Ada saat kita melakukan refleksi atas apa yang telah kita lalui dan lakukan, hal yang menjadi semacam kebiasaan atau mungkin sejenis ritual menjelang pergantian tahun.
Sahabat blogger saya, Om NhHer, pemilik blog The Ordinary Trainer, seakan menantang saya dalam lomba tulisnya untuk melakukan refleksi atas aktifitas ngeblog sepanjang tahun ini. Ia bukan mengajak mereview atas keseluruhan tulisan yang pernah di posting, tapi peserta harus memilih satu tulisan yang paling berkesan – definisi kata berkesan dapat diterjemahkan seluas-luasnya – dan meng-evaluasi tulisan tersebut.
***
Dari 33 tulisan yang saya posting selama tahun 2014, satu tulisan yang paling berkesan bagi saya adalah tulisan yang diposting pada 25 Maret 2014, berjudul Sekelumit Perjalanan Hidup. Tulisan ini menggambarkan perjalanan hidup saya dimulai dari asal-usul buyut saya sampai dengan kehidupan masa kecil saya pada tahun 1978.
Tulisan tersebut lahir dari ide yang tiba-tiba saja muncul. Saya ingat waktu itu hari Sabtu, hari menikmati libur mingguan saya di Sukabumi. Hari Sabtu pagi saya dan istri biasa melakukan jalan kaki. Menghirup udara pagi yang masih segar, menikmati jajanan pagi yang banyak tersedia dan diakhiri dengan berkunjung ke rumah orang tua.
Saat berkunjung ke rumah orang tua itulah saya melihat Bapak sedang bersih-bersih rumah bagian dalam. Beberapa pigura diturunkan dari dinding. Mata saya tertumbuk pada potret seukuran postcard dalam pigura. Potret seorang tua dengan ikat kepala. Tidak jelas tahun berapa potret itu dibuat. Menurut Bapak itu adalah potret Abah Asep, buyut saya, bernama lengkap Asep Abdas Djajadikarta, yang hidup antara tahun 1853 – 1946.
Potret lama itu membuka percakapan saya dengan Bapak. Saya banyak bertanya tentang perjalanan keluarga Bapak yang semula tinggal di daerah Sagaranten, sekitar 50-an km arah ke selatan dari kota Sukabumi, sampai dengan kepindahan keluarganya ke kota Sukabumi pada tahun 1952. Obrolan kian menarik ketika Bapak menceritakan pertemuannya dengan Emak, bagaimana masa remaja mereka di Sukabumi sampai dengan pernikahan mereka di tahun 1963.
Ditengah obrolan, Emak menyuguhkan segelas kopi hangat dan pisang goreng kesukaan saya. Saya mengeluarkan buku catatan kecil yang biasa saya bawa untuk mencatat seperlunya apa yang Bapak dan Emak ceritakan. Tak hanya potret-potret berpigura, album potret lamapun saya bongkar. Yang paling mengesankan ketika saya temukan potret Emak saat mengandung. Potret tersebut diambil pada tahun 1964, beberapa minggu sebelum saya dilahirkan. Demikian penuturan Emak.
Saya menemukan juga potret Bapak dan Emak bersama saya dalam pangkuan Emak. Saya terlihat demikian nyaman dalam pangkuan, terlihat pula perasaan bahagia yang memancar dari rona wajah Bapak dan Emak atas kelahiran anak pertamanya.
Disela-sela bercerita itu, saya melihat mata Bapak dan Emak berkaca-kaca. Ada rasa duka. Duka mengingat adik saya tercinta telah meninggal di usianya yang ke-40.

Akhirnya saya merangkum percakapan pagi itu menjadi satu tulisan. Ketiadaan scanner tidak menyurutkan keinginan saya untuk menyertakan potret-potret lama dalam tulisan saya. Potret-potret tersebut saya jepret dengan kamera saku. Kemudian saya crop dan edit. Hasilnya ternyata lumayan bagus.

***
Sekelumit Perjalanan Hidup demikian berkesan bagi saya. Selain proses penulisannya yang akhirnya mengharu-biru, tulisan ini juga men-digital-kan perjalanan hidup saya hingga tahun 1978.
Sukabumi, 10 Desember 2014
Catatan:
Alhamdulillah, tulisan sederhana ini diapresiasi dengan baik oleh Om NhHer dalam GA yang diselenggarakannya.
Menurut keterangan Om NhHer, seperti yang disampaikan dalam posting yang berjudul Pengumuman Lomba Self Reflection, tercatat 117 peserta yang berpartisipasi dalam GA nya tersebut. Dari 117 tulisan dari setiap peserta tersebut, ditetapkan 18 tulisan yang terpilih. 18 tulisan tersebut dibagi kedalam 6 kelompok pilihan dengan setiap kelompok pilihan terdapat 3 tulisan.
Tulisan ini masuk kedalam pilihan pertama beserta dengan 2 tulisan dari 2 peserta lainnya. Terima kasih saya ucapkan kepada Om NhHer atas apresiasinya kepada tulisan saya ini.
Semoga hal ini memberi semangat kepada saya pribadi untuk terus berbagi dan berekspresi melalui media blog di tahun-tahun mendatang.
memori indah selalu terkenang sepanjang hayat 🙂
Betul sekali mbak, demikianlah adanya.
Salam,
Perjalanan hidup selain untuk dikenang juga sebagai sebuah perenungan.
Sukses di GAnya Om NH, Kang.
Akhirnya demikian juga yg terjadi pada diri saya, mbak. Sejenak merenung menatap perjalanan hidup ke belakang melalui media foto-foto lawas ini.
Salam,
senang.., bahagia.., bisa haru biru plangi jg klo mengingat mssa lalu kita.., apalagi org2 yg kita cintai sbg saksi hidup msih bisa bercerita plus foto2 jadul..wow… supeeerr bro, smoga bisa menang !!
Aih..terima kasih bang Bistok…
Salam dari Sukabumi,
kenangan
…menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup…
Salam,
Pastinya postingan yang seolah memutar layar kehidupan kebelakang ya Kang 🙂 Semoga sukses GA-nya 🙂
Iya betul Kang, semacam time tunnel barangkali…
Hatur nuhun pisan Kang.
Salam,
Banyak cerita ya kang.. Kalaupun memang harus ditulis, saya rasa akan memakan waktu yang lama.
Eh, Bapak sama Ibu akang masih sehat ya.. Salam kang sama mereka, dari Bondowoso.. 🙂
Banyak kisah sepanjang perjalanan hidup ini ya Mas dan akan panjang sekali bila dituliskan dengan detil.
Alhamdulillah Bapak dan Emak dalam keadaan sehat wal’afiat hingga saat ini. Insya Allah nanti salamnya saya sampaikan.
Salam dari saya di Sukabumi,
Menikmati segelas kopi dan pisang goreng dari Emak, hmm….
Semoga adik Pak Titik bahagia di sisi-Nya, alfaatihah…
Ah itulah Emak, Mas. Selalu berepot menyiapkan kopi dan penganan semacam pisang goreng ini.
Terima kasih do’anya untuk alm. adik saya.
Salam persahabatan selalu dari saya di Sukabumi,
Senengnya kalau ada photo photo waktu kita masih kecil ataupun orang tua kita yang masih muda dulu……sayang sekali kang saya engga punya
Betul Mas Edi, seneng banget melihat foto-foto lama, jejak sejarah hidup masa lalu.
Melihat foto saya masih dalam kandungan dan foto sedang dipangku emak, rasanya bagai mimpi saja. Tiba-tiba saya sudah setua ini…
Salam,
Assalaamu’alaikum wr.wb, mas Titik Asa…
Refleksi posting yang mengesankan. Mengenang perjalanan hidup selalu memberi keindahan pada hati tambah lagi adanya potret yang menjadi bukti kewujudan masa lalu yang membahagiakan bersama orang tua.
Semoga sukses dalam lomba yang disertai denga kebijakan nukilan yang berbobot. Salam hormat dari Sarikei, Sarawak. 🙂
Wa’alaikum salam wr.wb,mbak Fatimah.
Iya mbak, mengenang perjalanan hidup masa lalu apalagi dengan melihat foto-fotonya sungguh mengesankan. Kasih sayang orang tua sungguh tergambar dgn nyata.
Terima kasih atas do’anya. Semoga demikian adanya.
Salam persahabatan selalu,
saya paling seneeeng melihat foto-foto masa kecil kang, karena ada segudang cerita manis di sana…refleksi yang menyentuh…doa untuk kedua orang tua dan almarhum adik akang..salam hangat..saya kangen dengan Sukabumi, kampung halaman mama yang juga jadi tempat favorit kami..cheers..
Ah iya mbak, sama, seneng lihat foto masa kecil. Dalam nuansa hitam putih terasa lebih menggambarkan jejak hidup kita.
Sukabumi kampung halaman mama nya? Sukabumi nya sebelah mana mbak? Saat ini keluarga saya tinggal di Cisaat.
Kapan-kapan kalau pulang ke tanah air, sempatkan main ke Sukabumi ya mbak.
Terima kasih doa nya untuk kedua orang tua dan alm adik saya.
Salam persahabatan dari saya di Sukabumi,