Pagi ini perjalanan dari Puncak menuju Ciawi sudah mulai dijebak kemacetan. Walau tidak sepanjang perjalanan macet, hanya di beberapa titik saja, tetap saja membuat sedikit kesal. Ah seandai jalur ini tidak macet, mungkin lebih nikmat perjalanan ini. Begitu saya mengeluh.
Kita bisa lari kemana lagi kalau sudah terjebak kemacetan. Daripada uring-uringan lebih baik saya perhatikan di kiri kanan jalan. Banyak yang menarik juga. Melihat penduduk sekitar yang sudah memulai aktifitasnya, pedagang-pedagang di pinggir jalan yang sudah mulai membenahi warung tempatnya berjualan, ya roda kehidupan dan upaya mencari rezeki sudah dimulai sejak pagi.
Mungkin kemacetan juga menjadi berkah bagi segelintir orang untuk mengais rezeki. Salah satunya bagi beberapa akang-akang pedagang asongan. Di sela kemacetan, akang-akang pedagang asongan ini dengan sopan akan mendekati jendela demi jendela kendaraan yang sejenak terhenti.
Coba sekali-sekali perhatikan ekspresi akang pedagang asongan ini. Dengan disertai senyum mereka menawarkan dagangannya. Dagangan mereka biasa dikemas dalam kantong plastik. Satu kantong plastik itu rata-rata harganya Rp 2.000,- saja. Dagangan yang mereka jajakan seperti tahu goreng, kacang goreng dan leupeut (semacam lontong yang dibungkus daun pisang).
Entah berapa kantong yang bisa mereka jual sehari-harinya. Entah berapa pendapatan yang dapat mereka raih. Entah bagaimana kehidupan keluarga mereka. Entah bagaimana cara mereka bertahan dalam kehidupan ditengah hingar bingarnya gelombang kapitalisme saat ini. Terlalu banyak “entah” dalam benak saya.
Senyum, semangat dan kesabaran akang-akang pedagang asongan ini seakan menyadarkan saya betapa berkelas-kelasnya golongan ekonomi masyarakat kita. Akang-akang pedagang asongan ini dalam statistik ekonomi akhirnya hanya disederhanakan sebagai golongan ekonomi lemah itu.
Walau demikian, menurut saya, mereka bukanlah golongan lemah dalam segala hal. Malah sebaliknya, merekalah golongan yang teramat kuat. Kuat bertahan dalam kesederhanaan dan kemandirian…
Bekasi, 13 Januari 2013
Hikmah,
Jangan mengeluhkan sesuatu yang tidak kamu sukai/ harapkan, karena bisa jadi itu berkah untuk orang lain.
Sepakat, Om
Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya di blog sederhana saya.
Salam,
sudut pandang dan sensifitas yang berharga…trms sudah disajikan bacaan yang bernilai…
sudut pandang yang menarik…terima kasih sudah berbagi informasi kang
Sama-sama Mas.
Mari terus berbagi walau hanya lewat blog.
Salam,
Walau banyak saingan, mereka tetap giat bekerja. Salut!.
Biasanya sih dulu saya suka beli makanan dari ketan dilumuri gula merah, bentuknya lonjong atau bulat, lupa namanya :D.
Demikianlah mba, mereka tetap giat mengais rezeki yg halal…
Makanan yg mba maksud itu namanya gemblong…
Salam,
Iyaaa gemblong. Terima kasih mas buat infonya ;-).
Saya paling suka tahu, sama permen jahe 🙂
Makan tahunya pake cengek hijau ya, duh nikmatnya…
Salam,
Keren ya mental mereka, mau terjang segala cuaca, ngelayanin pembeli yang nyaman ngumpet di dalem mobil.
Salut banget deh dg perjuangan mereka…
Salam,
benar, mereka kuat, karena tanpa lelah berusaha mencari rezeki, dan tidak memilih menjadi peminta2, salut untuk seluruh pedagang, baik pedagang di pasar, pedagan asongan, atau pun pedagang2 di toko, pedagang2 di perusahan besar. 🙂
Iya Uni, salut untuk mereka dan perjuangannya. Kisah kehidupan tentang mereka moga menginspirasi untuk kita berbuat baik dg penuh ikhlas.
Salam,
aku juga salut mas, sama mereka, bekerja keras, daripada meminta minta atau menggantungkan diri pada orang lain, itu byk yg msh muda muda ya mas, tamabh salut, khan nggak sedikit juga orang yg gengsi bekerja spt mereka mas
Iya, luar biasa perjuangan akang-akang ini mba. Pemuda-pemuda sederhana yg tetap berjuang mandiri dalam kerasnya kehidupan…
Salam,
Semoga rejeki mereka selalu lancar ya mas, saya yakin belum tentu semua yg ada di atas mereka lbh bahagia hidupnya
Semoga mba…
Salam,