Siapa Bilang Kami Rakyat Pemalas

Hari ini warna tanggal merah menyala. Hari libur. Boleh bertanya, mungkin. Sebenarnya libur ini untuk siapa? Siapa yang berhak mendapat keistimewaan menikmati kemewahan santai di hari ini? Siapa yang memang harus tetap berjaga dan bertugas menjalankan roda kehidupan yang sebenarnya tidak mengenal kata libur ini?

Sepagi ini, belum jam 7 pagi, Ciawi masih sangat sejuk. Kemacetan sudah tercipta. Bagai aliran air deras, berbagai jenis kendaraan seakan ditumpahkan keluar dari tol Jagorawi. Hendak kemana gerangan? Entahlah…

Pagi ini kami sudah bergegas. Warung sudah kami buka. Kopi, rokok, berbagai minuman segar telah kami siapkan. Kami tetap berikhtiar. Libur bukan milik kami. Kami tetap berjuang demi mempertahankan kehidupan kami.

Pagi ini kami sudah bergegas. Tahu sudah kami kemas. Kami tata dalam keranjang tentengan. Naik turun bis, menjajakan kepada penumpang angkot, menawarkan kepada yang lalu-lalang. Kami tetap yakin, masih ada limpahan rezeki bagi kami. Itu tidak kami risaukan. Yang kami jalani sehari-hari adalah tetap. Kami harus tetap ikhtiar. Ya, tetap berjuang diatas kaki sendiri. Demi kehidupan kami.

Pagi ini kami sudah bergegas. Kami tumpahkan segenap tenaga. Mengais rezeki yang terhampar. Rupiah demi rupiah yang kami peroleh adalah titik demi titik keringat perjuangan kami. Demi kehidupan ini, tetap kami berjuang.

Pagi ini kami sudah bergegas. Apakah tuan-tuan budiman disana masih terlelap mimpi? Tuan-tuan yang selalu bertutur indah dan berpidato manis. Konon tuan berjuang demi meningkatkan kesejahteraan kami. Sungguhkah tuan?

Pagi ini kami sudah bergegas. Bukan karena kami ingin disebut sebagai pejuang. Bukan kami ingin disebut sebagai rakyat yang rajin. Bukan, bukan itu. Kami hanya sekedar berikhtiar demi hidup kami. Hidup yang menjadi tanggung jawab kami. Hidup yang mandiri tanpa mengharap belas kasihanmu, tuan.

Tuan, kami bukan rakyat pemalas…

Sukabumi, 24 Januari 2013

Iklan

11 respons untuk ‘Siapa Bilang Kami Rakyat Pemalas

Add yours

  1. inikah yang dinamakan betul2 suara hati rakyat? rasanya memang gak adil kalo disamakan dengan para pegawai negeri sipil, meskipun kadang pegawai2 negeri ini juga ikut2 mengeluh kalo hidupnya juga kurang sejahtera.. padahal mereka liburnya selalu disesuaikan dengan agenda libur nasional… ah saya ngelantur pak hehe

    salam

    1. Met malam Mas,
      Komennya gak ngelantur koq, malah mungkin posting saya ini yang sebenarnya ngelantur…
      Kalo yg dinamakan betul2 suara rakyat sih rasanya gak. Ini cuma suara imajinasi saya saja yg kebetulan sampai saat ini masih dg bangga mengaku diri sbg rakyat, bukannya ‘tuan”
      Nah, saya yang jd dobel ngelantur, ya posting ini dan ya komentar yg saya tik ini…hehehe
      Salam,

Sila tinggalkan komentar sahabat disini...

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Buat situs web atau blog di WordPress.com

Atas ↑

%d blogger menyukai ini: