Muara Gembong: Sisi Alami Bekasi

Apa yang terbayang dan terlintas dalam pikiran anda bila disebut nama kota Bekasi?

Cobalah ajukan pertanyaan ini kepada teman sejawat anda misalnya. Saya menduga bahwa hampir pasti apa yang terlintas dalam pikiran mereka tentang Bekasi adalah daerah kawasan industri, mall-mall, polusi udara, perumahan-perumahan dari yang sederhana sampai dengan yang ekslusif, udara yang panas, kemacetan lalu-lintas atau bahkan daerah yang kerap dilanda banjir saat musim penghujan tiba.

Adakah sisi lain kota Bekasi yang diluar dari apa yang terlintas dalam pikiran itu? Katakanlah sisi dimana alam masih mendominasi keadaan sekelilingnya?

Jawabnya, ada. Dan salah satunya adalah kawasan Muara Gembong yang terletak di bagian utara kota Bekasi.

Dalam posting ini saya tuliskan perjalanan saya hari Minggu, 18 Mei 2014 ke Muara Gembong, menikmati keindahan Muara Gembong beserta hutan mangrove-nya dan juga melihat potensi-potensi yang terpendam di kawasan ini.

***

Perjalanan Menuju Muara Gembong

Sampai saat ini tidak ada angkutan kota, apa yang di Bekasi lazim disebut sebagai Koasi, yang jurusannya langsung menuju dan berakhir di Muara Gembong. Angkutan kota hanya sampai Pasar Babelan saja. Padahal dari Babelan ini masih sekitar 12-an km untuk sampai ke Muara Gembong.

Beruntung saya mempunyai beberapa  sahabat twitter yang asli penduduk lokal disana. Mereka inilah yang telah memperkenalkan Muara Gembong lebih dekat lewat perbincangan di linimasa twitter dan berbaik hati menyisihkan waktunya untuk mengantar saya ke Muara Gembong, walaupun sebelumnya saya belum pernah bertemu langsung dengan mereka di dunia nyata. Hal yang selalu mengingatkan saya akan indahnya persahabatan tak perduli dimanapun terjalinnya.

Dengan bermotor, perjalanan menuju Muara Gembong pun dimulai. Melewati Pasar Babelan, menyusuri jalan yang masih beraspal menuju ke arah utara. Jalan aspal ini cenderung sempit, hanya cukup berpapasan mobil kecil yang berlawanan arah saja. Saya dapat membayangkan kemacetan yang kerap terjadi di ruas jalan ini seandai dua buah truk tanah berpapasan. Kemacetan pastilah tak terhindarkan.

Sejenak kami berhenti di Jembatan CBL. Nama yang ternyata singkatan dari Cikarang Bekasi Laut. Dari atas jembatan ini saya bisa melihat 2 sungai yang bertemu hingga membentuk satu sungai. Yang sebelah kanan adalah sungai yang melewati kawasan Bekasi. Saya melihat airnya berwarna kecoklatan. Sedangkan yang sebelah kiri adalah sungai yang melewati kawasan Cikarang, kawasan yang banyak terdapat pabrik disekitarnya. Warna air sungainya tampat berwarna biru seperti berminyak. Sepertinya ini limbah dari berbagai industri yang berada pada kawasan Cikarang dan sekitarnya tersebut.

Perhatikan foto dibawah ini, dimana sungai yang berasal dari dan melewati kawasan Bekasi dan sungai yang melewati kawasan Cikarang bertemu dan membentuk satu sungai. Perhatikan perbedaan warna air yang mencolok pada kedua sungai tersebut.

Menatap dua sungai menjadi satu dari jembatan CBL.
Menatap dua sungai menjadi satu dari jembatan CBL.

Perjalanan dilanjutkan sampai bertemu dengan belokan di sebelah kanan jalan yang menuju ke kawasan Muara Gembong. Jalan ini belum beraspal, tapi masih dalam bentuk jalan tanah yang ber-koral batu-batu kerikil. Jangan ditanya tentang debu-debu yang berterbangan yang menyambut kami di Minggu pagi itu. Melewati jalan ini, terutama di musim kering seperti ini, mutlak harus mengenakan masker.

Disisi kiri dan kanan jalan saya masih bisa menyaksikan pesawahan yang terhampar dengan padi yang mulai menghijau. Sungguh menyegarkan mata melihat warna hijau yang begitu luas ini. Setelah melewati kawasan yang didominasi persawahan itu, saya melewati kawasan yang banyak tambak di kiri kanan jalan. Sejauh mata memandang hanya tambak yang terlihat.

Akhirnya sampailah kami ke Jembatan Blacan. Ini titik akhir perjalanan bermotor kami sebelum melanjutkan menelusuri kawasan berair bernama Muara Gembong.

Menelusuri Muara Gembong dan Menyaksikan Hutan Mangrove

Sejenak kami beristirahat di warung yang ada di Jembatan Blacan. Menikmati segelas kopi panas sambil berbincang akrab layaknya sahabat yang sudah lama tak berjumpa. Disamping jembatan, perahu kecil telah siap membawa menelusuri kawasan Muara Gembong dan melihat dari dekat hutan mangrove yang masih subur tumbuh disana.

Dengan menaiki perahu kecil bermotor, kamipun menelusuri Muara Gembong. Air muara yang tenang tanpa ombak memberi ketenangan juga kepada diri saya yang belum pernah menaiki perahu model begini sebelumnya. Perahu melaju dengan perlahan.

Dari kejauhan saya menyaksikan hutan mangrove yang menghijau. Sungguh pemandangan yang demikian indah. Kesejukan angin dan kesegaran udara demikian nikmat saya hirup. Tak salah bila hutan mangrove dianggap sebagai paru-paru kota karena menghasilkan oksigen yang demikian melimpah, selain juga penahan abrasi.

Hutan mangrove Muara Gembong.
Hutan mangrove Muara Gembong.

Koloni demi koloni mangrove dilewati. Hijau dan tampak subur menggunung. Kalimat apa lagi yang hendak saya tuliskan untuk menceritakan keindahan ini kepada pembaca semua?

Mungkin rangkaian foto dibawah ini – sila klik foto untuk memperbesar tampilan – memberikan gambaran keindahan, kesejukkan dan ketentraman yang saya rasakan selama saya disana dan tak mampu lagi saya tuliskan disini.

Berbagai cara orang untuk menikmati keindahan Muara Gembong. Seperti saya naik perahu berombongan, di kejauhan saya melihat orang yang mendayung perahu kecil sendirian atau orang yang asyik memancing sendirian ditengah muara diatas bangunan sederhana yang terbuat dari bambu dan beratap guna menahan panas terik sinar matahari.

Teman saya bilang, rasanya kurang sempurna seandai menelusuri Muara Gembong dan tak mampir di masjid yang berada ditengah muara. Masjid itu berupa masjid kecil yang bernama Masjid Alam Blacan.

Mengunjungi Masjid Alam Blacan

Perahu menepi ke ujung daratan. Satu demi satu kami turun dari perahu dan menginjakkan kaki di daratan. Sekian jam kedepan kami minta dijemput kembali oleh Abang yang mengemudikan perahu kecil itu, sementara kami akan menikmati keindahan Masjid Alam Blacan untuk beberapa saat.

Dari jauh tampak Masjid Alam Blacan tersembunyi di balik pepohonan. Untuk mencapainya kami harus berjalan kaki melewati pematang yang membelah tambak-tambak. Berjalan lurus menyusuri pematang itu, kemudian belok kanan melewati jembatan kayu menghantarkan saya dan rombongan ke halaman mesjid.

Saya mengelilingi masjid kecil itu. Memperhatikan setiap sudut-sudutnya yang rapi, bersih dan tertata baik, dipadukan dengan suasana tambak disekelilingnya, sungguh pamandangan yang luar biasa menawan dan memberikan kesan yang mendalam kepada diri saya.

Saat memasuki bagian dalam masjid itu terasa sejuk dan tenang. Sajadah terhampar rapi di lantainya. Didepannya saya lihat ruang kecil yang merupakan ruang mimbar.

Masjid Alam Blacan ini diyakini oleh sebagian masyarakat, seperti tercermin dengan perbincangan dengan pengurus mesjid tersebut, mempunyai kaitan dengan penyebaran agama Islam pada masa Wali Songo. Saya pribadi belum menemukan catatan-catatan resmi mengenai hal ini, demikian juga teman saya yang asli penduduk setempat. Sepertinya akan menjadi agenda yang menarik untuk mengungkap asal-muasal mesjid ini dan menyusunnya menjadi suatu catatan sejarah di masa depan.

Demikian antara lain diskusi saya dengan teman saya saat mengakhiri kunjungan ke Masjid Alam Blacan tersebut.

***

Muara Gembong, yang saya sebut sebagai sisi alami Bekasi ini, saya pikir mempunyai potensi yang besar untuk kedepannya dikembangkan sebagai kawasan wisata. Tidak tertutup kemungkinan juga untuk menjadikan kawasan ini sebagai kawasan pendidikan demi memperkenalkan alam, dalam hal ini hutan mangrove, yang demikian berperan bagi menunjang kehidupan, agar tetap dijaga kelestariannya. Maupun tempat ini dapat juga digunakan sebagai lokasi untuk konservasi dan pengembangan hutan mangrove.

Walau sampai saat ini dirasa sulit mencapai kawasan Muara Gembong, mengingat ketiadaan angkutan umum menuju kawasan ini dan kondisi infrastruktur jalan yang masih sangat minim, namun ada baiknya kondisi ini tidak menyurutkan harapan kedepannya bahwa daerah ini akan maju dan berkembang. Semoga kondisi ini menjadi semacam tantangan bagi pihak pemerintah daerah setempat untuk segera mengembangkan kawasan Muara Gembong ini.

Semoga.

Bekasi, 21 Mei 2014

Catatan Tulisan ini saya dedikasikan untuk sahabat-sahabat twitter saya yang juga admin akun @muaragembongku dan @babelaninfo yang terus berjuang demi pembangunan dan kemajuan daerahnya, dan juga yang telah mengantar saya menyusuri Muara Gembong dan mengunjungi Masjid Alam Blacan. Terima kasih tak terhingga atas keramahan kalian, sahabat…

ki-ka: @fay_ruzz , saya, @bisot , @komarbekasi , Bang Doy. Bang @ucie_yusuf1 yang mengambil foto.
ki-ka: @fay_ruzz , saya, @bisot , @komarbekasi , Bang Doy. Bang @ucie_yusuf1 yang mengambil foto.

Tulisan ini disertakan dalam Kontes Blog #3TahunWB – Warung Blogger Peduli Potensi Daerah


 

Catatan
Posting ini telah di publish di VIVAlog-VIVAnews disini. Terima kasih.

50 respons untuk ‘Muara Gembong: Sisi Alami Bekasi

Add yours

  1. terkadang kita sibuk melipir jauh-jauh sampai lupa dengan potensi di wilayah sendiri ya, informatif sekali nih, saya jadi pengen ke sini kalau ke bekasi, respect 🙂

    1. Betul sekali, Mbak. Ternyata di kota sendiri ada terdapat potensi wisata yang masih terpendam.
      Boleh dikunjungi kalau kapan-kapan ke Bekasi. Dijamin tak akan menyesal.

      Salam,

  2. saya lama hilir mudik di Kota Bekasi belum pernah sampai ke Muara Gembong, ternyata Babelan ke sana tersimpan keindahan alam luar biasa.
    Sukses di acara GA-nya Kang.

    1. Ini sama kasusnya dengan saya Mbak. Belakangan hanya mendengar namanya saja. Membuat penasaran karena beberapa teman yang ditanya rupanya sama, hanya tahu nama saja dan jarang sekali yang pernah berkunjung ke Muara Gembong.

      Melalui teman-teman twitter lah akhirnya saya sampai ke Muara Gembong…

      Salam,

  3. Assalaamu’alaikum wr.wb, mas Titik Asa…

    Subhanallah walhamdulillah kerana diperlihatkan keindahan alam muara Gembong yang masih lestari dan bertata rapi. Jika kita tahu menjaga alam dan memuliharanya, pasti kita akan tenang dan harmoni di dalamnya.

    Pengalaman yang manis yang telah diabadikan dengan indah dan bermanfaat untuk dikongsikan sesama. Masjidnya juga dibina walau di tengah muara ya. menunjukkan keperihatinan penduduk dan pemerintah setempat akan keperluan ibadah. Semoga sukses dalam lombanya, mas Titik.

    Salam hormat dari Sarikei, Sarawak. 🙂

    1. Wa’alaikum salam wr.wb., Mbak Fatimah,

      Terima kasih atas perkenannya Mbak membaca dan memperhatikan keindahan alam yang saya sampaikan disini.

      Betul Mbak, pengalaman manis yang bermakna persahabatan yang terjalin antara saya dengan teman-teman twitter yang sebelumnya belum pernah bertemu dan mereka bersedia meluangkan waktu untuk mengantar saya mengunjungi Muara Gembong, ber-perahu bersama dan mengunjungi masjid alam Blacan yang demikian tertata rapih.

      Salam persahabatan selalu…

      1. Alhamdulillah, demikianlah Allah berkenan mempertemukan sesiapa sahaja dengan izin-NYA sehingga dapat menjalin persahabatan di dunia maya. Mudahan semuanya akan kekal terjalin dalam rahmat Allah serta dapat lagi merencana wisata yang lebih menarik di masa depan.

        Saya senang melihat alam hijau yang tenang dan indah, Cuma kurang menyenangi kawasan berair walaupun pandai berenang. Hanya takut di dasar sungainya ada buaya… hehe.

        Didoakan mas Titis Asa serta keluarga dalam kondisi diberkati Allah SWT. Aamiin.
        Salam hormat takzim. 🙂

        1. Benar sekali Mbak, bila Allah berkenan apapun terjadi. Seperti persahabatan yang mulanya terjalin di dunia maya akhirnya berlanjut ke persahabatan yang lebih bermakna di dunia nyata.

          Nah, saya malah tidak bisa berenang, Mbak. Jadi saat naik perahu kemarin deg-deg-an juga. Untungnya ada pelampung yg siap saya kenakan.

          Salam juga untuk keluarga Mbak disana. Semoga selalu berbahagia dan dalam lindungan Allah SWT.

          Salam persahabatn selalu,

    1. Wah, dekat ya ke Muara Gembong?
      Segeralah kunjungi. Lokasi yang teramat indah ini sayang kalau dilewatkan dan tidak dikunjungi…

      Salam,

  4. Subhanallah , alhamdulillah .
    Terimakasih atas keperduliannya dan mau mengekspose keragaman yang ada di Muaragembong.

    Jujur, setelah membaca artikel ini ada rasa malu tersendiri dlm hati.
    Saya anak penduduk dan pribumi asli Muaragembong pun tdk pernah menginjakkan kaki ke Masjid Blacan sana karena memang perjalannya yang cukup jauh.

    Saya mengapresiasi penuh atas semua kegiatan yang ada di Group ini tentang Muaragembong yang Hijau dan Tenang.

    Semoga #MuaragembongKu ini bermanfaat banyak dan terus semakin berkembang bersama-sama.

    Salam .

    1. Sama-sama Mbak Septi,
      Saya pribadi sangat terkesan dengan keindahan, kesejukan dan keasrian Muara Gembong bersama hutan mangrove-nya. Ditambah dengan masjid alam Blacan yang juga saya kunjungi, lengkap sudah obat kepenasaran saya akan lokasi yang sangat potensil untuk lokasi wisata ini.

      Wah, Mbak Septi asli pribumi Muara Gembong rupanya? Mungkin kenal dengan salah satu dari beberapa tokoh pemuda disana seperti yang tampilkan dlm foto diatas?

      Salam,

  5. ini dia, terimakasih udah posting pengalamannya pak 🙂 potensi ekowisata di Muaragembong belumlah dipoles, masih alami dan jauh dari fasilitas apapun yang selayaknya ada untuk sebuah tujuan wisata, namun dengan “nekad” bapak telah memilih meluangkan waktunya untuk menjelajah ke pedalaman Bekasi pesisir yang hampir terlupakan 🙂

    semoga tulisan ini membuka wawasan ke-bekasi-an yang lebih luas khususnya bagi warga bekasi sendiri bahwa ada surga yang tersembunyi di pesisir utara bekasi.

    salam

    1. Saya yang sangat berterima kasih karena Bang Bisot, Bang Komar, Bang Ucie dan Bang Doy rela meluangkan waktunya untuk mengantar saya menyususri Muara Gembong dan mengunjungi masjid alam Blacan. Sungguh perjalanan yang dahsyat nih Bang.

      Hehehe…”nekad” ya Bang? Nekadnya bertemu sahabat-sahabat yang belum pernah bertemu sebelumnya, pas ketemu langsung saya malah merepotkan ya…

      Semoga seperti yang Bang Bisot harapkan, demikian juga saya, dapat tercapai.

      Salam,

    1. Iya Mbak lumayan dibikin grogi juga naik perahu model begini. Untungnya saya memakai pelampung yang disediakan selama naik perahu itu. Jadi tenang juga.

      Ah fotonya sih asal jepret-jepret saja Mbak. Dari sekian banyak shot, yang lumayan bagus saya tampilkan disini.

      Salam,

    1. Sempat ku Muara Gembong juga rupanya. Ah sayang ya tidak sempat berkunjung ke masjid alam Blacan.
      Baik, saya kunjungi blognya…

      Salam,

Sila tinggalkan komentar sahabat disini...

Buat situs web atau blog di WordPress.com

Atas ↑