada di upacara pernikahan kemarin. Pengantin pria dan kedua orang tua hanya disambut oleh kedua orang tua mempelai wanita…

      Hatur nuhun Kang kunjunganna. Ieu koneksi internet abdi, via modem, awon pisan. Mungkin karena cuaca buruk janten melemot kieu. Niat jalan-jalan ka blog akang sareng blog rerencangan sanesna kapaktos ditunda.

      Salam,

  2. Bagi pengantin, liputan atau tulisan panjenengan ini sangat penting, Pak, untuk semacam dokumentasi yang bersejarah. Lengkap, urut, juga foto-fotonya yang luar biasa. Salut saya.

    1. Semoga demikian makna tulisan sederhana saya bagi kedua mempelai.
      Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya, Mas.

      Salam dari jauh,

  3. wow … komplit mas ceritanya, membayangkan bisa ikut dalam acara itu rame rame dgn yg lain pasti tak terkira ya mas perasaannya 🙂

    btw, fotonya bagus bagus bgt mas, pakai Kamera apa ya ?

    1. Iya mba, mengikuti secara langsung acara seperti ini sungguh susah dilukiskan perasaan yang berkecamuk. Intinya bahagia atas semua yang disaksikan.

      Tentang foto, ah hanya asal jepret saja mba. Saya memakai kamera saku Canon (maaf bukan iklan…hehehe) yang simple dan ringan dibawa-bawa. Sebelum di upload, biasa saya crop dan edit dahulu fotonya dengan aplikasi ringan yaitu photoscape.

      Salam,

  4. fotonya keren..tulisan dan liputan yg sangat runtut, enak dibaca….
    semoga kedua mempelai senantiasa diberkahi Allah.

    salam kenal dr jauh..

Tinggalkan Balasan ke abi_gilang Batalkan balasan

Buat situs web atau blog di WordPress.com

Atas ↑