Ketika mendapat kabar akan adanya penampilan dua raksasa fusion jazz, Krakatau Reunion dan Casiopea 3rd di satu panggung yang bertajuk Economics Jazz Live Part XXI, perasaan saya campur aduk. Antara ingin menghadiri acara tersebut dan jarak yang jauh antara Bekasi dan Yogyakarta, kota tempat pergelaran ini berlangsung. Ah, bagaimana ini?
Ada rasa cinta saya yang tertanam kepada kedua grup band ini, selain kecintaan saya kepada musik jazz, khususnya genre fusion jazz yang diusung kedua band ini. Ada masa saat saya demikian akrab dengan sajian musik yang dialunkan baik oleh Krakatau maupun Casiopea. Itulah era 80-an, saat fusion jazz demikian digandrungi kawula muda, demikian juga dengan saya. Bagi saya pribadi, era 80-an itu dipenuhi gejolak usia muda, saat semangat demikian menggelagak, saat harapan akan masa depan yang gemilang tertancap kuat.
Jadi ini pergelaran yang mengajak bernostalgia ke era 80-an? Atau sekadar merasakan kembali degup semangat dan gairah masa-masa muda dahulu, walau hanya sejenak?
Namun, saya pikir, kapan lagi kedua fusion jazz band ini tampil pada satu panggung? Bukankah ini kesempatan yang langka? Hal inilah yang akhirnya menguatkan keputusan saya untuk menghadiri pergelaran Economics Jazz ini, walaupun terentang jarak lebih dari 500 km antara Bekasi dan Yogyakarta.
***
Economics Jazz yang diselenggakan oleh FEB – UGM pada hari Sabtu, 10 Oktober 2015 ini adalah pergelaran yang ke-21. Sungguh perjalanan satu pentas jazz yang panjang dan konsisten dilaksanakan.
Seperti diketahui, pentas jazz di UGM pertama kali dilaksanakan pada tahun 1987 yang pada saat itu bernama UGM Jazz. Sejak pergelarannya yang ke-14 pada tahun 2010, pentas jazz ini barganti nama menjadi Economics Jazz hingga kini. Economics Jazz kali ini dilangsungkan di Grand Pacific Hall, yang terletak di Jalan Magelang, Yogyakarta. Pergelarannya sendiri akan dimulai pada jam 19.30 waktu setempat.
Sabtu sore saya sudah berada di depan gedung Grand Pacific. Saya pikir lebih baik datang lebih awal, disamping karena saya baru pertama kali mendatangi Grand Pacific, kuatir nyasar, tak ada salahnya saya melihat-lihat sejenak suasana menjelang pergelaran nanti malam.
Saya memasuki area halaman Grand Pacific, suasana masih sepi. Saya melihat anggota panitia berseragam jaket biru sudah mulai sibuk dengan persiapan. Di bagian lobby gedung, saya melihat poster-poster sudah dipasang.
Ada poster-poster berukuran besar dengan setiap posternya berfoto anggota grup band Casiopea 3rd yang dipasang pada bagian tengah lobby. Di bagian kiri lobby, telah dipasang juga poster grup band Krakatau Reunion, sedangkan di sebelah kiri ada poster bertuliskan Economics Jazz Live Part XXI dengan karpet biru menghampar di depannya. Ini semacam photo booth.
Setelah puas melihat-lihat suasana di lobby, saya segera menukarkan bukti pembelian tiket masuk on-line dengan tiket aslinya. Saya pikir, akhirnya jadi juga nonton penampilan langsung Casiopea 3rd dan Krakatau Reunion, demikian ketika saya menerima tiket asli tersebut.
Seperti tertulis pada tiket bahwa pertunjukkan akan dimulai pada jam 19.30, namun saya memasuki ruangan pertunjukkan sebelum waktunya. Hal ini saya lakukan karena saya tidak ingin terlambat menyaksikan penampilan dari awal, dan juga ingin membuktikan dari kabar-kabar yang tersiar bahwa Economic Jazz ini tepat waktu dalam pelaksanaannya.
Tepat jam 19.30, lampu ruangan dimatikan dialihkan ke lampu yang sinarnya di fokuskan kepada MC Farhan yang memasuki ruangan. Benar, tepat waktu. Terbukti sudah.
Krakatau Reunion yang Tetap Gemilang
Saat MC Farhan memanggil Krakatau Reunion untuk memasuki panggung, sambutan penonton yang memenuhi ruangan demikian meriah. Inilah grup band ber-genre fusion jazz yang kita miliki hingga kini. Tanpa banyak basa-basi, lagu Kembali Satu segera menggebrak panggung pertunjukkan Krakatau Reunion malam itu.

Formasi Krakatau Reunion terdiri dari Dwiki Dharmawan (keyboards), Indra Lesmana (keyboards), Donny Suhendra (gitar), Pra Budidharma (bass), Gilang Ramadhan (drums) dan Trie Utami (vokal), namun penampilannya kali ini tanpa Indra Lesmana. Seperti diungkapkan Trie Utami di panggung, Indra Lesmana saat ini sedang dirawat di rumah sakit. Dengan simpatik, Trie Utami mengajak hadirin yang hadir untuk sejenak berdoa bagi kesehatan Indra Lesmana.
Lagu demi lagu disampaikan dengan baik oleh Trie Utami. Mengingat usia Trie Utami kini, dibandingkan dengan saat pertama lagu-lagu tersebut di rilis pada album-albumnya, saya menilai tidak ada yang berubah dengan kualitas vokal Trie Utami, tetap prima.
Ditengah pertunjukkan, dengan gaya bercandanya, Trie Utami mengatakan bahwa, Krakatau ini adalah band yang paling tidak menghargai penyanyi. Karena Krakatau hanya menciptakan komposisi-komposisi musik, sedangkan lirik lagu hadir kemudian setelah komposisi-komposisi tercipta.
Dan, kata Trie Utami melanjutkan, inilah lagu “paling jahat” yang mereka ciptakan, Cita Pasti. Sejenak kemudian mengalunlah lagu “paling jahat” itu, menggema memenuhi ruangan yang dipadati penonton yang asyik menyimak.
Coba dengarkan lagu Cita Pasti. Banyak tersebar nada-nada tinggi pada lagu tersebut. Pantas juga kalau Trie Utami menyebut lagu itu sebagai lagu “paling jahat”.
Menyaksikan langsung dan menyimak lagu demi lagu yang dibawakan Krakatau Reunion malam ini, mau tidak mau pikiran saya melayang ke tahun 1986, saat Krakatau merilis album pertamanya. Trie Utami seakan menina-bobokan kenangan saya itu ketika ia membawakan lagu berjudul Imaji. Ah, betapa indahnya masa itu…
Beberapa lagu lawas Krakatau kembali saya dengar malam itu. Setidaknya La Samba Primadona, Kau Datang dan Sekitar Kita. Tak lupa, ditengah penampilan Krakatau Reunion, Gilang Ramadhan menampilkan permainan drums solo yang hebat dan mengundang decak kagum penonton.
Penampilan Krakatau Reunion yang luar biasa malam itu ditutup dengan menghadirkan lagu berjudul Gemilang. Menurut saya lagu ini juga mengisyaratkan penampilan Krakatau Reunion yang gemilang malam itu, hingga sekitar 90 menit mereka di panggung sungguh tak terasa lama.
Berikut klip Kau Datang versi rekaman asli saat anggota Krakatau masih muda. Sila disimak,
Casiopea 3rd, Energi Fusion Jazz yang Tak Pudar
Di tahun 1980-an saya mulai mengenal komposisi-komposisi fusion jazz Casiopea, grup band yang berasal dari Jepang ini, melalui album pertamanya yang di rilis tahun 1979. Sejak itulah, saya selalu menunggu hadirnya album-album baru Casiopea.
Casiopea boleh dibilang grup band yang produkif mengeluarkan album. Pada masa keemasannya Casiopea bisa merilis 2 album dalam setahun. Sekitar 50-an album, baik yang berasal dari rekaman di studio maupun dari rekaman perform-nya di berbagai panggung, merupakan karya mereka sejak tahun 1979 sampai tahun 2015. Saya memiliki hampir keseluruhan album-album Casiopea tersebut dalam format digital, hanya sebagian kecil album mereka yang saya miliki dalam bentuk kaset.
Saat ini Casiopea telah berganti nama menjadi Casiopea 3rd dengan formasi Issei Noro (gitar), Akira Jimbo (drums), Yoshihiro Naruse (bass) dan Kiyomi Otaka (keyboards) dan telah merilis album berjudul A-So-Bo.
Jam 22.00 Casiopea 3rd naik ke panggung. Sambutan meriah penonton dibalas dengan gebrakan lagu pertama yang mereka sampaikan, Catch the Wind. Saat Catch the Wind usai, tak ada jeda, langsung mereka bawakan lagu Feel Like a Child.

Pada beberapa jeda ditengah penampilan Casiopea 3rd, Issei Noro berusaha berkomunikasi dengan penonton. Dengan bahasa Indonesia yang patah-patah dan dengan membaca teks, Issei berusaha keras menyapa penonton.
Permainan drums solo Akira Jimbo disampaikan menjelang penghujung pertunjukkan mereka. Gebukan drums Akira yang memukau dan penuh improvisasi ini disambung dengan permainan bass solo Yoshihiro Naruse. Ada yang khas dari permainan bass solo Yoshihiro, seperti yang saya lihat dari video salah satu konser Casiopea 3rd, yaitu Yoshihiro turun dari panggung, bergerak mendekati penonton, dengan tetap memainkan bass. Kadang ia berjalan meyusuri koridor-koridor penonton, kadang berhenti dan mengajak salah satu penonton untuk mencoba memainkan gitar bass nya.
Sungguh menarik gaya Yoshihiro berakrab dengan penonton yang hadir. Ini foto Yoshihiro yang sempat saya abadikan melalui kamera saya,
Beberapa lagu Casiopea yang sangat saya suka saya dengar langsung malam itu. Lagu-lagu itu antara lain Looking Up, Midnight Rendezvous, Time Limit dan Fight Man.
Lagu Fight Man mengakhiri penampilan panggung Casiopea 3rd. Satu demi satu pemain Casiopea 3rd meninggalkan panggung. Namun penonton tak berhenti bertepuk tangan dan meminta Casiopea 3rd kembali membawakan lagu.

Akhirnya Casiopea 3rd kembali ke panggung. Ruangan yang asalnya gelap, tiba-tiba diterangi dengan sinar lampu yang terang. Dan, mengalunlah lagu lawas yang demikian populer, Asayake…
Asayake dan satu lagi komposisi terakhir menutup penampilan Casiopea 3rd malam itu yang berakhir sekitar jam 23.45.
Menurut saya, Casiopea 3rd telah tampil dengan hebat dan tetap dengan energi fusion jazz yang mereka kemas sejak tahun 1979.
Bagaimana Asayake disajikan oleh Casiopea 3rd?
Klip dibawah ini persis menggambarkan saat Asayake dipersembahkan sebagai penutup Economics Jazz Live Part XXI. Kurang lebih seperti begitu juga sambutan meriah penonton yang memenuhi Grand Pacific.
***
Sungguh luar biasa menyaksikan langsung dua raksasa fusion jazz ini tampil di satu panggung. Penampilan Krakatau Reunion yang tetap gemilang dan Casiopea 3rd yang tak pudar energi fusion jazz nya bagaikan mengalirkan kembali energi melimpah yang saya rasakan di era 80-an.
Salut kepada panitia penyelenggara Economics Jazz, baik dalam hal ketepatan waktu dimulainya acara ini, maupun dalam hal menentukan harga tiket. Seperti yang diungkapkan oleh A. Tony Prasetiantono, dosen senior Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM yang juga promotor Economics Jazz, saat di wawancara oleh MC Farhan menjelang penampilan Casiopea 3rd, walaupun konser ini berkelas dunia, tapi panitia tetap menawarkan tiket dengan harga “kelas angkringan”. Lanjutnya, harga tiket “kelas angkringan” tercipta berkat kerja keras panitia yang berhasil menggaet banyak sponsor, sehingga harga tiket banyak disubsidi oleh para sponsor.
Kesuksesan pergelaran ini setidaknya juga terlihat dari animo penonton yang demikian “hidup” menyimak penampilan kedua grup fusion jazz ini beraksi di panggung dan juga tiket yang sold out, yang berarti pergelaran ini dihadiri oleh 3.000 penonton. Luar biasa.
Terakhir, terima kasih saya ucapkan kepada Economics Jazz UGM atas suguhan fusion jazz nya yang teramat menawan ini…
Bekasi, 14 Oktober 2015
Betapa menyenangkan ya kang menyaksikan band yang diidolai sejak lama beraksi lagi.
Saya gak begitu memahami musik jazz, padahal ini musik yang menarik dengan improvisasi yang keren.
Sangat menyenangkan sekali Mas, secara band-band ini telah menjadi bagian dari keseharian saya di era 80-an.
Salam,
Jazz memang sangat enak didegarkan
Sepakat. Walau jazz bukan satu-satunya jenis musik yg saya suka, namun ia telah menempati ruang yg khusus dlm keseharian saya.
Salam,
Asik pak, mengulas Jazz yang ada di Jogja, saya aja malah ga bisa mengulas sedemikian hidup artikelnya. Kalo ke Jogja lagi kabar2 ya pak… hehehe
Ah Mas Adi, saya menuliskan alakadarnya, maklum cuma segini kemampuan saya.
Baik Mas, nanti kalo ke Yogya lagi saya kabari, barangkali kita bisa ngopi bareng.
Salam,
waw saking sukanya dari depok langsun datang ke jogja ya mas, keren nih memotivasi sekali, meskipun saya tidak tahu lagu ini ya.karena mungkin band ini didirikan sebelum saya lahir ya mas.hehe
Begitulah mungkin kalo sudah cinta, jauh jarak dikejar juga.
Wah, berarti Mas masih sangat muda ya saat ini…
Salam,
Assalaamu’alaikum wr.wb, mas Titik Asa…
Jika sudah suka, sejauh apa pun bukan halangannya. Jazz memang musik yang mengasyikkan dan saya menggemarinya terutama yang iramanya lembut dan gemalai. Ternyata pemusik jazz walau sudah berusia tetap bersemangat untuk menghiburkan peminat lamanya seperti mas Titik. Nostalgia masa muda dulu kembali direntang mata, ya.
Salam Maal Hijrah dari Sarikei, Sarawak.
Wa’alaikum salam wr. wb, Mbak Fatimah.
Betul Mbak, kalau sudah suka, sejauh apapun jarak ditempuh juga. Saya suka jazz sejak thn 80-an terutama kepada kedua grup band ini. Betul kini pemusik gru band ini sudah tidak muda lagi, tapi tetap semangat yang mereka sampaikan lewat lagu-lagunya bagaikan mereka saat di thn 80-an.
Salam persahabatan dari saya di Sukabumi,
Kang ini dekat rumah saya lo, tapi saya nggak nonton karena suami sedang diluar kota, jadi saya diultimatum nggak boleh nonton juga supaya suami nggak ngiri hihihiiiii
Wah, rumah Mbak Lusi gak jauh dari Grand Pacific ini rupanya?
Sayang sekali Mbak gak nonton ya. Mungkin nanti akan nonton Ngayogjazz di bulan November Mbak? Insya Allah kalau tidak ada aral melintang saya ingin kembali menikmati jazz di suasana desa ala Ngayogjazz.
Salam,
Jazz aliran musik yang jujur …
Semoga, demikian adanya.
Salam,
Pak nanti konser cinta musik indonesia (KCMI) mau ikutan nonton nggak?
Setelah saya googling, ternyata KCMI akan digelar pada 31 Oktober ya Mbak?
31 Oktober saya sudah ada festival jazz yang akan saya hadiri di Bogor, Bogor Jazz Reunion.
Btw, terima kasih infonya ttg KCMI.
Salam,
Oooh barengan ya acaranya..
nge-fans banget sama krakatua … dan kadang2 dengerin juga casiopea …
nge-flash back … masa2 muda dulu … terbayang tampang temen2 yang suka dengerin sama2 ..
sayang ga bisa nonton …
Wah, nge-fans juga sama Krakatau ya?
Iya memang, mendengarkan lagu2 Krakatau dan terlebih lagi melihat penampilan mereka, mau gak mau diajak flashback. Jadi teringat teman-teman lama…
Salam,
mas Titik Asa,
sekedar koreksi, judul lagu paling jahat itu adalah Cita Pasti, bukan Cinta Pasti 🙂
Terima kasih atas koreksinya Mas,
segera saya update…
Salam,