Bogor Jazz Reunion 2015: Jazz dan Kepedulian terhadap Alam

Salah satu festival jazz yang menarik untuk dihadiri dan berlangsung di kota Bogor, Bogor Jazz Reunion, kembali digelar pada hari Sabtu, 31 Oktober 2015. Bogor Jazz Reunion 2015 ini adalah pergelarannya yang ke-4 dengan mengambil tema yang unik, Respect the Nature.

Bogor Jazz Reunion 2015 dilangsungkan di alam hijau terbuka, tepatnya di area Kebun Raya Bogor. Lokasi yang tepat mengingat tema Respect the Nature yang diusungnya tersebut.

Musisi-musisi jazz ditampilkan pada pergelaran Bogor Jazz Reunion 2015 ini mulai dari musisi muda yang berasal dari kota Bogor sendiri hingga musisi senior, diantaranya yang sangat membuat saya penasaran untuk saya saksikan langsung penampilannya, Fariz RM.

Berikut ini catatan saya setelah menyaksikan festival jazz Bogor Jazz Reunion 2015.

***

Suasana Area Festival

sumber bogorjazzreunion.comSekitar jam 13.00 siang saya sudah berada di area Kebun Raya Bogor. Siang ini udara Bogor terasa demikian panas menyengat. Bogor, kota hujan, ternyata demikian menggerahkan juga di tengah hari.

Melewati gerbang Bogor Jazz Reunion, suasana masih sepi. Saya belum melihat pengunjung-pengunjung yang memenuhi area, yang tampak dari kejauhan kebanyakan pelajar-pelajar Sekolah Menengah Atas yang merupakan pengunjung-pengunjung yang khusus diundang oleh panitia Bogor Jazz Reunion untuk menghadiri festival ini.

Tiga panggung pertunjukkan telah disiapkan. Dua panggung ditempatkan di lapangan terbuka, dengan satu panggung besar terbuka tanpa atap – Stage 1, dan satu panggung kecil dengan atap yang terbuat dari kain berwarna putih – Stage 2. Rancangan panggung yang melibatkan banyak unsur bambu ini seakan ingin lebih menonjolkan suasana alami yang melingkupi festival jazz ini.

Satu panggung lagi disiapkan di anjungan sebuah bangunan antik – Stage 3. Lebar panggung ini kurang lebih seukuran dengan Stage 2 yang berada di lapangan terbuka. Di depan panggung ini saya melihat sudah banyak pelajar yang duduk-duduk dengan sebagian berpayung. Hal yang menunjukkan betapa panasnya Bogor siang itu.

Yang Unik, Tutur Tanah Air

Selain menikmati jazz, di Bogor Jazz Reunion 2015 ini ada satu mata acara yang unik dan menarik untuk disimak yang diberi nama Tutur Tanah Air.

Acara yang dipandu oleh Kang MT (@mataharitimoer) menampilkan dua orang nara sumber, yaitu nara sumber yang mewakili musisi jazz – Bang Idang Rasjidi – dan nara sumber yang merupakan tokoh yang memahami seluk-beluk sejarah Kebun Raya Bogor, Pak Endang. Dialog yang dibawakan dengan suasana santai ini menarik minat penonton yang sudah hadir siang itu yang didominasi oleh pelajar-pelajar Sekolah Menengah Atas.

Dialog Tutur Tanah Air
Dialog Tutur Tanah Air, dipandu oleh Kang MT dengan narasumber Idang Rasjidi dan Pak Endang

Pak Endang lebih banyak berbicara aspek historis Kebun Raya Bogor yang ternyata dahulu sekali sebelum dijadikan kebun raya adalah merupakan semacam hutan lindung. Sedangkan Idang Rasjidi lebih menonjolkan aspek berkesenian, dalam hal ini melalui jazz, yang dapat dijadikan sebagai sarana dan media untuk menyampaikan pesan akan pentingnya alam dan lingkungan bagi kehidupan.

Menjaga lingkungan untuk tetap bersih dan asri bahkan diwujudkan saat berlangsungnya festival ini dengan bantuan para volunteer yang berkeliling menyusuri area sekitar pertunjukkan untuk memungut sampah apapun yang ditemukan dan ditampung pada kantong plastik berwarna hitam yang ditenteng oleh para volunteer ini.

Acara yang menarik ini juga membuka dialog langsung dengan penonton yang hadir siang itu. Sungguh suasana diskusi yang menarik yang semoga kian mengingatkan penonton yang hadir untuk lebih menghargai, memelihara dan menjaga alam dan lingkungan sekitar. Suatu bentuk Respect the Nature dalam bentuk praktek. Sederhana, tak bertele-tele, namun tepat sasaran.

Menyimak Beberapa Penampilan

Tidak semua musisi jazz yang tampil di Bogor Jazz Reunion saya saksikan penampilannya, mengingat kehadiran saya tidak sampai tuntas, tapi hanya sampai sekitar jam 22.30 saja saat Rieka Roeslan naik ke panggung. Idang Rasjidi yang tampil sebagai penutup festival jazz ini tidak sempat saya saksikan penampilannya.

Penampilan pertama yang saya saksikan adalah grup band yang menamakan dirinya Oemay and No Rules Quartet. Grup band yang terdiri anak-anak muda Bogor ini menampilkan sentuhan-sentuhan jazz yang cenderung ringan dengan mengandung banyak unsur-unsur pop.

Boleh dicatat pemain sax grup ini yang permainannya demikian bagus dan pas dengan komposisi-komposisi yang disajikan oleh grup ini.

Suami-istri Endah dan Rhesa tampil dengan mengesankan dengan membawakan lagu-lagu mereka yang cukup populer. Nada-nada yang dilantunkan oleh Endah melalui melodi gitarnya dan Rhesa melalui petikan bass, cukup menggairahkan untuk disimak.

Beberapa lagu mereka bawakan, termasuk satu lagu menarik yang berjudul Cinta dalam Kardus. Dijelang akhir penampilannya, Endah dan Rhesa menunjukkan kemesraan dalam bermain musik. Berdua mereka memainkan satu gitar bersama. Pertunjukkan yang membuat iri banyak penonton…

Menyimak Fakhry and FriendsFakhry and Friends tampil di panggung saat suasana mulai mendung. Improvisasi yang disampaikan grup ini pada komposisi pertama yang mereka bawakan cukup nyaman terdengar di telinga. Saya masih ingin berlama-lama dengan komposisi-komposisi lainnya yang dibawakan oleh grup ini, namun hujan yang cukup deras membuyarkan keinginan saya tersebut.

Hujan deras yang cukup lama menghentikan pergelaran Bogor Jazz Reunion untuk sementara waktu…

Sekitar pukul 16.45 hujan sudah berhenti. Pergelaran kembali dilanjutkan. Grup yang menamakan dirinya Kenduri Jazz tampil di panggung anjungan bangunan antik. Kenduri Jazz ini terdiri dari Agam Hamzah (gitar), Adi Darmawan (bass), Sa’at (flute) dan Syakuhachi (perkusi).

Agam Hamzah dan Adi Darmawan ini adalah personil Ligro Trio, karenanya warna Ligro yang khas dengan jazz rock nya sangat kentara dalam penampilannya bersama Kenduri Jazz. Namun Sa’at memberikan warna tersendiri melalui tiupan flute-nya, demikian juga dengan permainan perkusi Syakuhachi. Menyimak komposisi yang mereka bawakan di sore yang masih basah akibat guyuran hujan sungguh pengalaman yang mengasyikan.

Amelia Ong tampil ke panggung. Kali ini Amelia Ong tidak hanya bernyanyi, tapi juga bermain pada keyboard. Beberapa lagu Amelia Ong sampaikan, namun yang menarik bagi saya adalah ketika Amelia Ong menyanyikan lagu nasional berjudul Ibu Pertiwi yang diciptakan oleh Ismail Marzuki.

Kulihat ibu pertiwi, sedang bersusah hati.
Air matamu berlinang, mas intanmu terkenang.
Hutan gunung sawah lautan, simpanan kekayaan.
Kini ibu sedang lara, merintih dan berdoa…

Menyimak lagu Ibu Pertiwi dan menghayati liriknya, sungguh ada haru yang terasa…

oOo

Setidaknya ada tiga musisi dan vokalis jazz yang tampil pada malam hari dan menarik untuk disimak suguhan musik yang mereka sajikan. Mereka adalah Sierra Soetedjo, Iga Mawarni dan Fariz RM.

Sierra Soetedjo dan Iga Mawarni tampil di panggung yang sama yaitu panggung anjungan bangunan antik. Pencahayaan yang berasal dari lampu-lampu sorot menambah indahnya suasana penampilan panggung kedua penyanyi jazz ini.

Sierra Soetedjo, The Only One.Sierra Soetedjo membuka penampilannya dengan membawakan lagu Cinta Indonesia karya Guruh Sukarno Putra. Lirik lagu yang mengungkapkan perasaan cinta terhadap tanah air dengan baik dibawakan oleh Sierra.

Penampilan Sierra dilanjutkan dengan menampilkan beberapa lagu berirama bosas yang demikian ringan mengalir. Sentuhan-sentuhan improvisasi menambah manisnya lagu-lagu yang Sierra bawakan, seperti pada lagu The Only One.

Sierra mengakhiri penampilannya dengan membawakan lagu Bengawan Solo. Sungguh syahdu didengarkan terutama berkat sentuhan-sentuhan nada jazz yang lembut.

Iga Mawarni membuka penampilannya dengan membawakan lagu lawas yang hits pada masanya, Andai Saja. Lagu yang dirilis pada tahun 1998 ini tetap nikmat untuk disimak hingga kini, apalagi menikmatinya di arena terbuka dengan udara yang cukup dingin malam itu. Selain lagu Andai Saja, Iga Mawarni juga menyanyikan lagu lawas lainnya yang populer di sekitar tahun 1991, Kasmaran.

Sambutan penonton yang hangat menyimak penampilan Iga Mawarni setidaknya menunjukkan kalau Iga Mawarni masih tetap dicintai oleh khalayak pencinta musik tanah air.

Fariz Rustam Munaf, atau lebih dikenal dengan Fariz RM, tampil malam itu di Stage 2. Saya sangat menantikan penampilan Fariz RM mengingat beberapa lagu-lagu yang dibawakannya pernah menjadi bagian masa remaja saya di tahun 80-an.

Fariz RM and friendsSosok Fariz RM yang kini berusia 56 tahun terlihat kurus dengan rambut gondrong yang telah memutih, tetap piawai memainkan keyboard. Walau vokalnya tak sehebat saat muda usia dahulu, namun lagu-lagu lawas yang Fariz bawakan tetap mengandung nuansa masa mudanya yang gemilang.

Lima lagu Fariz RM bawakan. Saya paling suka ketika Fariz membawakan lagu Hasrat dan Cita, lagu yang dirilis pada tahun 1978. Walau dahulu saya sering mendengar lagu Hasrat dan Cita ini melalui vokalis alm. Andi Meriem Matalatta, namun kesyahduan lagu ini tetap saya rasakan melalui vokal sang penciptanya sendiri.

Fariz RM, Sakura dalam PelukanTahun 1980, Fariz RM merilis lagu berjudul Sakura. Lagu yang saya harapkan dibawakan malam ini akhirnya dilantunkan juga oleh Fariz sebagai lagu penutup penampilannya.

Saya masih kangen dengan lagu-lagu Fariz RM lainnya, tapi cukuplah penampilan Fariz malam itu – dan terutama dua lagu yang dilantunkannya itu – sebagai pengobat kerinduan saya kepada lagu-lagu Fariz RM, dan tentu saja, kepada masa muda saya yang tak mungkin akan kembali lagi.

Sekitar jam 22.30 saya meninggalkan arena Bogor Jazz Reunion. Udara malam yang kian dingin mengiringi kepulangan saya menuju Sukabumi, diiringi musik jazz yang mengalun dari Stage 1 mengiringi penampilan Rieka Roeslan.

***

Setiap festival jazz memiliki keunikannya masing-masing, itulah ciri khas yang menjadi salah satu daya pikat untuk menghadiri festival-festival jazz tersebut. Walau sajian utamanya tetap musik jazz namun ada tema-tema lainnya yang selalu menyertainya. Demikian juga dengan festival jazz Bogor Jazz Reunion.

Bogor Jazz Reunion khas dengan keakraban yang tercipta saat pergelarannya berlangsung, seperti pernah saya rasakan ketika menghadiri Bogor Jazz Reunion 2014, hal yang sama terjadi juga saat pelaksanaan Bogor Jazz Reunion 2015 ini. Patut dicatat, keakraban itu kini bergerak jauh menuju tema Respect the Nature yang salah satunya diwujudkan dalam bentuk dialog Tutur Tanah Air dalam suasana akrab dan menarik.

Salut kepada penggagas dan panitia pelaksana Bogor Jazz Reunion 2015 yang telah menyuguhkan jazz tidak hanya sebagai musik yang nikmat untuk disimak namun juga sebagai pembawa pesan bagi pelestarian alam dan lingkungan.

Sukabumi, 5 November 2015

Catatan:
Terima kasih atas invitation guest yang diberikan panitia Bogor Jazz Reunion 2015 kepada saya. Sungguh suatu kehormatan. Salam.

33 respons untuk ‘Bogor Jazz Reunion 2015: Jazz dan Kepedulian terhadap Alam

Add yours

  1. Wah sayang hujan deras ya. Endah n Resha tu unik banget. Ngayogjazz November ini juga lo kang. Kok pas musim hujan juga ya?

    1. Hujan itu sepertinya jadi khasnya Bogor Jazz Reunion dan Ngayogjazz deh mbak…
      Kalau besok saya jadi ke Ngayogjazz, jumpa disana ya mbak.

      Salam,

  2. Kalau event di luar biasanya panitia menyediakan jas hujan sekali pakai untuk pentonton.

    Biasanya seru kalo nonton sambil hujan ^^

    1. Betul mas, di BJR pun kemarin dibagikan jas hujan dan alas tempat duduk saat di gerbang.
      Sayangnya hujan turun sangat deras, jadi pertunjukan di panggung gak bisa lanjut.

      Salam,

  3. Bagus temanya ya dan cocok dg lokasinya, salut dengan penyelenggara dan penggagas idenya yg pastinya sudah siap dengan konsekuensinya bahwa hujan kapanpun bisa turun, sayang saya gak bisa datang utk nonton,salut dan sukses terus utk JBR, Sukses terus juga utk akang yang semakin bagus susunan bahasa dan ulasannya dalam setiap tulisannya

    1. Betul mbak, saya salut juga dengan tema yang unik ini plus acara Tutur Tanah Air itu. Saya pikir Tutur Tanah Air itu suatu terobosan yang baru pertama kali ini saya lihat di acara festival jazz.
      Terima kasih mbak, saya hanya menulis seadanya saja sejauh yang saya lihat pada acara tersebut.

      Salam,

    1. Betul mbak, kang MT aka Mataharitimoer blogger dari Bogor. Ia salah seorang penggagas acara Tutur Tanah Air pada festival BJR ini.

      Salam,

    1. Iya mbak, isu-isu biasa dilekatkan pada festival jazz seperti pada BJR ini.
      Sebagai penyuka jazz saya suka sekali karena setiap bulan selalu saja ada pertunjukkan / festival jazz, dan makin menarik untuk dikunjungi.

      Salam,

  4. Saya penasaran sama Endah n Resanya Pak. Pasti keren sekali acara ini. Trus kebayang waktu hujan kayaknya deres banget ya Pak..

    1. Suka Endah n Rhesa ya mas? Menarik sekali penampilan mereka di panggung. Dan mereka suka bermesra dgn bermain dgn satu gitar sambil berpelukan…
      Betul, hujan sangat deras saat itu…

      Salam,

  5. Assalaamu’alaikum wr.wb, mas Titik…

    Apa khabar ? Didoakan mas Titik dan keluarga sihat sejahtera di sana. Jazz memang muzik yang indah. Satu kelainan ya membuat konser di alam terbuka yang fresh dan sekehendak bunyi yang melatari alamnya. Lagi asyik duduk atas rumput dari berdiri atau duduk di kerusi. Bisa sahaja meluruskan kaki sesantainya sambil makan-makan cemilan.

    Hujan juga menjadi kenangan indah untuk dikenang. Sekarang ini usim hujan di sana ya. Sama juga di Sarikei. Hujan dan panasnya tidak menentu.

    Salam takzim dari Sarikei, Sarawak.

    1. Wa’alaikum salam wr.wb,

      Alhamdulillah saya dalam keadaan baik. Betul Mbak, musik jazz yang lebih terasa indah bila dinikmati secara langsung dan di alam terbuka seperti halnya di Bogor Jazz Reunion ini.

      Seperti juga tahun lalu, hujan selalu mengguyur pada saat pelaksanaan festival jazz ini. Dan memang disini sedang musim hujan, sama dengan di Sarikei juga rupanya.

      Salam persahabatan selalu dari saya di Sukabumi, West Java.

    1. Betul Mas, ini salah satu festival jazz yang sayang sekali untuk saya lewatkan. Ini adalah kali kedua saya hadir di festival ini dan tetap memberikan kesan yang mendalam kepada saya sebagai pencinta musik jazz.

      Salam,

Tinggalkan Balasan ke Eka Ikhsanudin Batalkan balasan

Buat situs web atau blog di WordPress.com

Atas ↑