Sederhananya sih begini, selalu ada yang dapat dipelajari saat dimanapun diri kita berada. Karena “buku pelajaran” itu tidak hanya berada di perpustakaan namun banyak “buku pelajaran” berceceran di sepanjang perjalanan hidup yang dilalui.
Ah ya boleh jadi kalimat diatas terlalu absurd, tapi setidaknya itu yang sering saya alami.
Begini. Saat jalan kaki pagi – biasa, lokasi favorit saya untuk jalan kaki pagi adalah menyusuri jalan kereta api – di kejauhan saya melihat akang penjual mainan anak-anak sedang bersiap diri untuk keliling menjajakan jualannya.

Apa yang dijual si akang ini adalah mainan dari plastik yang berbentuk ornamen-ornamen tokoh-tokoh kartun dan binatang-binatang yang disukai anak-anak.
Si akang sedikit bercerita ketika iseng saya tanya. Katanya, biasanya berjualan mangkal di sekolah-sekolah. Tapi karena sekarang beberapa sekolah sudah ada yang mulai memasuki masa liburan, akang akan keliling kampung-kampung menjajakan dagangannya.
Kata si akang melanjutkan, sekolah boleh libur, tapi ia harus tetap berjualan. Kenapa? Karena hanya ini yang dapat ia lakukan untuk mengais rejeki. Dengan apa adanya kemampuan yang dimiliki dan tekad yang kuat, apapun harus dijalani demi menghidupi keluarga.
Saya hanya bisa salut mendengar celotehan akang ini. Akang berusaha dengan jauh dari fasilitas dan tidak mengenal apa yang disebut katebelece. Benar-benar berdikari alias berdiri diatas kaki sendiri.
“Yang penting berusaha. Rejeki mah Gusti Allah yang menentukan“.
Demikian ungkapan akhir dari akang yang terasa demikian jleb merasuk di hati saya.
Sukabumi, 19 Desember 2019
Posted from WordPress for Android
semoga kita selalu diberi kesehatan dan rejeki yang berkah dan barokah ya om..
syukur-syukur melimpah dan bisa berbagi sesama..
Aamiin… Semoga demikian ya Mas.
Salam,
Sepakat. Semangat dan praktek nyata yg dipetik dr percakapan dgn Akang penjual mainan itu tidak ada di lembaran buku dan bangku sekolah.
Tulisan ini menjadi rekam kekayaan ilmu kehidupan yg bisa dibaca mereka yg mampir.
Terima kasih sharing-nya, Kang.
Demikianlah Mbak apa yang saya rasakan, ternyata ilmu kehidupan banyak tercecer di sekitar keseharian kita rupanya.
Terima kasih atas apresiasinya, Mbak.
Salam dari saya di Sukabumi.
Akang selalu menyandarkan semuanya pada sang pemberi rejeki. Ia tulus menjalani hidupnya. Aku rasa orang-orang seperti itu adalah orang-orang yang mudah berbahagia.
salam dari Depok, pak Titik.
Iya benar Mas, orang sederhana seperri Akang ini menjalani hidup apa adanya dan tampak terpancar rona bahagia di wajahnya.
Hatur nuhun komentarnya, Mas.
Salam persahabatan selalu dari saya di Sukabumi.
Kurang lebih saya sama ini, Om sama si Akang penjual mainan.
Bolehlah sekarang musim liburan akan tetapi kerja sih tetap kerja karena bidang kerjaan saya, di mana orang purchasing masuk kerja saya masih aja dicari-cari, hahaha.
Alhamdulillah masih bisa berkarya.
Tetap sibuk ya Mbak?
Tetap bekerja dan berkarya Mbak, teriring doa semoga sukses selalu.
Salam,
wah kerennn … setuju banget.
Sepertinya sama seperti hukum fisika aksi dan reaksi. JIka ingin mendapatkan hasil maka harus ada aksinya. Besarnya hasil tergantung dari Yang Maha Kuasa
Demikianlah, Mas. Dan, ya, bagaimanapun hasilnya setelah upaya yang maksimal tergantung kepada Yang Maha Kuasa.
Salam persahabatan dari saya di Sukabumi.
Setuju pisan, Kang. Saya pernah nulis di blog tentang hal yang mirip. kalau rezeki, tak akan ke mana. Tapi kalau ga “ke mana-mana”, mana mungkin bisa dapat rezeki. ke mana-mana itu maksud saya ya harus mau melakukan sesuatu, bergerak secara fisik sesuai kemampuan. Waktu itu saya habis ketemu bapak penjual sayur yang dipanggul di Pasaranyar Bogor. Lalu ada ibu paruh baya yang jualan bubur sumsum, selalu barengan beli kelapa buat wingko. Salut buat mereka karena enggak mengeluh tetapi mengerjakan apa yang mereka bisa alih-alih menyalahkan orang lain atau pemerintah. Yang penting berusaha. Itu pula yang saya pegang ketika pindah ke kampung halaman dan enggak tahu mau ngapain karena peluang kerja di sini terbatas, juga batasan usia yang menghalangi. Mau gimana lagi, ya nulis blog, ya layout buku, dll asal bisa ya saya kerjain. Yang penting dapur ngebul walau ga selalu besar. Terima kasih sudah diingatkan. 😇
Tapi kalau gak “kemana-mana” mana mungkin bisa dapat rezeki…kalimat ini benar adanya dan saya sepakat, Mas.
Rupanya di kampung halaman pun peluang meraih rezeki tetap tersedia dgn mengandalkan kemampuan Mas di bidang blogging. Salut Mas.
Terima kasih atas berbagi kisah nyatanya lewat komentar ini.
Salam dari saya di Sukabumi.
Doa terbaik buat Anda, Kang. Sukabumi hujan terus ya?
Hatur nuhun doa nya, Mas. Moga Mas dan keluarga selalu dalam lindunganNya dan sukses selalu di tahun yang baru ini.
Iya Mas disini masih hujan terus. Beberapa daerah terkena musibah lahan longsor.
Salam dari Sukabumi.
Saya dengar juga begitu, sebagian ada yang kena longsor. Semoga ga ada korban jiwa.
Amin…
Terima kasih perhatiannya, Mas.
saya kalah sama orang orang semacam ini yang selalu sambat atau ngeluh soal kehidupan sementara mereka tahunya hanya berjuang buat hidup berapapun dapatnya mereka bisa bersyukur.
Sepertinya setiap orang punya caranya sendiri untuk bertahan dan berjuang dalam hidup ini ya Mbak.
Sukses selalu buat Mbak.