Lebaran selalu identik dengan sesuatu yang baru. Yang seharusnya “baru” pada jiwa kita kemudian disederhanakan menjadi baru dengan hal-hal yang berbau materi. Pakaian, sebagai contoh salah satunya. Maka tidaklah mengherankan bila pada hari-hari belakangan ini dimana Lebaran tinggal beberapa hari lagi kedepan, ramailah pusat-pusat perbelanjaan diserbu oleh khalayak yang memilih dan memilah pakaian apa yang hendak dibelinya. Cobalah tengok keadaan mall-mall yang ada di kota-kota dimana sahabat blogger sekalian tinggal.
Selain pusat perbelanjaan modern, yang kini akrab disebut sebagai mall, berbagai pasar tradisional pun mengalami keramaian yang sama. Ada perbedaan besar memang dari kedua jenis pasar itu baik dari segi harga, pelayanan dan kenyamanan dalam berbelanja. Saya pikir, setiap anggota masyarakat mempunyai preferensi yang berbeda atas pasar mana yang akan dipilihnya.
Belakangan muncul berbagai varian pasar ketiga, selain pasar modern dan pasar tradisional tersebut, yaitu semacam pasar kaget, atau pasar musiman, yang dibuka untuk periode terbatas yang biasanya berhubungan dengan event-event tertentu yang terjadi dan berlangsung dalam masyarakat.
Di kota Sukabumi pun terjadi hal yang sama. Setiap bulan puasa, dibangunlah pasar musiman ini. Pasar ini memakan area di Jalan Pelabuan. Jalan Pelabuan ditutup untuk lalu-lintas mulai dari mulutnya yang bertabrakan dengan Jalan A. Yani, diantara toko Abadi dan Apotik Sumber Waras, sampai hampir ke jalan kereta api. Diatas area jalan tersebut, dibangunlah bangunan sementara yang menampung kios-kios untuk berjualan berbagai kebutuhan masyarakat. Pasar itu diberi nama yang aduhai, Pasar Raya Ramadhan 1434H/2013 Kota Sukabumi.

***
Mnggu pagi ini, sekitar jam 8 pagi, saya iseng memasuki pasar ini. Ada dua lorong, disebelah kiri dan kanan, yang disediakan untuk calon pembeli lalui. Di kiri dan kanan setiap lorong, berjejer kios-kios yang menjajakan barang dagangannya. Masih lengang lorong-lorong ini ketika saya lewati. Tambah siang lorong-lorong ini akan kian padat dengan lautan manusia, baik yang hendak berbelanja maupun yang sekedar lewat.

Berbagai kebutuhan lebaran tersedia di pasar raya tersebut. Mulai dari berbagai jenis pakaian, sepatu dan sandal, jam tangan hingga barang-barang pecah belah dan kelontong. Semua barang dagangan itu rata-rata dicantumkan harganya. Selain itu diberi tambahan tulisan yang membius. Obral besar, demikian tertulis diberbagai barang dagangan.
Pasar Raya ini berakhir di malam takbir. Malam terakhir di bulan Ramadhan saat esok harinya memasuki Hari Raya Iedul Fitri. Pada hari-H Iedul Fitri, Jalan Pelabuan sudah kembali bersih. Semua bangunan pasar ini telah dibongkar pada malam hari.
***
Kegiatan belanja memang tak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Kegiatan yang akan kian meningkat intensitasnya terutama menjelang hari raya seperti hari Lebaran atau Hari Raya Iedul Fitri ini. Tetaplah berpegang pada aturan tak tertulis ini, belanjalah sesuai kebutuhan, hindari berbelanja bila mengikuti keinginan semata. Selalu kendalikan keinginan yang biasa timbul akibat rayuan atau kalimat membius semacam kalimat Obral Besar itu…
Sukabumi, 4 Agustus 2013
hedonis. gak suka sebenarnya yang seperti ini. bukan mengecilkan arti para pedagang itu, tapi budaya konsumtif ini sepertinya sulit direm ya? 10 hari terakhir, ketika seharusnya lebih giat beribadah, tapi justru malah pusing untuk berbelanja yang bisa dilakukan di bulan lain *sambil ngaca*
masjid yang semakin sepi dan mall yang semakin ramai 🙂 udah gitu, langsung borosnya gak kira-kira mentang2 dapat THR (meski sebenarnya THR itu ya gaji kita yang dipotong tiap bulan buat dikasih pas lebaran. mikirnya udah geer aja ya perusahaan baek bener 😆 )
ya kalo gak perlu2 amat sih mending gak usah maksa belanja. masih ada bulan2 lain toh? 🙂 kalau pun mau belanja, dialihkan buat yang lebih membutuhkan. ke panti asuhan atau panti jompo misalnya.
*An mulai sotoy*
punten ah 🙂
Lebaran datang, bisnis dan keuntungan besar menanti untuk dikeruk…
Seandai setiap pribadi tersadarkan, untuk hanya belanja sesuai kebutuhan… Ah bagaimana bisa sedang iklan dg leluasanya membombardir pikiran kita. Iklan yg menggeser preferensi dari keinginan menjadi semacam kebutuhan. Jadinya, belanja terus, baju baru kejar terus…hihihi
Disumbangkan sebagian ke panti asuhan, ini ide yg hebat, mba. Luar biasa sendai terimplementasi dg baik ya…
Salam,
hihihihi… iya ya baju baru terus. nah kalau masih ada baju layak pakai di rumah dan sudah tak muat lagi di tubuh kita, boleh deh disumbangkan. jadinya tetap bermanfaat ya? 🙂
Sepakat dengan ini, mba…
Salam,
Di keluarga saya nggak pernah belanja-belanja buat lebaran. Paling kue-kue. Itu pun belinya pesen. Nelpon, terus dianter. Alasan nggak suka belanja buat lebaran sih karena males berjubelan di tempat-tempat perbelanjaan. Hehe. Lagian lebaran itu nggak harus punya barang-barang baru. 🙂
Nah, bagus nih tradisi berlebaran di keluarganya. Memang, tidak ada keharusan untuk punya barang baru saat Lebaran. Semoga bisa bertahan pd konsep bagus itu.
Salam,
Nembe terang yen pasarna tempat nu paling dibenci Allah. Tempat syetan paling bebas ngagoda manusa pikeun nurut hawa nafsuna.
Alhamdulillah ayeuna mah tos ageung, jadi tara ngadat hoyong baju baru. 😀
Alhamdulillah upami kitu mah, Kang…
Etang-etang romantika wae saupami ngadangu istilah “baju dulag” teh ayeuna mah panginten.
Salam,
Saya sudah ndak membiasakan belanja mendekati lebaran pak. Fokus ibadah saja. Belanja biasa saya lalukan sebelum puasa 🙂
Salut dgn apa yg dilakukan mba Ika ini, sungguh…
Salam,
jgn sp lapar mata, ya, Pak 🙂
Betul mba Myra. Jangan sampai lapar mata, tetap berbelanja sesuai dgn kebutuhan dan budget yg tersedia…
Salam,
sebenarnya ya gak apa2 sekali-sekali ada beginian mas kan banyak orang yang cuma bisa beli baju setahun sekali makanya aku gak pernah bilang mereka kaum hedonis, enggak. toh yang hedonis itu gak selalu pas lebaran ya misalnya aku ini wkwkwkwk :p
Mba Julie ini, bisa saja sampai bilang dirinya sendiri yg hedonis…
Ah ya apapun yg dilakukan pasti ada sisi positif dan negatifnya. Seperti halnya pasar raya ramadhan ini. Harga yg relatif murah memberikan kesempatan kpd anggota masyarakat yg penghasilannya pas-pas-an untuk tampil “baru” di hari lebaran. Nah, asal jangan sampai lapar mata, seperti komen mba Myra diatas.
Salam,
Menurut saya sah-sah saja, kok, ini memang sudah membudaya, dan budaya ini tidak selamanya jelek, tergantung niatnya juga, kalau kita memborong lalu kita bagi-bagikan ke panti asuhan atau siapapun yang membutuhkan yang mungkin tiap lebaran bajunya itu-itu aja, ya itu kan malah jadinya baik, terus kan itikaf/ibadah itu malam hari, kita belanja nya di siang hari, jika memang banyak yg ibadahnya kurang (menurut koment diatas) itu sudah masuk ke ranah pribadi, mereka pun yang di pasar raya Ramadhan, mencari nafkah (sekali lagi tergantung niatnya) dan selalu ambil hikmah [positif di setiap peristiwa
Yup, tetap mengambil hikmah positif atas segala peristiwa saya pikir itu tindakan yg bijak.
Salam,
kalau saya justru belanja pasca lebaran, selain sepi dan ga hectic, harga juga pada turun hihi 😛
Rupanya banyak juga yg bersikap seperti mba Chandra ini, berbelanja tidak lama usai lebaran. Konon sih memang harganya cenderung turun. Memang demikian ya mba?
Salam,
iya kang, cuma barang ga sebanyak pra lebaran, tapi saya sih seneng2 aja terlebih ga terlalu rame
Tahun sekarang juga ada lagi.. 😀
http://www.inisukabumi.com/2014/07/pasar-raya-ramadhan.html